
Dosen FEBTD
Selain itu, pesantren pertama di Indonesia juga diyakini lahir di Jawa Timur, sejalan dengan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Wali Songo. Para wali kala itu menggunakan pesantren sebagai salah satu strategi dakwah untuk mengakomodasi budaya, agama atau kepercayaan masyarakat Jawa dan nusantara.
Para wali juga menerapkan fiqhul dakwah, atau ajaran agama yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan tingkat pendidikannya, sehingga Islam bisa lebih mudah diterima oleh semua kalangan.
Dengan akar sejarah yang kuat, pesantren telah menunjukkan kemampuan bertahan di tengah berbagai perubahan zaman. Namun, di era modernisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi, globalisasi, dan dinamika sosial yang kompleks, pesantren dihadapkan pada tantangan baru untuk tetap relevan tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisinya.
Transformasi Menuju Kemandirian Ekonomi Pesantren
Transformasi kemandirian ekonomi pesantren dilakukan sebagai upaya untuk mengubah pesantren menjadi institusi yang tidak hanya fokus pada pendidikan keagamaan dan dakwah, tetapi juga mampu menjadi pusat kegiatan ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren, yang menyebutkan tiga fungsi pesantren yakni fungsi Pendidikan agama, fungsi dakwah dan fungsi pemberdayaan Masyarakat.
Dalam hal Pendidikan agama dan dakwah, pesantren dinilai mampu melaksanakannya dengan baik. Namun, dalam hal pemberdayaan Masyarakat khususnya dalam pemberdayaan ekonomi, Pesantren masih mengalami sejumlah hambatan dan tantangan.
Untuk menjawab hambatan dan tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 43 Tahun 2023 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2022.
Dalam peraturan tersebut, pemerintah provinsi jawa timur melaksanakan program One Pesantren One Product (OPOP).
Program OPOP dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Masyarakat melalui pemberdayaan Pesantren, Santri dan Alumni. Program OPOP dilaksanakan dengan kolaborasi pentahelix, yang terdiri dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Pelaku Usaha, Komunitas dan Media. Kelima elemen pentahelix bersama-sama melakukan upaya transformasi menuju kemandirian ekonomi pesantren.
Berikut adalah beberapa aspek penting transformasi kemandirian ekonomi pesantren :
1. Penguatan Potensi Ekonomi Pesantren
Penguatan potensi ekonomi pesantren dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi aset dan sumber daya yang dimiliki Pesantren. Kemudian Pesantren dapat mengembangkan diversifikasi usaha seperti pertanian, peternakan, industri kreatif, atau layanan pendidikan nonformal. Pesantren juga dapat melakukan pemberdayaan kepada santri dengan memberikan pelatihan keterampilan untuk mendukung usaha pesantren, seperti kewirausahaan, teknologi informasi, atau pemasaran digital.
2. Pengembangan Sistem Manajemen Modern
Pesantren perlu menerapkan prinsip manajemen modern yang berbasis efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi. Pesantren dapat menjalin kerja sama dengan pihak eksternal seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku usaha untuk mendapatkan dukungan modal, teknologi, dan jaringan pasar.
3. Digitalisasi Ekonomi Pesantren
Pesantren dapat memanfaatkan platform digital (E-Commerce dan Marketplace) untuk memasarkan produk hasil usahanya. Pesantren dapat memanfaatkan teknologi finansial (fintech) untuk mendukung transaksi dan akuntansi usaha pesantren.
4. Penguatan Nilai-Nilai Keislaman dalam Ekonomi
Semua kegiatan ekonomi Pesantren harus dijalankan berlandaskan prinsip-prinsip syariah, seperti keadilan, larangan riba, dan transparansi. Menjunjung nilai-nilai kejujuran dan keberlanjutan dalam setiap aktivitas ekonomi.
5. Peran Pemerintah dan Lembaga Pendukung
Pemerintah Lembaga Pendukung dapat melakukan intervensi dalam transformasi ekonomi pesantren dengan memberikan Fasilitasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbasis pesantren, memberikan pelatihan dan pendampingan manajemen usaha, dan memberi insentif pajak atau kemudahan perizinan.
Dengan transformasi ini, pesantren dapat menjadi entitas ekonomi yang mandiri sekaligus tetap menjalankan misi utamanya sebagai lembaga pendidikan dan dakwah. *