Oleh Nur Faridah

 

KELUARGA adalah elemen penting dalam pendidikan anak. Keluarga menjadi tempat sekaligus pendidik pertama dalam perjalanan panjang seorang anak mencari pengetahuan yang berguna bagi kehidupannya. Sebelum memasuki sekolah formal di tingkat dasar, bahkan sebelum masuk pendidikan anak usia dini, keluarga punya peran penting dalam mempersiapkan anak untuk siap masuk ke dunia “luar”, berinteraksi dengan banyak orang yang tentunya akan memberikan banyak pengetahuan, baik melalui ucapan maupun perilaku atau tindakan mereka. Tanpa persiapan yang baik, anak berpotensi mendapatkan sesuatu yang negatif.

Keluarga berperan menjadi filter utama yang menunjukkan hal baik untuk diikuti dan hal buruk untuk dijauhi. Keluarga juga menjadi korektor sekaligus evaluator terhadap perkembangan anak. Tentu tanpa sikap otoriter atau merasa paling benar, lalu berusaha memaksakan pandangan, pemikiran, atau nasihatnya terhadap anak. Anak juga perlu diberi ruang dan kesempatan untuk menjadi diri sendiri, mengeluarkan bakat dan minatnya, juga apa yang ia pikirkan dan inginkan. Dengan kata lain, keluarga menciptakan suasana demokratis dan inklusif di rumah, sehingga anak berkembang dengan baik. Keluarga menjadi katalisator untuk menumbuhkan karakter anak dalam performa terbaiknya.

Anak perlu diberikan pendidikan untuk masa depannya, untuk menjadi dirinya sendiri di kemudian hari, bukan menjadi seperti yang diinginkan keluarga. Karena hakikatnya, anak akan hidup di masa depan, pada zamannya sendiri, bukan zaman orang tuanya. Keluarga hanya perlu memotivasi anak untuk mengeluarkan potensinya secara maksimal dan memberikan bimbingan yang tepat agar potensi itu keluar dengan baik, maksimal dan tepat. Karena, setiap manusia punya keunikannya sendiri. Keluarga yang tak mampu membaca keunikan dari anaknya akan kesulitan membantu dan menolongnya untuk menjadi diri sendiri, pribadi yang berkualitas. Kualitas yang tidak semata-mata diukur dari nilai nominal, tetapi kualitas kepribadian, pemikiran, dan cara pandang terhadap dunia.

Kita dapat belajar dari budaya masyarakat Tionghoa yang betul-betul menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan yang penting. Sejak kecil, anak-anak Tionghoa benar-benar dididik oleh keluarganya begitu disiplin, ketat, bahkan keras. Para keluarga Tionghoa menyadari, pendidikan karakter yang disandarkan pada ajaran-ajaran bijak Konfusius, perlu ditanamkan kepada anak-anak sejak dini. Hasilnya dapat kita lihat. Orang Tionghoa dikenal sebagai para pribadi tangguh, pantang menyerah, dan pekerja keras. Pada saat yang sama, mereka begitu kuat memegang teguh budaya atau tradisi leluhurnya, di tengah kehidupan yang begitu modern dan materialistis. Sebagai contoh, orang Tionghoa masih percaya dengan fengsui, shio, dan hoki serta yang lainnya, sebagai kunci-kunci meraih kesuksesan dan kesejahteraan hidup.

Anak-anak Tionghoa dididik untuk benar-benar menjadi seperti “naga” yang gesit, dinamis, dan selalu bisa menyesuaikan diri di tempat atau bangsa mana pun di dunia. Karena itu, hampir di setiap sudut dunia, ada orang Tionghoa, dan mereka kebanyakan sukses. Tanpa menafikan ada juga dari mereka yang “gagal” dan menderita di negeri orang. Di tingkat global, Tiongkok saat ini mampu menjadi kompetitor Barat (Amerika dan Eropa) dalam sektor ekonomi. Ini karena kemampuan negara ini menyesuaikan diri dengan perubahan dunia yang begitu cepat, kadang tak terduga. Tiongkok mampu melakukan revolusi yang luar biasa di dalam negeri hingga menjadi negara paling maju di Asia. Meskipun negara dipegang oleh partai tunggal, yakni Partai Komunis, namun mereka mampu menyesuaikan diri dengan ekonomi kapitalis atau pasar ala Barat.

Kemajuan Tiongkok tidak lepas dari pendidikan paling dasarnya, yakni pendidikan di tingkat keluarga. Keluarga Tionghoa telah mampu menelurkan anak-anak yang berkarakter kuat dan bermental tangguh. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya ingin kita mengambil nilai-nilai positif dari budaya Tionghoa dalam hal pembangunan karakter dan mental. Jargon “revolusi mental” yang dilontarkannya dan coba diimplementasikan terutama di semua birokrasi pemerintahannya, diharapkan mampu mengubah budaya negatif yang menghambat pelayanan publik dan budaya korupsi. Di ujungnya, revolusi mental dapat menjadi katalisator yang membangkitkan potensi-potensi anak bangsa yang terpendam atau terabaikan, untuk muncul ke permukaan dan dapat memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan bangsa.

Kita sesungguhnya beruntung dianugerahi beragam kultur atau budaya dari begitu banyak suku di seantero negeri, yang kaya dengan nilai-nilai luhur atau kearifan lokal yang mampu menopang dan menjanjikan kemajuan bangsa. Kita adalah bangsa yang lahir dari keluarga-keluarga agraris dan maritim yang begitu kaya dengan nilai-nilai ketangguhan dan keberanian dalam menghadapi kehidupan. Sejak kecil, anak-anak dari keluarga agraris dibekali nilai-nilai kearifan lokal, seperti keharusan untuk menjaga dan melindungi lingkungan sebagai sumber matapencahariannya. Anak-anak dari keluarga maritim juga dibekali dengan nilai-nilai kearifan budaya, seperti pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan sesama, menghormati perbedaan, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama.

Kebangkitan dan kemajuan bangsa akan sangat bergantung pada bagaimana pendidikan di keluarga sejak dini. Ketika keluarga sudah tidak peduli dengan pendidikan anak sedari mula, bangsa ini akan sulit mendapatkan bibit-bibit potensial di masa depan. Bonus demografi yang akan kita nikmati nanti mungkin tidak akan membawa berkah, bahkan mungkin malah beban dan malapetaka serta sia-sia. Betapa sayangnya. Di titik ini, peran keluarga perlu diperkuat. Negara perlu membuat langkah-langkah untuk itu. Sejak Oktober 2013, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta misalnya mewajibkan anak-anak sekolah untuk wajib belajar malam dari pukul 19.00 sampai 21.00. Ini bisa dicontoh oleh daerah-daerah lainnya. Ini membuat anak makin dekat dengan keluarga, dan keluarga bisa memanfaatkannya untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan karakter dan mental anak.

 

*) Alumnus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Tinggal di Depok.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry