Kepala BPOM, dr Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D mengunjungi PT UniChem Candi Indonesia di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Selasa (4/2/2025). (dok/duta.co)

GRESIK | duta.co – Kebutuhan garam farmasi di Indonesia terbilang tinggi. Garam farmasi merupakan salah satu bahan baku yang penting dalam industri farmasi karena dapat berfungsi sebagai API (Active Pharmaceutical Ingredient) maupun eksipien. Garam farmasi digunakan bahan baku dalam pembuatan obat-obatan, seperti tablet, kapsul, dan injeksi. Juga digunakan sebagai eksipien dalam pembuatan obat-obatan, seperti pengisi, pengikat, dan pengemulsi.

Tingginya kebutuhan garam farmasi sementara pasokan dalam negeri sangat mengkhawatirkan dengan adanya pelarangan impor garam sesuai Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pelarangan impor garam konsumsi di Indonesia adalah Perpres Nomor 126 Tahun 2022.

Melihat kondisi tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu mempercepat dan memacu industri garam lokal untuk memproduksi garam farmasi sesuai kebutuhan aman per tahun kisaran 15 ribu ton. Karenanya Kepala BPOM, dr Taruna Ikrar, M.Biomed., MD., Ph.D mengunjungi PT UniChem Candi Indonesia di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Selasa (4/2/2025).

Di perusahaan yang bergerak di sektor industri garam tersebut, BPOM melakukan kunjungan dan mengecek untuk penerbitan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

“Langkah ini upaya kami untuk mendukung Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pelarangan impor garam konsumsi di Indonesia adalah Perpres Nomor 126 Tahun 2022,” kata dr Taruna, usai melakukan peninjauan.

Perpres ini mengatur tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional yang mengatur bahwa impor garam konsumsi akan dihentikan pada tahun 2025. Sementara itu, impor garam untuk industri akan dihentikan pada tahun 2027.

“Karena garam impor dihentikan di tahun ini, maka untuk garam farmasi kami mendorong industri garam untuk memberikan kontribusinya, agar tidak terjadi kelangkaan stok. Mengingat ketika Perpres ini dilaksanakan, dan impor garam, salah satunya garam farmasi dihentikan di tahun 2025, stok bahan baku garam farmasi hanya akan bertahan hingga April,” jelas dr Taruna.

Karena itu pihaknya mempercepat untuk mengeluarkan sertifikasi CPOB pada industri yang produk garam farmasinya bisa meningkatkan stok jangka panjang. Tercatat ada empat perusahaan garam farmasi yang sudah mengajukan permohonan sertifikat CPOB di BPOM.

“Dua sudah lolos dan mengantongi sertifikat CPOB, dan  satu kami kunjungin saat ini, dan yang satu lagi akan kami kunjungi dan cek lebih lanjut,” ungkap dr Taruna.

Saat ini kebutuhan garam nasional mencapai 6,4 juta ton per tahun. Dari jumlah itu yang terkait dengan kewenangan BPOM mencapai 2,7 juta ton. Terdiri atas garam farmasi, garam fortifikasi, garam industri, garam industri pangan, dan garam industri rumah tangga.

“Tapi yang sangat esensial dan vital adalah garam farmasi. Secara nasional kebutuhannya tidak terlalu besar kurang lebih 7.700 ton per tahun. Terdiri untuk kebutuhan farmasi dan himodialisis,” terang dr Taruna.

Dalam kesempatan itu, dr Taruna menjabarkan, dari empat industri, dua industri yang telah mendapatkan sertifikat CPOB memiliki kapasitas 2.640 ton. Sehingga kekurangannya mencapai 5.000 ton lebih.

Tak hanya itu, meski kebutuhan hanya 7.700 ton, demi keamanan stok, maka industri garam farmasi diharapkan bisa mencapai produksi dua kali lipat atau 15.000 ton.  Untuk PT UniChem Candi Indonesia, dalam kunjungannya yang berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB, dr Taruna mengaku mendapatkan informasi terkait kapasitas produksi yang bisa mencapai 12.000 ton per tahun.

“Dengan dua yang sudah mendapatkan sertifikat CPOB dan PT UniChem di Gresik ini berarti sudah bisa lebih dari kebutuhan nasional. Masih ada satu perusahaan yang mengajukan dan informasinya kapasitas 300 ton,” jelas dr. Taruna.

Sementara dari hasil kunjungan di UniChem Candi Indonesia, BPOM telah melihat secara teknis potensi perusahaan yang sudah operasional sejak tahun 2018 ini untuk lolos sertifikat CPOB.

“Tinggal beberapa syarat administrasi saja, dan kami di BPOM siap untuk mempercepat proses agar bisa mendukung terpenuhi stok garam farmasi untuk kebutuhan vital dan esensial,” papar dokter yang sebelumnya menjabat sebagai spesialis laboratorium (specialist) di departemen anatomi dan neurobiologi di Universitas California, Irvine, Amerika Serikat (AS).

Lebih lanjut dr. Taruna menegaskan dua hal. Pertama, BPOM sangat konsen dengan produk ini agar tidak sampai menggangu stok dan hilang dari pasar. “Sebelum itu terjadi, kami bergerak,” tegas dr Taruna.  Kedua, ada nilai lebih dimana garam secara keseluruhan dari 6,4 juta ton itu ada nilai ekspor sampai Rp 500 triliun. Imm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry