BOGOR | duta.co – Kebijakan rokok dinilai setengah hati. Duit (cukai)nya dinanti, tetapi, dagangannya dibatasi. Bahkan sejumlah pihak yakin, kampanye larangan rokok justru dananya dari rokok itu sendiri. Kebijakan ini konon dampak dari persaingan global, di mana asing ingin membunuh kretek Indonesia.

Entah! Yang jelas, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto untuk mengkaji ulang kebijakan larangan memajang rokok di pasar mini atau minimarket. Aprindo beralasan larangan tersebut berdampak pada menurunnya pendapatan.

“Tidak boleh memajang otomatis penjualan kita jadi menurun di minimarket paling besar sekitar 30 persen dampaknya,” kata Ketua Departemen Minimarket dan Departemen Store Aprindo Gunawan Indro Baskoro, Selasa (21/11/2017).

Menurut Gunawan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang menjadi landasan Pemerintah Kota Bogor melarang memajang rokok di tempat umum termasuk minimarket di dalamnya tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.

Pada pasal 50 ayat 2 yang berbunyi “Larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan produk tembakau di lingkungan kawasan tanpa rokok”. “Dalam aturan tersebut kami (ritel-red) masih bisa memajang,” kata Gunawan.

Wali Kota Bogor dalam audiensi tersebut menegaskan komitmen Pemerintah Kota Bogor untuk mengelola kota yang mengendalikan tembakau. Konteks dari aturan tersebut bukan melarang tetapi pengaturan. “Intinya aturan itu diperkuat, kita (pemkot-red) cukup kuat disini. Tapi apakah bertentangan dengan hukum yang di atasnya perlu dipastikan lagi,” kata Bima.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Rubaeah menyebutkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 dibuat dengan berpijak pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang saat itu belum ada peraturan pemerintah di bawahnya, termasuk PP Nomor 109/2012 tersebut. “Kami juga sudah melakukan dengar pendapat dengan DPRD terkait rencana revisi Perda KTR, justru perda ini makin diperkuat dengan adanya saran dari berbagai lapisan masyarakat, total ada 40 poin tambahan yang akan masuk dalam revisi perda,” kata Rubaeah.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Erna Nuraini menegaskan aturan tersebut bukan melarang peritel berjualan rokok, atau menurunkan tempat pajang rokok seperti yang dikeluhkan. Peritel dibolehkan menjual rokok tanpa memajang. “Tempat penjualan rokoknya cukup ditutup tanpa memajang, atau iklan rokok diganti dengan tulisan disini menjual rokok,” katanya. (rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry