Oleh : Agustin Widjiastuti
BUKAN merupakan sesuatu yang aneh, apabila dikatakan ciptaan Allah yang begitu sempurna adalah lahirnya seorang anak manusia dari rahim seorang ibu. Namun harus diingat bahwa masa depan anak bukan milik orang-orang dewasa ataupun orangtuanya sekalipun orang tua yang melahirkan tetapi masa depan anak adalah milik anak anak itu sendiri.
Kita sebagai orang dewasa mendampingi menjaga mengarahkan mendukung dalam melewati masa sulit dan memberikan apa yang kita miliki semampu kita untuk mengantar apa yang dicita-citakan anak anak kita agar nantinya dapat menjadi milikinya.
Perlu kita ingat dan kita mengerti karena anak sejak dalam kandungan sudah memiliki hak untuk dilindungi. Seperti tertulis dalam Undang Undang Hak Asasi Manusi No. 39 Tahun 1999 pada pasal 52 ayat ( 2 ) “ Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungannya”. Hal inipun telah diamanatkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, “Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidupnya dan tumbuh kembangnya serta berhak atas perlindungan dari tindakan kekerasan, diskriminasi, perlakuan buruk, pelecehan seksual dstnya.”
Apa yang kita ketahui dan rasakan saat ini adalah anak banyak dimanfaatkan untuk kepentingan kepentingan perorangan ataupun kelompok.
Kenyataannya masih banyak dijumpai adanya anak yang tidak mendapatkan hak-haknya. Janganlah menyangka bahwa anak tidak akan mengalami kemarahan, kecewa, putus asa, dan setiap kali merasakan kecemasan, ketakutan dalam menghadapi persoalan hidup yang tidak sesuai dengan keinginan anak anak kita dan mereka dapat menjadi trauma serta dapat melakukan tindakan yang mereka contoh dari orang dewasa.
Tindak kekerasan terhadap anak adalah masalah yang sangat serius baik negara dan bangsa kita. Hal ini dibuktikan dengan diperingatinya Hari Anak setiap tanggal 23 Juli, tentunya sebagai pengingat akan serius dan pentingnya peran anak sebagai generasi penerus yang unggul. Terlihat pada tema utama peringatan adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”.
Terkait dengan tema tersebut tentunya menunjukkan bahwa anak Indonesia harus bebas dan merdeka dari tindakan kekerasan baik secara verbal atau psikis. Memberikan kesempatan pada anak anak dan menanamkan nilai nilai Pancasila yang kelak dapat diterapkan dalam masyarakat agar mereka tidak hidup dalam khayalan.
Oleh karenanya keluargalah yang menjadi tempat paling nyaman dalam kelangsungan hidup mereka. Walaupun semua telah ada dalam aturan yang hidup dalam negara kita. Sekecil dan separah apapun tindakan kekerasan yang dialami anak baik anak masa lalu ataupun anak masa kini harusnya menjadi pertimbangan negara dalam menanganinya.
Contoh dengan mengatakan “kamu goblok…..”, dengan tindakan fisik yaitu “memukul memakai pegangan sapu”, apakah ini akan dengan mudah untuk menyelesaikan masalah? Tentu tidak mudah.
Dalam menghadapi setiap kasus terkait dengan anak maka negara haruslah bertindak sangat hati hati karena factor factor budaya yang masih membudaya pun masih dipertahankan dan akan merupakan hukuman bagi si anak. Oleh karenanya tindakan preventif dan persuasif sangatlah dibutuhkan untuk mengubahnya. Kesalahan dalam menganalisis suatu kasus terkait dengan anak maka tidaklah mustahil akan menimbulkan tindakan kekerasan yang lain.
Kenyataan yang ada tidak ada satu Lembaga dalam suatu negara yang benar benar dapat mengatasi permasalahan anak yang semakin modern dengan tanpa hambatan. Oleh karenanya negara harus benar benar serius dalam menanganinya.
Peran Pemerintah dalam hal ini terutama Indonesia haruslah benar banar mengevaluasi apa yang terlebih didahulukan adalah kepentingan dan kebutuhan anak. Bagaimana Pemerintah dalam membantu masyarakat yang masih dikatakan “miskin”. Kita dapat melihat sendiri dengan kata “miskin” dalam negara kita. Hal ini tentunya terkait dengan perekonomian yang sedang dihadapi masyarakat, apakah persoalan ini mudah terselesaikan?
Misalnya dengan terjadinya banjir hal ini tentu membawa akibat kehilangan hak anak (pendidikan, kesehatan, kelaparan dan kebebasannya akan terampas dll). Bagaimana Pemerintah dalam mengubah sikap tingkah laku serta pandangan terutama terkait dengan budaya yang ada pada bangsa kita dengan melakukan pengembangan diri dan pembangunan pada masyarakat termasuk didalamnya adalah anak anak.
Nah, sesuai dengan sub tema Hari Anak Nasional 2024 yaitu, Anak cerdas, berinternet sehat. Suara anak mengaum bangsa. Pancasila di hati anak Indonesia. Dare to lead and speak up : Anak pelopor dan pelapor. Pengasuhan layak untuk anak: digital parenting. Dan anak merdeka dari kekerasan, perkawinan anak, pekerja anak dan stunting.
Pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan seluruh jaringan yang ada yang mengarah pada visi dan misi dalam melaksanakannya, yaitu melaksanakan apa yang telah di ratifikasi oleh Pemerintah terkait Konvensi Hak-Hak Anak (KHA).
Mensejahterakan anak anak bukan hanya dengan pemberian ekonomi dan materi tetapi juga kesejahteraan lahir dan batin (ada rasa aman, dihargai akan haknya dan dapat menjalankan kewajibannya, saling menghormati dstnya). Kesejahteraan tidak dapat diukur dengan matematika. Menanamkan rasa memilki pada anak-anak tentang Indonesia. Janganlah dengan kemajuan tehnologi justru membuat anak-anak kita sebagai generasi penerus menghancurkan negara sendiri. Salah satu yan paling mudah adalah mencintai akan budaya dan produk kita yang beraneka ragam.
Dengan demikian upaya untuk melaksanakan KHA haruslah dikembangkan melalui semua jalur Lembaga yang berkompeten (RT/RW, Karang Taruna, Organisasi Masjid dan Gereja yang telah memenuhi syarat, LSM yang peduli akan masalah anak, Lembaga Lembaga perlindungan anak, badan dan pimpinan agama , anak muda yang peduli kepentingan anak masukan dalam system pemerintahan dll).
Pemerintah harus aktif dalam mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat untuk bertanggung jawab, anak anak harus diajarkan bagaimana dalam menghadapi tindakan kekerasan ataupun sebelum mengalami tindakan kekerasan apapun bentuknya dan segera mengambil langkah konkrit apabila terjadi kekerasan pada anak.
Pada akhirnya upaya yang terpadu dan melibatkan semua pihak dalam menangani permasalahan anak dan memberdayakan anak sesuai dengan apa yang telah disyaratkan pada Konvensi Hak Anak. Kebijakan Pemerintahlah yang diperlukan untuk mengurangi dan menghindarkan diri dari akibat negatif.
Oleh karenanya Bangkitlah Anak Indonesia jadilah anak yang paling ikhlas bukan menjadi yang paling baik karena dalam kebaikan belum tentu ada ke ikhlasan dengan begitu anak kita dapat mengerti sebesar apapun kebihan yang ada hanya sebentar oleh karenanya berusahalah untuk rendah hati dalam segala hal. “Bekerja dengan Semangat Kasih Akan Menciptakan Kedamaian”.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) Kampus Surabaya