
SINGKAWANG | duta.co – Seminar Nasional “Membentuk Ekosistem Penguatan Moderasi Beragama” yang diselenggarakan di Hotel Swiss-Bellin Singkawang pada Selasa, 21 Oktober, menghadirkan Prof. Dr. Maskuri Bakti, M.Si. dari Universitas Islam Malang.
Ia didapuk sebagai salah satu pembicara kunci. Dalam paparannya, Prof. Maskuri menyoroti bagaimana praktik kerukunan di Kota Singkawang. Ini mencerminkan keberhasilan implementasi moderasi beragama, bahkan melebihi konsep teoritis yang ada.
Maskuri memulai dengan mengapresiasi Kota Singkawang yang dinilainya telah memiliki “good practices” dalam menjaga keutuhan di tengah keberagaman.
“Sesungguhnya kita ini hanya ingin mencoba untuk inline atau tidak antara teori dengan praktik, tapi ternyata praktiknya itu sudah dilakukan di Singkawang,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa keragaman adalah keniscayaan dan kekayaan bangsa, bukan pemicu perbedaan.
“Agama apapun memiliki sebuah value yang value-nya itu adalah harmoni,” tambahnya, merujuk pada prinsip keharmonisan yang universal di setiap agama.
Mantan Rektor UNISMA periode 2014-2024 ini juga memuji peran pemerintah Kota Singkawang dalam menciptakan harmonisasi, terutama saat perayaan hari-hari besar agama, di mana pemerintah hadir untuk mendukung dan menciptakan model harmonisasi.
Ia lalu membandingkan hal ini dengan Piagam Madinah, konstitusi pertama di dunia, yang lahir dari konflik internal dan bertujuan membangun persatuan di antara umat manusia.
Lebih lanjut, Maskuri menyoroti tantangan sosial dan keamanan yang kerap muncul, seperti terorisme, ekstremisme, dan radikalisme yang mengatasnamakan agama.
Ia juga memperingatkan bahwa konflik internal umat beragama justru lebih sering terjadi karena perbedaan pemahaman terhadap kitab suci. Namun, untuk antarumat beragama, Singkawang telah menjadi “rule model”.
Ia menekankan bahwa moderasi beragama, atau multikulturalisme, bangkit di era 1960-an dan 1970-an di berbagai negara maju sebagai respons terhadap diskriminasi imigran. Kebijakan pemerintah dalam moderasi beragama di Indonesia didasarkan pada Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama, serta Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2024.
Prof Maskuri berharap, Singkawang tidak hanya menjadi model Indonesia, tetapi juga sumber inspirasi bagi persatuan dunia. “Kalau sudah sumber inspirasi itu… yang ditanya adalah siapa walikotanya, siapa tokoh agamanya, siapa kepala kanwilnya, siapa kepala kantor kabupatennya, siapa kepala dinasnya.”
:Ini semuanya tersistem di sini,” pungkasnya, menunjukkan bahwa keberhasilan moderasi beragama adalah hasil kerja sistematis dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah.(*)