
PONTIANAK | duta.co — Kolaborasi lintas lembaga dalam dunia pendidikan menjadi sorotan utama dalam Seminar Pendidikan bertema “Kolaborasi Pendidikan untuk Keberagaman” yang digelar di Aula PLHUT Kementerian Agama Kota Pontianak, Sabtu (7/12).
Acara ini merupakan inisiasi Mahasiswa Kandidat Doktor Mengabdi Prodi PAI Multikultural UNISMA Malang bekerja sama denganĀ Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak, Universitas PGRI Pontianak, dan sejumlah organisasi seperti Perempuan ICMI KKR dan PC Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Pontianak. Kegiatan ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan pendidik, akademisi, hingga mahasiswa.
Ketua PW PERGUNU Kalimantan Barat, Jasmin Haris, yang membuka acara ini, menegaskan komitmen lembaganya dalam meningkatkan kualitas SDM melalui program beasiswa hingga jenjang S3. “Seminar ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam dunia pendidikan, khususnya dalam menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan keberagaman,” tuturnya.
H Ruslan, MAg, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak, dalam paparannya menegaskan peran penting guru dalam membangun harmoni di tengah keberagaman etnis dan agama. “Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari kurikulum. Guru perlu mengintegrasikan nilai-nilai keberagaman agar siswa tumbuh menjadi individu yang menghormati perbedaan,” ujarnya.
Sementara itu, Dr Nur Hamzah Syawal, MPd, Ketua Prodi Magister Studi Islam IAIN Pontianak, menyampaikan pentingnya pendidikan usia dini. Ia menekankan bahwa masa emas perkembangan otak anak berada pada usia 0-8 tahun. “Periode ini menentukan pembentukan karakter. Pendidikan yang salah di usia dini dapat berdampak negatif dalam jangka panjang,” jelasnya.
Tantangan Perlindungan Anak
Niyah Nurniyati, SP, Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Pontianak, menyampaikan data yang mengkhawatirkan terkait kekerasan terhadap anak. Ia mengajak seluruh peserta untuk berperan aktif dalam upaya perlindungan anak di satuan pendidikan. “Penyelenggaraan pendidikan harus bebas dari diskriminasi dan kekerasan. Guru memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan lingkungan belajar yang aman bagi siswa,” katanya.
Fery Yanto, MPd, seorang pendidik sekaligus kandidat doktor, menekankan bahwa keberagaman di dalam kelas harus dikelola dengan bijak. “Perbedaan budaya, suku, dan bahasa di kalangan siswa adalah potensi besar yang dapat memperkaya proses pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan suasana inklusif yang mendukung toleransi,” ungkapnya.
Diharapkan melalui seminar ini mampuĀ menggugah kesadaran peserta tentang pentingnya kolaborasi pendidikan dalam membangun masyarakat yang inklusif dan toleran. Para peserta diharapkan dapat mengimplementasikan wawasan yang diperoleh untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan Barat. (*)