Keterangan gambar untar.ac.id
”Kita akan melihat bagaimana perjuangannya di masa lalu menjadi fondasi bagi kemajuan yang telah diraih, sekaligus merefleksikan tantangan yang masih dihadapi dalam mewujudkan sepenuhnya cita-cita emansipasinya.”

Oleh PA Kodrat Pramudho, Universitas Indonesia Maju (UIMA) Jakarta

LEBIH dari sekadar nama yang terukir dalam lembaran sejarah, Raden Ajeng (RA) Kartini menjelma menjadi simbol abadi emansipasi dan bara semangat perubahan bagi perempuan Indonesia. Judul “Kartini Kini: Cahaya yang Tak Pernah Padam” bukan sekadar retorika, melainkan sebuah pengakuan akan relevansi dan dampak perjuangannya yang terus membentang melintasi zaman.

“Kartini Kini” menegaskan bahwa warisan pemikiran dan aksi Kartini tidak lekang oleh waktu. Cahayanya tidak meredup seiring bergulirnya abad, melainkan terus terpancar dalam setiap pencapaian, aspirasi, dan perjuangan perempuan Indonesia modern. Dari bangku pendidikan yang kini terbuka lebar, hingga panggung kepemimpinan di berbagai sektor, jejak Kartini terasa begitu nyata.

“Cahaya yang Tak Pernah Padam” adalah metafora yang kuat untuk menggambarkan betapa inspirasi dan semangat Kartini terus menyala dalam jiwa perempuan Indonesia. Ia adalah suluh yang menerangi jalan menuju kesetaraan, keadilan, dan pembebasan dari belenggu ketidakadilan. Bahkan di tengah tantangan dan kompleksitas zaman, visinya tentang perempuan yang berdaya dan berpendidikan tetap menjadi kompas penuntun.

Melalui telaah ini, kita akan merunut bagaimana “cahaya” Kartini terus bersinar dalam berbagai aspek kehidupan perempuan Indonesia saat ini. Kita akan melihat bagaimana perjuangannya di masa lalu menjadi fondasi bagi kemajuan yang telah diraih, sekaligus merefleksikan tantangan yang masih dihadapi dalam mewujudkan sepenuhnya cita-cita emansipasinya. Mari kita selami bagaimana semangat Kartini terus hidup dan menjadi sumber inspirasi yang tak pernah lekang, menjadikan “Kartini Kini” bukan sekadar peringatan, melainkan sebuah realitas yang terus bertumbuh.

Kartini sebagai Inisiator Perubahan

“Kartini bukan sekadar tokoh sejarah”, kalimat ini ingin menyampaikan bahwa peran Kartini lebih dari sekadar figur masa lalu yang tercatat dalam buku sejarah. Ia bukan hanya seseorang yang hidup dan berjuang di zamannya, lalu kisahnya selesai begitu saja.

“Kartini pemantik api kesadaran”, metafora “pemantik api” untuk menggambarkan dampak perjuangan Kartini. “Api kesadaran” melambangkan bangkitnya pemikiran, pemahaman, dan keinginan untuk maju, khususnya bagi kaum perempuan. Jadi, Kartini tidak hanya dikenang, tetapi juga menginspirasi dan memicu perubahan cara pandang. Secara keseluruhan, kalimat ini menekankan bahwa Kartini adalah sosok yang memiliki pengaruh aktif dan berkelanjutan dalam membangkitkan kesadaran akan pentingnya emansipasi dan pendidikan bagi perempuan.

“Perjuangannya membuka ruang pendidikan bagi perempuan Jawa”, menegaskan  secara spesifik menyebutkan fokus perjuangan Kartini, yaitu membuka kesempatan dan akses pendidikan bagi perempuan di Jawa pada masanya. Ini menyoroti tindakan nyata dan hasil dari perjuangannya. “Perempuan dulu dibatasi budaya patriarki”, menjelaskan konteks sosial budaya saat itu. “Budaya patriarki” adalah sistem sosial di mana laki-laki memegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak milik, dan pengendalian properti. Dalam konteks ini, budaya patriarki membatasi ruang gerak dan kesempatan perempuan, termasuk dalam bidang pendidikan. Kalimat ini menjelaskan bahwa perjuangan Kartini secara langsung melawan batasan-batasan yang disebabkan oleh budaya patriarki dengan membuka jalan bagi pendidikan perempuan.

Gagasannya Ditulis dengan Jernih

“Gagasannya ditulis dengan jernih dalam surat-suratnya”: Kalimat ini menunjuk pada media utama Kartini dalam menyampaikan pemikiran dan aspirasinya, yaitu melalui surat-surat. Kata “jernih” menggambarkan betapa jelas, lugas, dan mudah dipahaminya ide-ide yang ia tuangkan dalam tulisannya.  Selanjutnya dari kumpulan surat-surat Kartini kemudian dibukukan dengan judul ikonik “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Judul ini sendiri sangat representatif dari perjuangan Kartini, menggambarkan harapan akan perubahan dari kegelapan ketidakadilan menuju cahaya kemajuan dan persamaan. Hal ini menjelaskan bahwa pemikiran-pemikiran Kartini terdokumentasi dan kemudian menyebar luas melalui publikasi bukunya, yang menjadi sumber inspirasi bagi generasi setelahnya.  Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, menjadi warisan berharga bagi perjuangan emansipasi wanita di Indonesia.

Dampaknya di Era Kini

“Akses pendidikan perempuan yang kini setara, sebagian besar adalah buah awal dari perjuangan Kartini.” 

“Akses pendidikan perempuan yang kini setara” merupakan bagian yang  menggambarkan kondisi saat ini di mana perempuan memiliki kesempatan yang sama atau hampir sama dengan laki-laki dalam memperoleh pendidikan di berbagai jenjang.”Sebagian besar adalah buah awal dari perjuangan Kartini”, hal ini menghubungkan kondisi kesetaraan akses pendidikan saat ini dengan perjuangan Kartini di masa lalu. Frasa “buah awal” mengisyaratkan bahwa perjuangan Kartini adalah fondasi atau langkah pertama yang sangat penting dalam mewujudkan kesetaraan ini. Meskipun ada kontribusi dari tokoh dan gerakan lain setelahnya, Kartini meletakkan dasar yang signifikan. Secara keseluruhan, kalimat ini menegaskan bahwa kondisi kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan saat ini tidak terlepas dari inisiatif dan perjuangan Kartini di masanya. Ia adalah pionir yang membuka jalan bagi kemajuan ini.

Perempuan Pemimpin di Berbagai Lini

“Perempuan pemimpin di berbagai lini”, hal ini menunjukkan bahwa perempuan saat ini tidak hanya berperan di satu atau dua bidang, tetapi telah mengambil peran kepemimpinan di berbagai sektor kehidupan. “Dari rumah tangga, profesi kesehatan, guru besar, menteri, hingga kepala negara”, bahwa kini terbukti dengan contoh konkret dari berbagai lini kehidupan di mana perempuan kini tampil sebagai pemimpin. Dimulai dari lingkup terkecil (rumah tangga), meluas ke berbagai profesi (kesehatan, ekonomi, dan teknik), akademisi (guru besar), pemerintahan (menteri), legislatif (wakil rakyat), yudikatif (hakim) hingga posisi tertinggi dalam negara (kepala negara). Semua ini menggambarkan kemajuan signifikan dalam peran perempuan di masyarakat, di mana mereka tidak lagi terbatas pada peran domestik, tetapi mampu menduduki posisi-posisi penting dan strategis di berbagai bidang.

“Kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi perempuan, yang semakin diakui di ruang publik”, bagian ini menyoroti hak perempuan untuk menyampaikan pikiran, ide, dan pandangan mereka tanpa adanya diskriminasi atau pembatasan yang tidak adil. Frasa ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi perempuan kini semakin diterima dan dihargai dalam forum-forum umum, baik itu media, diskusi putiblik, maupun ranah politik. Ada peningkatan kesadaran akan pentingnya suara perempuan dalam berbagai isu seperti dalam partai politik, keterwakilan dalam lembaga legislatif dan lainnya. Hal ini menekankan adanya perkembangan positif dalam pengakuan hak perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam diskursus publik dan menyampaikan pandangan mereka secara bebas.

“Gerakan perempuan modern: seperti kesetaraan gender, perlindungan terhadap kekerasan, hingga ruang partisipasi politik.” Kalimat ini merujuk pada berbagai upaya dan organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan di era kontemporer yang memberikan contoh isu-isu utama yang menjadi fokus gerakan perempuan modern. Kesetaraan gender sebagau upaya untuk mencapai kesamaan hak dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan di semua aspek kehidupan. Perlindungan terhadap kekerasan yang memperjuangkan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan perlindungan bagi korban. Dorongan berbagai pihak agar perempuan memiliki representasi dan keterlibatan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan politik di berbagai tingkatan. Gerakan perempuan saat ini memiliki agenda yang luas, mencakup berbagai isu krusial yang bertujuan untuk meningkatkan status dan hak-hak perempuan dalam masyarakat. Meskipun perjuangannya dimulai lebih dari seabad lalu, dampaknya masih terasa hingga kini dalam peningkatan akses pendidikan, peran kepemimpinan, kebebasan berekspresi, dan munculnya gerakan perempuan modern dengan berbagai agendanya. Kartini adalah inspirasi awal yang terus memicu kemajuan bagi perempuan Indonesia.

Refleksi dan Ajakannya

 Apakah kita sudah benar-benar melanjutkan perjuangan Kartini?”

Kata ganti orang jamak pertama ini merujuk kepada seluruh masyarakat Indonesia, atau mungkin secara lebih spesifik kepada generasi penerus bangsa. Pertanyaan “apakah sudah benar-benar melanjutkan perjuangan Kartini?”, merupakan pertanyaan reflektif yang mengajak untuk mengevaluasi sejauh mana nilai-nilai dan cita-cita perjuangan Kartini telah diimplementasikan dan diteruskan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Pertanyaan ini menyiratkan adanya kemungkinan bahwa perjuangan tersebut belum sepenuhnya tuntas atau bahkan belum sepenuhnya dipahami dan diamalkan.

Secara keseluruhan, kalimat ini adalah sebuah introspeksi kritis. Ia menantang kita untuk merenungkan apakah kemajuan yang telah dicapai oleh perempuan Indonesia saat ini benar-benar merupakan kelanjutan yang sesungguhnya dari visi dan misi Kartini, ataukah masih terdapat kesenjangan dan tantangan yang belum terselesaikan.

“Apakah anak perempuan di pelosok negeri sudah benar-benar merdeka dari ketidakadilan?”, frasa ini secara spesifik menyoroti kelompok perempuan yang seringkali berada dalam kondisi yang paling rentan dan terpinggirkan secara geografis dan sosial-ekonomi. “Pelosok negeri” mengindikasikan daerah-daerah terpencil yang mungkin memiliki keterbatasan akses dan infrastruktur. ”Sudahkah mereka benar-benar merdeka dari ketidakadilan?”, mempertanyakan apakah anak-anak perempuan di daerah-daerah terpencil telah sepenuhnya terbebas dari berbagai bentuk ketidakadilan, seperti diskriminasi dalam pendidikan, pernikahan dini, kekerasan, atau keterbatasan dalam meraih potensi diri. Kata “benar-benar merdeka” menekankan pada pembebasan yang sesungguhnya dan menyeluruh.

Kalimat ini adalah pertanyaan yang penuh kepedulian dan kepekaan sosial. Ia menggugah kesadaran kita tentang potensi adanya ketidaksetaraan yang masih dialami oleh kelompok perempuan yang paling membutuhkan perhatian, dan menantang kita untuk memastikan bahwa kemerdekaan dan keadilan benar-benar dirasakan oleh seluruh anak bangsa, tanpa terkecuali.

Mari menjadi Kartini masa kini — perempuan dan laki-laki — yang berjuang melalui pendidikan, karya, dan keberanian bersuara.”

“Mari menjadi Kartini masa kini”, merupakan sebuah ajakan atau seruan untuk meneladani semangat dan nilai-nilai perjuangan Kartini dalam konteks zaman sekarang. Frasa “Kartini masa kini” tidak terbatas pada perempuan saja. Secara eksplisit memperluas cakupan ajakan menjadi “Kartini masa kini” tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan, tetapi juga laki-laki. Ini menekankan bahwa perjuangan untuk kesetaraan dan keadilan adalah tanggung jawab bersama.

”Berjuang melalui pendidikan, karya, dan keberanian bersuara”, ajakan ini memberikan tiga cara konkret bagaimana semangat Kartini dapat diwujudkan di era modern yaitu pendidikan yang mengedepankan ilmu pengetahuan dan pembelajaran sebagai alat untuk memajukan diri dan masyarakat; karya yang memberikan kontribusi positif melalui pekerjaan, kreativitas, dan inovasi di berbagai bidang; serta keberanian bersuara yaitu aktif menyampaikan pendapat, mengkritisi ketidakadilan, dan memperjuangkan kebenaran.

Kalimat ini adalah sebuah ajakan yang inspiratif dan inklusif. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki, untuk meneruskan semangat perjuangan Kartini melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari, yaitu melalui pendidikan, karya yang bermanfaat, dan keberanian untuk menyuarakan keadilan.

“Kartini bukan hanya nama dalam buku sejarah”.  Kalimat ini kembali menegaskan bahwa Kartini lebih dari sekadar identitas atau label yang tertulis. Ia memiliki makna dan pengaruh yang jauh lebih dalam. Meskipun Kartini adalah tokoh historis, keberadaannya tidak hanya terbatas pada catatan masa lalu. Penulis ingin menyampaikan bahwa Kartini adalah sosok yang hidup dan relevan di luar lembaran buku sejarah. “Ia adalah gema”: Metafora “gema” menggambarkan bagaimana pemikiran dan semangat Kartini terus bergema, beresonansi, dan memberikan dampak yang berkelanjutan dari generasi ke generasi. Gema juga menyiratkan adanya warisan nilai yang terus diperdengarkan dan dihayati. “Ia adalah cahaya”: Metafora “cahaya” melambangkan inspirasi, pencerahan, dan harapan. Kartini adalah sosok yang menerangi jalan bagi perempuan Indonesia, memberikan visi dan semangat untuk meraih kemajuan dan kesetaraan. Cahaya juga menyiratkan adanya petunjuk dan arah yang diberikan oleh perjuangannya. Kedua metafora ini secara puitis menggambarkan betapa mendalam dan signifikannya pengaruh Kartini bagi bangsa Indonesia.

“Dan hari ini, setiap langkah perempuan Indonesia adalah kelanjutan puisinya yang belum selesai.” Frasa ini menghubungkan warisan Kartini dengan realitas masa kini. “Setiap langkah” mengisyaratkan bahwa setiap tindakan, pencapaian, dan kontribusi perempuan Indonesia di berbagai bidang adalah bagian dari kesinambungan perjuangan Kartini. Metafora “puisi yang belum selesai” sangat kuat. Puisi melambangkan keindahan, ekspresi jiwa, dan narasi kehidupan. “Belum selesai” mengandung arti bahwa cita-cita Kartini tentang kemajuan dan kesetaraan perempuan masih terus diupayakan dan diwujudkan hingga saat ini. Setiap langkah maju perempuan adalah baris-baris baru dalam puisi perjuangan yang telah Kartini rintis. Kartini bukan sekadar tokoh sejarah yang dikenang, tetapi semangatnya terus hidup dan menjelma dalam setiap kemajuan yang diraih oleh perempuan Indonesia. Perjuangan Kartini adalah sebuah narasi yang terus berlanjut, ditulis oleh setiap perempuan yang berkarya dan berjuang di masa kini.(*)

 

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry