Untuk Jaga Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI

SILATURAHMI PWNU-POLDA JATIM: Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin bersama Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakil Alallah pada acara silaturahmi Polda Jatim dengan kiai dan PWNU Jawa Timur di Kantor PWNU, Surabaya, Jumat (10/2).|Duta/ridho

SURABAYA -Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin berkunjung ke Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Jumat (10/2). Kunjungan dimaksudkan untuk memperkuat sinergi kerja sama antara NU dan polisi guna menciptakan keamanan, kesejahteraan, dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat.

PWNU dan Polda Jatim sepakat  bersama-sama menghadapi gerakan-gerakan yang dapat mengancam keutuhan NKRI, mengesampingkan konstitusi negara UUD 1945, apalagi ingin mengganti Pancasila.

“Makanya di sini NU dan Polri harus bergandeng tangan bersama elemen masyarakat yang lain, bersatu menghadapi gerakan-gerakan itu yang saat ini mulai marak di mana-mana,” ujar Ketua PWNU Jatim KH Hasan Mutawakil Alallah didampingi jajaran PWNU yang lain.

Ditegaskan Kiai Mutawakkil, titik temu sinergi NU dan polisi itu ada dalam kata masyarakat. Sehingga walaupun berbeda posisi, tapi keduanya memiliki tujuan yang sama. Bahkan kalau boleh diibaratkan tim sepak bola, ada sayap kanan dan sayap kiri. Beda posisi tapi harus bisa menciptakan goal mengambil ball position bersama-sama menciptakan goal.

“Cita-cita nasional dari para founding father kita, yakni terciptanya masyarakat yang adil dan makmur serta selalu dalam lindungan Allah. Dalam bahasa Alquran-nya, ‘fiddunnya hasanah wafil akhirati hasanah’ yang digambarkan juga dengan baldatun thoyyibatun warabbun ghofur,” ungkap pemangku Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo tersebut.

Bentuk konkret kerja sama NU dan polisi, lanjut kiai Mutawakkil, bisa dalam bentuk community police atau mitra polisi dengan masyarakat dengan menggunakan strategi yang lebih riil lagi. Misalnya Polda dengan PWNU di tingkat provinsi, Polres dengan PCNU di kabupaten/kota, Polsek dengan MWCNU di tingkat kecamatan, hingga Babinsa dengan ranting NU di tingkat desa.

“Kami ingin bersinergi untuk lebih  mengenal lingkungan terutama terhadap orang baru yang mencurigakan supaya bisa dilaporkan RT atau ketua ranting NU dibantu tokoh masyarakat dan kepolisian,” harapnya.

Ia mengakui perjuangan atas nama agama tapi dicampur aduk dengan kepentingan politik kekuasaan bahkan kadang jebakan kekuasaan dan memperkaya diri dicambur aduk dengan label agama saat ini kian marak sehingga membuat atmosfer Indonesia semakin panas.

Yang banyak sekarang, kata Kiai Mutawakil, adalah pengaruh gerakan transnasional. Yang kelihatan adalah movement political of Islam (kemasan agama tapi isinya gerakan Islam).  “Ini yang harus kita antisiapasi dan menjadi tugas kita bersama karena pendiri bangsa ini adalah ulama dan masyayikh yang sudah menyatakan bahwa NKRI final, bela tanah air itu wajib hukumnya sehingga menjaga keutuhan NKRI menjdi fardu ain bagi warga NU. Itu kan maching dengan tugas polisi,” tegasnya.

Tutup Pendataaan Ulama

Kiai Mutawakkil juga menyebut berita bahwa pendataan ulama dan kiai pondok pesantren yang dilakukan polisi itu hanya isu. Sebab,  persoalan itu bukan domain kepolisian melainkan Kemenag dan MUI yang dikordinasikan dengan Ormas keagamaan.

Ironisnya lagi, liberalisasi media, khususnya media sosial, semakin memudahkan seseorang atau kelompok membuat berita bohong atau pelintiran. Tujuannya mengadu domba Ormas keagamaan satu dengan yang lain, agama dengan agama, etnis dengan etnis, bahkan mengadu domba rakyat dengan pemerintah.

“NU jadi sasaran utama itu karena NU selama perjalanan bangsa menjadi mediator antara kepentingan pemerintah dengan masyarakat. Sehingga Indonesia selama ini aman. Tapi NU juga tak segan-segan mengkritik pemerintah kalau kebijakannya tidak prorakyat,” ungkap Kiai Mutawakkil.

Kalau di luar negeri yang terjadi perang saudara itu, kata kiai Mutawakkil, karena tak ada unsur civil society yang memiliki kultur yang kuat dan menancap di negara tersebut. Sehingga, ketika negara beda keinginan dengan rakyat terjadi tabrakan antara kekuatan negara dengan rakyat bahkan mereka tak segan memuntahkan peluru untuk perang saudara dan yang jadi korban adalah rakyat sendiri.

Ditambahkan, Jatim adalah barometer nasional sehingga Jatim kerap dijadikan tes case dalam upaya memperkeruh situasi nasional. “Makanya, saya minta wacana pendataan ulama ini ditutup saja supaya tidak memperkeruh susana dan nanti dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. Sekarang bukan momentumnya dalam situasi seperti ini,” tegasnya.

Secara khusus, PWNU Jatim juga mengucapkan rasa terima kasih kepada Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian karena mempercayakan kursi Kapolda Jatim kepada Machfud Arifin. “Mudah-mudahan komunikasi dan sinergi antara ulama dengan polisi semakin baik ke depan,” imbuhnya.

Sementara itu Kapolda Jatim, Irjen Pol Machfud Arifin menjelaskan bahwa silaturahmi ini untuk sinergi kerja sama dalam menciptakan keamanan yang kondusif di Jatim. “Kita tahu NU memiliki modal sosial yang sangat besar di Jatim sehingga kami ingin bersinergi supaya Jatim tetap kondusif tak mudah terpengaruh dengan situasi nasional,” jelasnya.

Ia juga tidak ingin kunjungan polisi ini dicampuradukkan dengan wacana Kemenag terkait sertifikasi atau standarisasi khatib sehingga bisa membuat orang bingung.

“Saya ini pejabat baru ingin mengenal lebih dekat ulama dan kiai-kiai di Jatim.Tujuannya supaya kalau Polda ingin membuat istigasah besar kalau mengundang mereka tidak salah nama dan alamat. Jadi jangan dicampur pendataan yang dilakukan polisi dengan wacana sertifikasi dari Kemenag,” tegas Machfud Arifin.

Kesimpangsiuran kabar pendataan itu, diakui Kapolda Jatim sudah dilakukan klarifikasi kepada Ormas kegamaan seperti NU, maupun secara langsung ke personal kiai-kiai sepuh di Jatim. “Sudah, saya minta jangan diperpanjang. Saya sudah klarifikasi ke Ormas keagamaan maupun personal kiai-kiai,” pungkas Machfud Arifin.

Gambar Palu Arit di Madura

Pada kesempatan tersebut, PWNU Jatim juga  meminta aparat kepolisian mengusut temuan gambar palu-arit di Desa Bilaan, Kecamatan Proppo, Kabupaten Pamekasan, Madura. Kiai Mutawakkil menegaskan, paham komunis tidak dibenarkan hidup di Indonesia.

“Itu urusannya Pak Polisi, nanti yang mengusut kebenarannya. Kalau itu benar, ya harus jelas diselidiki,” kata Kiai Mutawakkil kepada wartawan usai acara silaturahmi.

Dia menerangkan, konsensus dari para pendiri bangsa, termasuk dari para ulama, dengan Pancasila sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan konsensus RI. Siapa pun yang hendak hidup di bumi pertiwi ini harus percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinannya masing-masing. “Bagi mereka yang tidak mau ber-Tuhan seperti komunis, Indonesia bukan tempatnya,” tuturnya.

Kiai Mutawakkil menilai, penyebaran palu-arit ke tengah masyarakat, terkait pertarungan negara-negara besar dalam berkompetisi global. “Ini dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional dan dapat merapuhkan ketahanan nasional. Ini harus diwaspadai,” jelasnya. ud

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry