PROBOLINGGO | duta.co – Inisiasi dan jargon ‘Setiap santri adalah kantor berita Islam’ tercetus dalam seminar Pengembangan Media Pesantren di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Jatim, (4/2/2024). Seminar yang diinisiasi Biro Kominfo Pesantren Genggong ini diikuti seratusan peserta dari pengelola media pesantren.
Seminar dipandu langsung KH Ahsan Hasan Malik, pengasuh Pesantren Genggong yang juga kepala Kominfo. Nun Alik, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya integrasi dan kolaborasi intensif antar media pesantren dan antar unit di lingkungannya.
Di tengah gempuran era disrupsi digital yang mengubah banyak aspek kehidupan, Nun Alik memaparkan pentingnya pesantren untuk tidak hanya beradaptasi, tetapi juga menjadi pelopor dalam pemanfaatan media. “Pesantren sebagai lokomotif pendidikan Islam tradisional Indonesia harus bergerak dinamis menghadapi tantangan zaman. Terutama perkembangan teknologi,” pesannya.
Untuk inilah pesantren Genggong akan terus mengembangkan Genggong Nusantara sebagai media Islam nasional berbasis pesantren pertama di Indonesia. Media Genggong Nusantara akan berkolaborasi secara nasional dan internasional untuk penguatan literasi keislaman dan kepesantrenan di Indonesia.
“InsyaAllah, Genggong Nusantara bisa menjadi Kantor Berita Islam dan Pesantren berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah di Indonesia,” ucap Nun Alik.
Setiap Santri adalah Kantor Berita Islam
Untuk memperkuat visi itu, dalam seminar ini Kominfo Genggong menghadirkan pembicara, Khoirul Anwar, pengurus LTN PBNU. Ia menyampaikan urgensi pesantren untuk menanamkan literasi keislaman yang autentik.
“Literasi ini tidak hanya penting sebagai identitas khas pendidikan Islam Indonesia, tetapi juga sebagai fondasi penting dalam menghadapi arus informasi digital yang tidak terbendung,” ucap Gus Anwar.
Lebih jauh, dosen Media Technology UIN Maliki Malang ini menegaskan bahwa di era big data saat ini, pesantren perlu memperkuat engagement mereka melalui kolaborasi konten digital.
“Ini bukan hanya tentang adaptasi, tetapi juga tentang mengambil peran aktif dalam menciptakan dan menyebarluaskan konten keislaman yang berkualitas dan otentik,” ujarnya.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan dalam seminar ini adalah peran santri. Santri, sebagai bagian integral dari pesantren, didorong untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi. Lebih dari itu, mereka harus menjadi kreator. Menciptakan dan menyebarluaskan konten keislaman yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan mereka.
“Santri penting untuk didorong menjadikan diri mereka sebagai kantor berita Islam, sebuah peran yang tidak hanya menempatkan mereka sebagai pemain aktif dalam penyebaran informasi keislaman, tetapi juga sebagai pembentuk opini dan pemikiran Islam kontemporer. Santri sudah harus dibawa dalam dakwah semesta yang lebih luas,” pesannya.
Santri, sambung Gus Anwar, memiliki arti yang luas. Bukan hanya yang sedang nyantri saja, tapi mereka yang selalu belajar mengikuti dawuh kiainya adalah santri. Santri tidak pernah hilang walau sudah menjadi alumni.
“Di sini sangat bagus untuk menjadi menjadikan setiap santri adalah kantor berita Islam untuk memperkuat dakwah semesta itu,” tandas alumnus Darul Ulum Jombang yang juga pengasuh Pesantren Darul Muslimin, Ploso, Jombang, ini.
Pernyataan ini tidak hanya menjadi penutup yang mengesankan untuk seminar tetapi juga menjadi pemanggilan aksi bagi seluruh komunitas pesantren.
Inisiatif “Setiap santri adalah kantor berita Islam” yang tercetus dalam seminar ini bukan hanya sekedar slogan. Ini adalah panggilan untuk transformasi, sebuah gerakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam tradisional dengan inovasi teknologi terkini.
Ponpes Zainul Hasan Genggong, melalui seminar ini, telah meletakkan batu pertama dalam membangun jembatan yang menghubungkan tradisi keislaman dengan era digital, sebuah langkah yang berani dalam meneguhkan posisi pendidikan Islam di tengah arus perubahan global.
Sebagai langkah awal, seminar ini telah membuka berbagai diskusi dan wawasan baru. “Dengan kolaborasi, sinergi, dan inovasi yang terus menerus, pesantren di Indonesia, dengan santri-santrinya, bisa mengambil peran mereka dalam narasi global. Bukan hanya sebagai pengikut tetapi sebagai pemimpin dan inovator dalam menyebarkan pesan damai dan pencerahan yang dibawa oleh Islam ke setiap sudut dunia,” pesan Gus Anwar.
Semangat yang dibawa oleh seminar ini diharapkan tidak hanya berhenti sebagai ide. Tetapi berkembang menjadi gerakan yang melibatkan lebih banyak pesantren dan santri di seluruh Indonesia.
Di akhir seminar, para peserta juga diajak menyelami dan mempraktikkan teknologi AI untuk membuat konten. Hasil teknologi AI itu mereka kuatkan lagi dengan knowledge asset keilmuan yang mereka pelajari di pesantren.
“Bismillah, dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan dedikasi, inisiatif “Setiap santri adalah kantor berita Islam” siap untuk membawa perubahan positif dan membentuk masa depan pendidikan Islam di era digital,” ucap Ustad Rifki Adlan, salah satu pengurus Kominfo. (*)