Bupati Bojonegoro Suyoto

 

Bupati Bojonegoro
Suyoto (duta.co/dok)

BOJONEGORO|duta.co – Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengalihan wewenang penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah provinsi, menjadi pekerjaan rumah bagi daerah kabupaten/kota. Melalui aturan itu, pengelolaan SMA/SMK Se-Jawa Timur resmi menjadi kewenangan Pemprov Jatim. Dengan kewenangan pengelolaan itu, Pemprov Jatim menerapkan standar sumbangan pendanaan pendidikan (SPP) baru yang berlaku untuk SMA/SMK.

Menyikapi itu, Bupati Bojonegoro, Suyoto, menilai, kini tak perlu perlu lagi menyoal biaya pendidikan. “Pertanyaannya, satu. Sekolah gratis atau terjangkau?.” Pertanyaan itu, sebenarnya sudah jauh menjadi pemikiran Kang Yoto ,panggilan akrab Suyoto, saat pertama kali mengetahui angka partisipasi sekolah SLTP dan SLTA di Bojonegoro rendah. Dia memberi gambaran, tahun 2007 di beberapa kab/kota sudah menerapkan sekolah gratis. Dan Bojonegoro lebih memilih pendekatan sekolah terjangkau, bukan gratis.

Pertama, di lima tahun pertama jabatan Kang Yoto sebagai bupati, anggaran pemerintah pada saat itu sangat jauh dari cukup. Fokus utamanya ada pada pembangunan  infrastruktur jalan, pertanian, kesehatan dan pendidikan. Kedua, jumlah sekolah swasta di Bojonegoro banyak. Karena itu, menurutnya, kalau harus gratis tidak boleh hanya sekolah negeri saja. Sementara yang swasta, tetap bayar. Ketiga, di Bojonegoro sudah ada sekolah yang karena usianya, memiliki reputasi unggulan. Para orang tua dengan suka rela mau membayar, guna peningkatan proses belajar mengajar.

Keempat, pemberian BOS dalam jumlah besar yang membuat sekolah mampu menutup biaya operasionalnya, sehingga tidak perlu lagi menarik siswa alias sekolah gratis. Namun dalam praktiknya, ini membawa masalah, terutama soal perbedaan kebutuhan biaya masing-masing sekolah desa kota yang selama ini berbeda. (imm)

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry