Habiburrahman El Shirazy (kanan) bersama Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) (tengah) saat peluncuran novel Bidadari Bermata Bening di Pesantren Tebuireng Jombang. (Duta.co/Hakim)

JOMBANG | duta.co — Kehadiran novelis kondang Habiburrahman El Shirazy di Pesantren Tebuireng Jombang, disambut antusiasme lebih dari seribu santri yang memenuhi Masjid Ulul Albab Tebuireng, Jumat (28/4/2017) sore. Dalam peluncuran novel terbaru berjudul Bidadari Bermata Bening, penulis yang akrab dipanggil Kang Abik ini sejak awal penuturannya berhasil memukau peserta yang berulangkali memberikan aplaus.

Selain mengulas isi novel terbarunya, alumnus Universitas Al-Azhar Mesir ini juga memotivasi peserta agar membuat karya yang menarik minat pembaca. Menurut dia, menjadi penulis membutuhkan proses panjang, yang dimulai dari hal-hal kecil. Pria kelahiran Semarang ini pun bercerita, saat mulai belajar menulis di majalah dinding (mading), tidak jarang dia dipandang sebelah mata oleh teman-temannya.

“Lakukan apa yang saya lakukan dulu. Tidak ada penulis yang sukses jika tidak diawali dari satu kata, dua kata. Tidak ada penulis yang langsung sukses. Saya pun mulai menulis dari majalah dinding,” ujarnya.

Selain itu, Kang Abik menuturkan bahwa penguasaan data untuk menyusun alur cerita yang menarik dan menggungah, juga sangat penting. “Data itu sangat penting. Saya menulis (novel) ini pakai riset,” ungkapnya.

Agar menarik, cerita apa pun harus dibumbui konflik. “Bisa hard conflict, bisa soft conflict, atau inner conflict (konflik batin). Dan harus ada sudut pandang pengarang,” imbuh alumnus Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta ini.

Selain berbagi kiat menjadi penulis, Kang Abik juga bercerita bahwa ibunya dulu sempat menginginkan dia belajar di Pesantren Tebuireng. Karena itu, meski belum pernah berkunjung, dia mengaku sudah jatuh cinta pada pesantren yang didirikan Hadratus Syaikh KHM Hasyim Asy’ari ini. “Tebuireng adalah tempat yang dulu diinginkan Ibu saya untuk mondok,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Pengasuh Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz memuji novel ke-15 Kang Abik ini. “Ini bukan sekadar novel. Tapi lebih kepada keintiman kehidupan seorang santri dan cita-cita yang diperjuangkan. Ada unsur ibadah dan iman yang dimunculkan, sebagai kekayaan religi pesantren,” ucap pria yang akrab dipanggil Gus Kikin ini.

Gus Kikin memuji Kang Abik sebagai santri yang mampu merefleksikan dunia pesantren ke dalam bentuk tekstual yang indah dan kaya akan simbol sastra. “Tidak melulu menghadirkan hal yang berbau cinta dalam novel, tetapi membubuhkan pesan bernuansa religi di dalam setiap karya-karyanya,” puji bapak dua anak ini.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Kikin juga berpesan agar para santri memilih jenis buku bacaannya. Menurut dia, jika para santri gemar membaca novel Barat, secara tidak langsung watak dan perilakunya akan cenderung meniru budaya mereka.

Menurut cicit KHM Hasyim Asy’ari iju, kalau santri membaca komik Superman, misalnya, bisa jadi dia akan berkhayal bisa terbang. Kalau yang dibaca buku karya JK. Rowling, dia juga akan berimajinasi menaiki sapu terbang. “Tapi, jika ada novel yang berkualitas seperti ini, bisa jadi orang asing akan termotivasi dengan budaya Indonesia dan tertarik untuk mempelajari. Khususnya dunia kepesantrenan,” pungkasnya. (hkm)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry