
SURABAYA | duta.co — KH M Ishaq Masykuri dzuriyah (cucu pendiri) Nahdlatul Ulama (NU), KH Baidhowi, Lasem, Jawa Tengah, mengamini usulan KH Said Aqil Siroj (Kiai SAS) bahwa pemberian Konsesi Tambang harus dikembalikan ke pemerintah.
“Saya sangat amat yakin, kalau PBNU mengelola tambang, sampai kiamat jamiyah ini akan geger terus. Bukan tempatnya jamiyah sibuk urusan duit,” tegas KH M Ishaq Masykuri pengasuh Ponpes Putri Kuttabul Banat, Lasem, Jawa Tengah kepada duta.co, Sabtu 20/12/25).
Menurut dzuriyah (cucu pendiri) Nahdlatul Ulama (NU), KH Baidhowi ini, problem jamiyah bukan soal islah, bukan soal damai. “Damai kalau dalam kejahatan buat apa, malah rusak. PBNU itu tempatnya orang pintar-pintar, masak diminta islah. Menurut hemat saya, masalah pokok NU itu tumbuhnya budaya riswah. Saya tahu sendiri, mengalami sendiri. Ini tidak bisa dianggap enteng,” tegasnya.

Ia kemudian menyebut forum Muktamar, Konferwil bahkan Konfercab. Budaya riswah ini sudah mewabah di mana-mana. “Kalau ingin membenahi jamiyah NU, maka, jauhkan organisasi ini dari praktek riswah. Saya sangat yakin, ini (riswah) sudah merambah sampai bawah. Karena itu ada anggapan, menjadi pengurus NU itu mencari pekerjaan. Ini kesalahan fatal,” tegasnya.
Ditanya tentang pertemuan (lanjutan) para sesepuh NU di Ponpes Lirboyo, KH M Ishaq Masykuri mengaku dirinya belum mendapat undangan. “Andaikan diundang, saya akan bicara, bawah, jalan Islah itu hanya untuk menenteramkan hati nahdliyin. Tetapi pokok masalahnya harus dituntaskan: Hentikan budaya riswah. Tanpa itu, sampai kapan pun pengurus NU akan geger soal duit. Sekarang ada yang bilang urusan ideologi (zionis), itu keliru. Lihat komentar Islah Bahrawi, kalau ada yang bilang bukan urusan tambang, dia siap berdebat. Nah lho,” pungkasnya sambil berkisah, bahwa, dirinya sedang usul penerapan sistem AHWA yang benar di Muktamar mendatang. (mky)






































