Backdrop seminar yang membuat heboh umat Islam. (FT/dawauinsa.com)

SURABAYA | duta.co – Muhammad Yaser Arafat, orang ini tiba-tiba menjadi terkenal. Gara-garanya sepele, menjadi nara sumber di sebuah seminar bertajuk ‘Jejak Pelacur Arab dalam Seni Baca Alquran’ yang diselenggarakan UIN Sumatera Utara awal pekan ini. Sampai Rabu (13/12/2017), nama Yaser Arafat itu masih terus di dunia media sosial.

Dalam satu makalah, Muhammad Yaser Arafat mengaku telah melacak ihwal seni pembacaan Alquran yang berirama pada era Arab arkais. Hasil penelitiannya mengejutkan, karena seni pembacaan Alquran ‘berutang’ terhadap para perempuan penyanyi dan pekerja seks atau pelacur yang dalam bahasa Arab disebut “al-qaynah/al-qiyan”.

“Di saat festival puisi diselenggarakan, orang-orang Arab menyaksikan pelantunan puisi sambil menenggak anggur atau perasan kurma dan menikmati nyanyian plus servis erotisme yang disediakan oleh para al-qaynah/al-qiyan,” demikian tertulis dalam halaman pertama makalah presentasi yang ditemukan suara.com.

Masih dalam makalah itu, Arafat menuliskan, kebudayaan musikal orang Arab pada masa itu dirumuskan oleh kaum Qaynah atau PSK. Mengapa? Karena kaum laki-laki sibuk berperang dan berdagang. Selain menyanyi dan tampil di panggung, kewajiban qaynah mencakup pekerjaan menuangkan anggur dan menyediakan jasa erotisme.

Aktivitas para pelacur itu juga telah turut menyumbang perdagangan budak-budak yang cukup berjalan baik di pasar-pasar terkenal Arab era itu, seperti di Madinah, Thaif, dan ‘Ukaz.

“Di antara para qaynah itu akan menuangkan anggur saat yang lain sedang menyanyi. Dada mereka dibiarkan terbuka untuk setiap mata yang menadang sambil melakukan penawaran kencan,” tulisnya.

Arafat juga mencatat sejumlah nama-nama pelacur yang kala itu beken di Arab. Misalnya, Jaradah dari suku ‘Ad, Mulaykah, Binti ‘Afzar, dan Hurairah. Ada pula qaynah yang telah “dirawat” oleh para saudagar Arab.

“Produksi seni nyanyian para qaynah inilah yang membangun tradisi berirama dalam era Islam serta setelahnya, khususnya pada abad ke-9 Masehi, saat Ishaq al-Mawshili, ahli musik, hidup,” tulisnya.

Ia menuliskan pula, beberapa lagu yang dipilih untuk Khalifah Harun ar-Rasyid pada abad ke-8, paling tidak ada satu nyanyi-puisi yang dipersembahkan untuk “jaradah Sisters”, yaitu perkumpulan para qaynah yang hidup di era jahiliah (pra-Islam).

“Jadi, tak diragukan lagi bahwa nada-irama Arab pada periode Jahiliyah sampai tahun 632 Masehi, dibentuk oleh daya bersuara kaum qaynah.”

Arafat dalam kesimpulan makalah presentasinya menyebutkan bahwa “Bila tidak ada para qaynah, tidak ada pelestari irama Arab (al-alhan al-‘arabiyyah). Selain itu, Arafat juga menyimpulkan “Tradisi pelantuan Al Quran bergantung pada al-alhan al-‘arabiyyah”.

“Pelantunan Al Quran berhutang besar kepada para qaynah atau para pelacur Arab jahiliyah.”

Arafat tampak serius dalam melacak akar sejarah seni pembacaan Alquran. Dalam makalah tersebut, ia mencantumkan sejumlah karya-karya babon peneliti hal yang sama. Dalam bibliografinya, Arafat mencantumkan buku “A History of Arabian Music to The XIIIth Century”, karya Henry Geaorge Farmer tahun 1929.

Ia juga menilik karya Kristina Nelson tahun 1985 berjudul “The Art of Reciting the Quran”. Arafat juga mengutip sejumlah buku berbahasa Arab seperti “Al-Ma’arif” karya Ibn Qutaiba (1969); dan, “Al-Jam’u al-Shautiyy al-Awwal li al-Quran al-Karim aw al-Mushaf al-Murattal” karya Labib al-Sa’id (1967).

Karuan, seminar ini munai kecaman banyak pihak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menyatakan apa yang disampaikan Arafat tidak berdasar. Hal yang sama disampaikan Wakil Dekan III FIS (Fakul Ilmu Sosial) UIN Sumut, Faisal Hamdani. Menurutnya ada dua kesalahan Yasir Arafat sebagai narasumber dalam diskusi tersebut.

Kesalahan pertama terkait pemilihan judul dan kesalahan kedua terkait rujukan.

Yasir dalam diskusi itu menyimpulkan bahwa ulama Arab mengambil nada lagu-lagu pelacur menjadi nada atau langgam dalam bacaan Alquran. Faisal mengatakan dalam penelitiannya Yasir telah mengambil rujukan dari kaum orientalis, dan bukan rujukan ulama otoritatif. Artinya yang dijadikan rujukan adalah rekayasa orang yang tidak suka Islam.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas, juga menyesalkan. “MUI menyesalkan dengan sangat seminar yang diselenggarakan oleh UIN Sumatera Utara dalam rangka Dies Natalis ke-44,” kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Anwar mengatakan judul seminar tersebut sangat tendensius dan merendahkan kitab suci umat Islam. Untuk itu, dia mendesak adanya permohonan maaf secara terbuka dari penyelenggara terutama kepada umat Islam Indonesia.

Permohonan maaf, lanjut dia, akan mencegah persoalan itu meluas dan berkembang ka arah yang tidak diinginkan serta mendorong terjaganya keamanan dan tidak terjadi kegaduhan.

Anwar mengatakan pihaknya mengimbau semua pihak untuk dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada pihak terkait.

Dia meminta Kementerian Agama agar mengambil langkah-langkah cepat dan tepat agar masalah tersebut tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Ini sekaligus agar hal serupa tidak terulang lagi.

Sementara, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut) menyampaikan permohonan maaf atas penyelenggaraan diskusi dengan judul ‘Jejak Pelacur Arab Dalam Seni Baca Alquran’ yang dilangsungkan di Fakultas Ilmu Sosial (FIS), UIN Sumut, Medan.

Permohonan maaf ini disampaikan Dekan FIS UIN Sumut, Ahmad Qorib, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Selasa (12/12). Permohonan maaf tertulis itu dibenarkan Wakil Dekan III FIS UIN Sumut, Faisal Hamdani.

“Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumut bersikap tegas terhadap kekeliruan topik kontroversial yang disampaikan dan memanggil saudara Yasir Arafat sebagai narasumber untuk memberikan keterangan secara tertulis dari materi yang disampaikan,” ujar Qorib.

Selain itu, kata Qorib, pihaknya juga memberikan teguran lisan serta meminta Yasir Arafat untuk meminta maaf kepada publik khususnya umat Islam dan memberikan klarifikasi tertulis. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry