Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto (tenah) saat memberikan keterangan pada media. DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) keberatan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan khususnya yang terkait produk tembakau.

Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto didampingi Ketua Gapero (Gabungan Pengusaha Rokok) Jawa Timur, Sulami menegaskan hal itu di Graha Kadin Jatim, Selasa (26/9/2023).

Dikatakan Adik, RPP Kesehatan yang saat ini dibahas itu sangat menganggu dan merugikan industri tembakau. “Kami tidak ingin RPP itu lolos jadi PP ysng nantinya bisa mematikan industri tembakau legal. Terutama di Jawa Timur. Karena kontribusi industri tembakau itu di Jatim ini sangat besar menyumbang 60 persen dari industri tembakau nasional baik cukai, produksi, penyerapan trnaga kerja dan sebagainya,” jelas Adik.

Dikatakan Adik, Kadin Jatim menolak isi RPP itu karena isinya sangat merugikan. Di antaranya adanya aturan isi dalam satu kemasan rokok sebanyak 20 batang. Selama ini isi satu kemasan rokok bervariasi namun rata-rata pabrik rokok legal antara 10, 12, dan 16 batang.

“Pabrik rokok itu sudah memiliki alat dan menyetingnya untuk isi 10, 12 dan 16. Kalau harus isi 20 batang, industri rokok harus beli dan menyeting ulang alatnya. Harus investasi lagi, padahal industrinya lagi menurun,” jelas Adik.

Jika benar isi 20 batang diberlakukan, maka harga juga akan melambung. Minimal harganya Rp 60 ribu per bungkus. Dengan harga segitu, kata Adik, konsumen akan berpikir untuk membelinya. Apalagi di aturan juga dilarang dijual eceran.

“Pelarangan-pelarangan itu cenderung membunuh industri hasil tembakau yang legal. Padahal, rokok ilegal bebas memproduksi. Mereka produksi yang kemasan 20 batang dengan harga Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu. Kesenjangan harga terlalu jauh. Ini yang membuat industri hasil tembakau yang legal itu akan hancur,” tuturnya.

Adik merinci, bagi IHT yang legal, dari harga jual dalam satu kemasan rokok, 86 persennya adalah pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah. Sisanya untuk operasional, bayar karyawan dan sebagainya. Namun rokok ilegal, mereka tanpa membayar pajak apapun sehingga bisa menjual dengan harga murah.

Selian itu, dalam aturan itu pula kata Adik, rokok tidak boleh mengandung bahan tambahan lain. Seperti aroma atau perasa. Rokok hanya mengandung tembakau dan cengkeh. “Padahal rasa mentol itu disukai konsumen,” tukas Adik.

Karena itu kata Adik, untuk mengatur IHT, kembali mengacu pada PP No 109/2012. Karena di PP itu yang sangat relevan dengan IHT.

Karena nantinya pendapatan negara akan berkurang. Karena setiap tahun jumlah IHT terus menurun. Sekarang saja jumlah IHT hanya 1.100 padahal pada 2017 jumlahnya 4.400 nasional. Sementara di Jatim ada 438 IHT yang jumlah buruh mencapai 186 ribu. Sementara untuk produksi dari 324 miliar batang, 60 persen dihasilkan di Jatim pada 2022 lalu.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Sulamu Bahar menambahkan jika pemerintah ngotot meloloskan RPP Kesehatan itu maka bamIHT akan gulung tikar. Pabrik ilegal akan bersorak sorai dan merajalela. Jika IHT gulung tikar maka pengangguran akan bertambah. Karena IHT itu mempekerjakan pegawai yang dari tingkat pendidikan bawah.

“Mereka hanya bisa melinting rokok. Jika mereka tidak bekerja, maka dipastikan tidak bisa melakukan pekerjaan lainnya. Jadi kami meminta RPP ini untuk dipertimbangkan beberapa pasalnya,” jelas Sulami. ril/end

Bagaimana Reaksi Anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry