Prof Kacung Marijan usai berbicara dalam acara Gelar Inovasi Guru Besar, Masa Depan Politik Indonesia di Kampus C Unair, Kamis (15/11). DUTA/endang

SURABAYA | duta.co –  Desain politik Indonesia di masa depan memiliki  tantangan tersendiri.

Salah satunya adalah dalam hal pemilihan umum baik itu untuk pemilihan presiden, legislatif dan kepala daerah.

Seharusnya pemilu itu tidak semua harus dilakukan secara langsung.

Pakar Politik Universitas Airlangga Prof Kacung Marijan mengatakan ada pemilu yang seharusnya dipilih secara langsung.

Yakni pemilihan gubernur.  Gubernur tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat. Karena pada dasarnya, gubernur tidak memiliki wilayah kerja.

Otonomi yang dimiliki gubernur terbatas. Selain itu, gubernur merupakan wakil pemerintah pusat, yang juga memiliki jarak cukup jauh dengan pemilih.

Pernyataan itu disampaikan Prof Kacung Marijan dalam acara gelar inovasi guru besar yang berlangsung pada Kamis (15/11), di Aula Amerta Kantor Manajemen Kampus C  Unair.

“Tidak perlu lah karena akan buang-buang anggaran,” tandasnya.

Walau dipilih langsung, namun tidak boleh sepenuhnya berada di tangan DPRD provinsi. Karena nantinya gubernur akan bertanggung jawab secara utuh kepada DPRD provinsi.

Selain itu, menghindari adanya kepentingan-kepentingan di luar kepentingan yang seharusnya.

Setidaknya kata Kacung, adatiga stakeholder yang bisa atau memiliki suara untuk memilih gubernur secara langsung.

Ialah DPRD provinsi, bupati atau walikota serta wakil dari pemerintah pusat.

“Tinggal komposisinya saja. Kalau menurut saya, 50 persen dari DPRD, 30 persen dari bupati/walikota dan 20 persen dari pemerintah pusat,” tegasnya.

Melalui mekanisme itu, ada beberapa keuntungan yang didapat. Pertama, akan mengurangi cost atau biaya.

Kedua, mengurangi tensi hubungan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota, otomatis juga dengan pusat.

Di sisi lain, pemilihan presiden dan legislatif yang dilaksanakan di waktu bersamaan menurut Kacung menjadi tidak efektif.

Pelaksanaan yang berbarengan menyebabkan pemilihan DPRD, DPR dan DPD, tertutup dengan isu pemilihan presiden.

Sementara itu, untuk mengatasi money politik yang masih terlalu besar terjadi, selain pengetatan soal aturan, perlu pula komitmen besaran biaya kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing calon.

“Misalnya, ada kajian besaran biaya pemilih itu berapa, maksimum berapa. Dengan demikian, ada batas maksimum yang rasional yang memungkinkan untuk dicapai,” terang Kacung.

“Jangan sampai masing-masing calon besar pasak dari pada tiang. Mengeluarkan biaya besar. Sedangkan take home pay ketika jadi pejabat itu kecil. Kasus korupsi dimana-mana di antaranya sumbernya dari situ,” tambahnya.

Kalau hal demikian tidak tidak diselesaikan, lanjut Prof Kacung, maka masalah korupsi akan terus terulang.

Sebab akar masalah tidak diselesaikan. Hal ini masih menjadi gagasan awal Prof Kacung soal pemilihan umum.

Gagasan ini menurutnya sudah saatnya ditulis agar bisa didengar. Erlebih oleh para pembuat kebijakan dan keputusan.

Sementara itu, belum seleai dengan urusan desain kelembagaan, pemerintah juga dihadapkan pada realitas tentang revolusi industri 4.0.

Mau tidak mau, revolusi industri 4.0 memiliki implikasi yang sangat luas di dalam relasi social. Termasuk, relasi pemimpin dengan yang dipimpin.

Kacung mengatakan, proses-proses politik juga tidak lepas dari perkembangan ini.

Di satu sisi, menurut Kacung, relasi lebih sepadan antar warga, antar pemimpin dengan yang dipimpin semakin mengemuka.

Informasi mengenai isu-isu politik juga mudah di akses. Namun di sisi lain, juga akan menghasilkan realitas oliagrkhi baru: Siapa yang menguasai data, lebih mudah untuk memainkan perilaku masyarakat.

“Disain kelembagaan baru yang disesuaikan masyarakat di era industri 4.0 penting dilakukan,” papar Prof Kacung.

Pakar Komunikasi yang juga Ketua Pusat Informasi dan Humas Unair, Suko Widodo menilai apa yang disampaikan Kacung ada benarnya.

Dan dia mengaku setuju jika ide dari Prof Kacung didengar dan dijalankan oleh pemerintah pusat.

“Memang harus begitu. Juga tidak ada gunanya gubernur dipilih secara langsung. Sudah saatnya kita mendesain ulang aturan pemilu ini,” tukasnya. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry