Dr Suko Widodo (FT/DUTA.COM) dan Presiden Jokowi (FT/TEMPO.CO)

SURABAYA | duta.co – Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan publik. Dalam waktu relatif singkat mantan Gubernur DKI Jakarta ini ‘keblowok’ dua kali. Setelah geger penghadangan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan oleh Paspampres di Stadion Gelora Bung Karno saat penobatan Persija Jakarta sebagai juara, kini soal UU MD3 (Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, DPD) yang tidak berpihak kepada rakyat.

Ironisnya, UU MD3 yang baru disahkan DPR RI ini, sudah berada ditangan pemerintah. Dilema bagi Presiden Jokowi. Teken salah, tidak teken, juga salah. “Ya! Memang dilema bagi presiden. Kalau sampai teken berarti presiden tidak peka terhadap aspirasi rakyat. Kalau tidak teken, berhadapan dengan wakil rakyat (DPR RI.red),” demikian disampaikan Dr Suko Widodo dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair, Surabaya kepada duta.co, Kamis (22/2/2018).

Masih menurut Suko, dilema ini akibat dari pembantu presiden yang tidak cakap. Dan ini, bukan sekali atau dua kali terjadi, tetapi berkali-kali. “Nah, kelemahan ini akan diisi dan digoreng oleh lawan politik Jokowi. Tetapi, apa pun yang terjadi, Presiden Jokowi harus bersikap,” tegas Suko.

Apa ada yang ‘menggunting’ (Jokowi) dalam lipatan? “Dalam politik apa yang tidak mungkin? Sekarang ini secara politik, posisi Presiden Jokowi sangat kuat, bahkan ada yang menyebutnya ‘manusia setengah dewa’. Hampir seluruh partai (dibuat) tergantung kepada presiden. Sampai PKS saja tergantung presiden. Adalah wajar, kalau kemudian ada yang berupaya mengganggu dia,” jelasnya.

Ditanya tentang RUU (Rancangan Undang-Undang) yang berasal dari pemerintah? Menurut Suko, tidak semua RUU dari pemerintah. RUU juga dapat berasal dari DPR. RUU dari DPR diajukan anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sementara RUU yang diajukan presiden disiapkan menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. “Terlepas dari semua itu, kegaduhan ini berawal dari ketidakcakapan pembantu presiden,” jelasnya.

Kini bola UU MD3 terus bergerak liar. Presiden Jokowi belum juga menandatangani. Bahkan menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, presiden kemungkinan besar tidak akan menandatangani perubahan ke dua atas undang-undang nomor 17 tahun 2014 tersebut yang sejumlah pasalnnya mendapatkan penolakan publik.

Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani, yang ikut menolak UU MD3 memberikan solusi. Karena sudah disetujui menjadi UU, diteken atau tidak oleh presiden, UU MD3 tetap berlaku setelah 30 hari. Untuk itu, pemerintah bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu). Setelah itu DPR dapat kembali merevisi UU MD3. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry