JAKARTA | duta.co – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyerahkan laporan akhir Tim Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan kepada kepolisian. Salah satu kesimpulannya, tim Polda bekerja terlalu lama.
Disebut pula dugaan keterlibatan seorang jenderal polisi. Namun tak disebutkan namanya. Sebelumnya Novel juga menyebut nama jenderal polisi ada di balik kasusnya.
“Komnas HAM telah menyerahkan laporan akhir kepada Kapolri melalui Wakil Kapolri pada hari Jumat, 21 Desember 2018 dan berencana untuk menyerahkan Laporan yang sama kepada Pimpinan KPK pada hari yang sama,” ujar Sandrayati Moniaga selaku ketua tim tersebut, Jumat (21/12/2018).
Ia menjelaskan, sampai saat ini, kejahatan yang dialami oleh Novel belum terungkap. Belum ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Karena itu, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Tim Polda bekerja terlalu lama.
“Lamanya proses pengungkapan diduga akibat dari kompleksitas permasalahan. Namun timbul pertanyaan apakah telah terjadi abuse of process,” katanya.
Sebelumnya, Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis asam sulfat atau H2SO4 pada Selasa 11 April 2017. Ia diserang seusai menunaikan shalat Subuh di masjid dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Novel pun menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan luka di matanya imbas penyerangan itu. Hingga akhirnya, Novel kembali pulang.
Novel pernah menyebut adanya keterlibatan seorang jenderal polisi dalam kasus penyerangannya. Terkait hal tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pada prinsipnya tim pemantauan Komnas HAM sudah meminta keterangan sejumlah orang yang relevan dengan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Anam tak menyebut apakah tim turut memeriksa jenderal polisi. Namun menurut dia, semua orang yang diduga memiliki keterkaitan sudah dimintai keterangan. “Semua pihak yang disebutkan dalam fakta, kami cantumkan dalam laporan. Siapapun namanya kami catat, kami tanyakan dan kami klarifikasi,” ujar Anam dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Tim pemantuan ini telah dibentuk Komnas HAM pada Februari 2018 lalu. Tim kemudian melakukan pemeriksaan saksi dan data-data yang relevan. Beberapa di antaranya, tim pemantuan melakuan pertemuan dengan penyidik Polda Metro Jaya dan ahli. Kemudian, meminta keterangan Novel dan saksi mata yang melihat langsung penyerangan. Namun sejauh ini sang jenderal itu seolah tidak tersentuh hukum. Karena itu, Presiden Jokowi pun banjir kecaman terkait kasus ini.
Sejak jauh hari mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai Presiden Jokowi lemah dalam menghadapi kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Sejak peristiwa penyiraman air keras 11 April 2017, hingga saat ini, pelaku penyiraman air keras belum juga terungkap.
Busyro menegaskan seharusnya Presiden membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) tanpa harus menunggu Polri menyatakan menyerah untuk menangani kasus itu.
“Termasuk kami (KPK) di hari pertama (kasus Novel) itu sudah mendesak kepada presiden untuk bentuk TGPF. Sampai sekarang tidak ada respon. Inilah yang saya katakan, selevel Presiden tidak ada respons,” kata Busyro di PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta.
Busyro menyebut keengganan Presiden dalam membentuk TGPF ini menunjukkan Jokowi lepas tangan dalam kasus Novel. “Sikap presiden yang sangat lemah dan sudah lepas tanggung jawab. Menunda-nunda sampai setahun. Maaf ya ini cacat sebagai presiden dia Panglima Tertinggi Polri masalahnya,” ujar Busyro.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan, hingga kini penyidik masih terus berupaya untuk mencari pelaku teror penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Argo menyebut, penyidik terus mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi-saksi untuk mengungkap kasus tersebut. Namun, sampai saat ini tidak ada bukti kuat maupun keterangan saksi yang mengarah kepada pelaku tersebut.
“Tentunya, kita masih tetap mencari, kita tetap mencari informasi, periksa saksi-saksi seperti apa disitu. Nanti kita lihat seperti apa,” kata Argo beberapa waktu lalu.
Pegawai KPK Menolak