DISAMBUT DI KPK: Di Gedung KPK, Kamis (22/2), Novel Baswedan memberikan keterangan saat disambut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dan mantan Ketua KPK Abraham Samad serta para pegawai KPK dan aktivis antikorupsi. (ist)
JAKARTA | duta.co – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyerahkan laporan akhir Tim Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan kepada kepolisian. Salah satu kesimpulannya, tim Polda bekerja terlalu lama.
Disebut pula dugaan keterlibatan seorang jenderal polisi. Namun tak disebutkan namanya. Sebelumnya Novel juga menyebut nama jenderal polisi ada di balik kasusnya.
“Komnas HAM telah menyerahkan laporan akhir kepada Kapolri melalui Wakil Kapolri pada hari Jumat, 21 Desember 2018 dan berencana untuk menyerahkan Laporan yang sama kepada Pimpinan KPK pada hari yang sama,” ujar Sandrayati Moniaga selaku ketua tim tersebut, Jumat (21/12/2018).
Ia menjelaskan, sampai saat ini, kejahatan yang dialami oleh Novel belum terungkap. Belum ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Karena itu, Komnas HAM menyimpulkan bahwa Tim Polda bekerja terlalu lama.
“Lamanya proses pengungkapan diduga akibat dari kompleksitas permasalahan. Namun timbul pertanyaan apakah telah terjadi abuse of process,” katanya.
Sebelumnya, Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis asam sulfat atau H2SO4 pada Selasa 11 April 2017. Ia diserang seusai menunaikan shalat Subuh di masjid dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Novel pun menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan luka di matanya imbas penyerangan itu. Hingga akhirnya, Novel kembali pulang.
Novel pernah menyebut adanya keterlibatan seorang jenderal polisi dalam kasus penyerangannya. Terkait hal tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pada prinsipnya tim pemantauan Komnas HAM sudah meminta keterangan sejumlah orang yang relevan dengan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Anam tak menyebut apakah tim turut memeriksa jenderal polisi. Namun menurut dia, semua orang yang diduga memiliki keterkaitan sudah dimintai keterangan. “Semua pihak yang disebutkan dalam fakta, kami cantumkan dalam laporan. Siapapun namanya kami catat, kami tanyakan dan kami klarifikasi,” ujar Anam dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (21/12/2018).
Tim pemantuan ini telah dibentuk Komnas HAM pada Februari 2018 lalu. Tim kemudian melakukan pemeriksaan saksi dan data-data yang relevan. Beberapa di antaranya, tim pemantuan melakuan pertemuan dengan penyidik Polda Metro Jaya dan ahli. Kemudian, meminta keterangan Novel dan saksi mata yang melihat langsung penyerangan. Namun sejauh ini sang jenderal itu seolah tidak tersentuh hukum. Karena itu, Presiden Jokowi pun banjir kecaman terkait kasus ini.
Sejak jauh hari mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai Presiden Jokowi lemah dalam menghadapi kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Sejak peristiwa penyiraman air keras 11 April 2017, hingga saat ini, pelaku penyiraman air keras belum juga terungkap.
Busyro menegaskan seharusnya Presiden membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) tanpa harus menunggu Polri menyatakan menyerah untuk menangani kasus itu.
“Termasuk kami (KPK) di hari pertama (kasus Novel) itu sudah mendesak kepada presiden untuk bentuk TGPF. Sampai sekarang tidak ada respon. Inilah yang saya katakan, selevel Presiden tidak ada respons,” kata Busyro di PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta.
Busyro menyebut keengganan Presiden dalam membentuk TGPF ini menunjukkan Jokowi lepas tangan dalam kasus Novel. “Sikap presiden yang sangat lemah dan sudah lepas tanggung jawab. Menunda-nunda sampai setahun. Maaf ya ini cacat sebagai presiden dia Panglima Tertinggi Polri masalahnya,” ujar Busyro.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan, hingga kini penyidik masih terus berupaya untuk mencari pelaku teror penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Argo menyebut, penyidik terus mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi-saksi untuk mengungkap kasus tersebut. Namun, sampai saat ini tidak ada bukti kuat maupun keterangan saksi yang mengarah kepada pelaku tersebut.
“Tentunya, kita masih tetap mencari, kita tetap mencari informasi, periksa saksi-saksi seperti apa disitu. Nanti kita lihat seperti apa,” kata Argo beberapa waktu lalu.

 

Pegawai KPK Menolak

Sementara itu, wadah Pegawai KPK menolak pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) berada di bawah koordinasi Kapolri. TGPF itu seperti rekomendasi Komnas HAM.
“Wadah Pegawai (WP) KPK tidak sependapat dengan rekomendasi agar TGPF dibentuk oleh Kapolri serta di bawah koordinasi Kapolri. Sudah semestinya TGPF dibentuk oleh Presiden RI, dengan bersifat independen, serta bertanggung jawab langsung dan hanya kepada Presiden RI,” kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Jumat (21/12).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan rekomendasi berdasarkan pengaduan dari istri Novel Baswedan, Rina Emilda pada 26 Januari 2018 terkait lambatnya proses penyelidikan/penyidikan atas peristiwa yang dialami Novel Baswedan. Maka, Komnas HAM pun membentuk tim Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan yang diketuai oleh Sandrayati Monjaga.
Rekomendasi selanjutnya kepada KPK adalah, “Melakukan langkah-langkah hukum atas peristiwa penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan yang patut diduga sebagai langkah menghalangi jalannya proses peradilan (obstruction of justice) oleh pihak-pihak yang sedang disidik oleh Novel Baswedan dkk serta mengembangkan sistem keamanan bagi seluruh jajaran KPK”.
Rekomendasi ketiga kepada Presiden RI Joko Widodo adalah, “Memastikan terbentuknya Tim Gabungan oleh Kapolri, mendukung dan mengawasi pelaksanaannya. Memastikan Tim Gabungan tersebut dibentuk sesegera mungkin, bekerja cepat, efektif sesuai prosedur yang berlaku.”
Yang aneh, hingga Jumat kemarin bertepatan dengan 619 Hari Sejak Novel Baswedan diserang, dan masih belum terungkap siapa pelaku penyerangan tersebut. Baik orang yang melakukan penyerangan maupun aktor intelektual yang mendesain rangkaian teror dan aksi-aksi penyerangan terhadap para pegawai dan penyidik KPK selama ini.
“WP KPK menyatakan bahwa seluruh pegawai KPK mendorong dan siap mendukung sepenuhnya rekomendasi Komnas HAM kepada pimpinan KPK untuk segera memulai langkah-langkah hukum dan membangun penyelidikan atas tindakan penyiraman air keras kepada Novel Baswedan dalam konstruksi ‘obstruction of justice (menghalang-halangi proses penegakan hukum),” tambah Yudi.
Namun terkait pembentukan TGPF, menurut Yudi, seharusnya dibentuk dengan landasan bahwa institusi penegak hukum yang ada belum mampu atau mengalami kesulitan baik karena faktor politik, sosial, maupun faktor lainnya. Sehingga, dibutuhkan intervensi Presiden RI untuk menjamin hak setiap rakyat Indonesia memperoleh keadilan.
“Hal ini semakin menegaskan bahwa penyerangan terhadap Novel Baswedan bukanlah kriminal biasa, penyerangan Novel Baswedan adalah penyerangan terhadap pejuang HAM yang sedang berperang terhadap korupsi yang merajalela di Indonesia,” tambah Yudi. (kcm/hud?rpk)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry