SURABAYA | duta.co – Jawaban Ketua Umum PBNU, KH Said Aqiel Siroj dalam acara Talkshow Spesial HUT (10 tahun) tvOne, beredar di kalangan nahdliyin. Sejumlah PCNU memberikan nilai ‘sangat memuaskan’, jempol berderat tiga, demi tegaknya khitthah NU dalam memasuki tahun politik.

“Luar biasa! Penjelasan Ketum PBNU (Kiai Said red.) itu sangat penting. NU tidak ada urusan dengan politik praktis, tidak ada urusan dengan Pilkada, Pilbup maupun Pilgub. Politik NU adalah politik kebangsaan, menjaga NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggah Ika,” demikian komentar dari Ketua PCNU Batu, H Achmad Budiono kepada duta.co, Jumat (16/2/2018).

Dalam Talkshow Spesial itu, menurut Kiai Said, Tema ‘Memelihara Persatuan di Tahun Politik’ yang diangkat TvOne memasuki 10 tahun, adalah hal penting. Bicara soal politik, kalau yang dimaksud politik praktis kayak Pilkada atau Pileg, NU tidak ada urusan. Itu bukan domainnya NU.

Politik NU itu, politik kebangsaan menjaga NKRI, Pancasila, Undang-undang Dassar 1945, Bhinneka Tunggal Ika. “NU mendapatkan amanat dari leluhur, dari pendiri NU sendiri, yaitu kakeknya mBak Yeni (Yenny Wahid yang juga hadir dalam kesempatan itu red.) yaitu KH Hasyim Asyari yang mengamanatkan kepada seluruh warga NU, menjaga dua amanat, agama dan negara,” kata Kiai Said mengawali penjelasan.

Masih menurut Kiai Said, kita mesti bersyukur, Alhamdulillah kita (Indonesia) jauh lebih baik daripada saudara kita di Timur Tengah. “Memang betul, Islam, agama kita dari Arab, Alquran kita bahasa Arab, nabi kita orang Arab, salat kita bahasa Arab, saya pun jelek-jelek begini ya keluaran Arab-lah, alumni Arab,” tambahnya.

Tetapi, jelas Kiai Said, yang saya bahwa pulang (dari Arab) hanya ilmu, bukan budayanya.  “Pak Quraisy Shihab, Gus Dur sendiri dari Arab dan yang lain-lain-lah, pulang membawa ilmu bukan budaya. Kenapa? Karena budaya kita jauh lebih mulia, lebih baik, lebih bermartabat ketimbang bangsa Arab,” ungkapnya.

Sampai sekarang, semenjak runtuhnya Khilafah Utsman Ottoman, berdiri negara kebangsaan, di Timur Tengah belum selesai, belum tuntas antara agama dan nasionalisme. “Di kita, Alhamdulillah, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Agus Salim, dan lain-lain, sudah menganggap selesai hubungan antara agama dan negara dengan prinsip nasionalisme dan kebhinnekaan,” jelasnya.

Kenapa? Di Arab sana, di Timur Tengah ide nasionalisme justru datang dari orang luar, dari seorang Kristen ortodok Michael Aflaq (Damaskus). “Jadi, Damaskus yang pertama kali membangun nasionalisme awal, lalu lahirlah partai politik yang bernama Partai Baats, isinya sosialis, nasionalis dan sekuler,” katanya.

Partai ini, kata Kiai Said,  melahirkan tokoh-tokoh nasionalis sekuler, sosialis seperti Nasir Ahmad Sadad, Hafid Asad, Saddam Husein, Kadafi, Ja’far semua itu presiden nasionalis, sosialis, sekuler.

“Artinya apa? Artinya sebenarnya datangnya nasionalisme di Arab, setengah dipaksakan, merebut kemerdekaan. Karena semangat merebut kebangsaan maka semangat nasionalisme dilahirkan setengah dipaksa,” jelasnya.

Ini beda dengan Indonesia. KH Hasyim Asyari, pendiri NU itu sudah membuat jargon hubbul wathan minal iman, nasionalisme bagian dari iman. Ini dilakukan ketika wilayah Islam masih di bawah pimpinan Khilafah Ottoman di Turki.

KH Hasyim mengajarkan nasionalisme bagian dari iman, artinya nasionalisme kita bukan datang dari luar, bukan impor tapi betul-betul kecerdasan para ulama kita, NU maupun Muhammadiyah dan syarikat Islam yang menggabungkan antara agama dan budaya, antara agama dan politik kebangsaan, di sini sudah selesai.

“Ini yang saya maksud Islam Nusantara, bukan madzhab, bukan aliran baru Islam Nusantara itu, tapi tipologi, ciri khas kalau bahasa Arabnya, khosois, Islam yang kita punya ciri khas Islam Nusantara, menggabungkan antara agama dan budaya, bukan hanya menggabungkan bahkan agama kita bangun di atas budaya, kecuali budaya yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti hubungan seks bebas atau minum khamr atau LGBT, itu jelas kita tolak,” terangnya.

Tapi, lanjutnya, selama budaya itu tidak melanggar syariat, kita jadikan infrastruktur. Yang paling gampah contohnya, baju batik dipakai untuk salat, bagus banget itu. Itulah Islam Nusantara.

“Oleh karena itu di tahun politik ini, sebenarnya kalau kita anggap hangat ya hangat, kalau kita lihat pada budaya asli budaya bangsa Indonesia, sebenarnya tidak mudah konflik, sudah memiliki keyakinan, harus toleran satu sama lain, pluralisme, kebhinnekaan, harus kita hargai yang sudah ada, kecuali kalau itu ada yang merekayasa untuk menciptakan kegaduhan,” urainya.  (sov)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry