Duta besar (Dubes) Uni Eropa Denis Chaibi didampingi oleh 12 duta besar dan perwakilan negara-negara anggota Uni Eropa berfoto bersama Emil Elestianto Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, (1/7/2025).

Surabaya | duta.co — Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Uni Eropa resmi memperkuat kolaborasi dalam implementasi produksi beras rendah karbon melalui SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project, sebuah program unggulan yang bertujuan mendorong praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pertemuan Proyek Beras Rendah Karbon SWITCH-Asia antara kedua belah pihak berlangsung di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (1/7/2025). Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menerima secara langsung delegasi Uni Eropa yang dipimpin oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi. Rombongan turut dihadiri oleh 12 duta besar dan perwakilan dari negara-negara anggota Uni Eropa.

Fokus pada Transisi Energi dan Penguatan Petani

Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak meninjau kemajuan dan potensi program SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project, khususnya dalam membantu petani dan pengusaha penggilingan padi di Jawa Timur untuk mengadopsi teknologi pengolahan hasil panen yang lebih efisien dan rendah emisi. Salah satu langkah utama yang didorong adalah transisi dari penggilingan bertenaga diesel ke penggilingan berbasis listrik.

“Proyek ini merepresentasikan visi kolektif kami untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan bekerja sama langsung dengan petani, penggilingan padi, serta pemerintah daerah, kami tidak hanya menurunkan emisi, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru bagi masyarakat,” ujar Duta Besar Uni Eropa Denis Chaibi.

Proyek ini telah memberikan pendampingan dan pelatihan kepada sekitar 150 penggilingan padi di wilayah Jawa Timur, terutama di Kabupaten Ngawi dan Madiun. Hasil awal menunjukkan bahwa penggunaan mesin listrik mampu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 13,8 persen pada tahap penggilingan.

Tak hanya itu, perubahan ini juga berdampak pada penurunan biaya energi, peningkatan kualitas produk, dan peningkatan pendapatan petani.

Wakil Gubernur Emil Dardak menegaskan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi dengan kontribusi ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia. Lebih dari seperenam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional disumbang oleh Jawa Timur, dan sekitar 25 persen dari total produksi manufaktur Indonesia berasal dari provinsi ini. Namun di saat yang sama, Jawa Timur juga memegang peran sebagai produsen beras terbesar di tanah air.

“Menjaga keseimbangan antara sektor industri dan agrikultur adalah tantangan yang nyata. Karena itu, inovasi seperti proyek beras rendah karbon ini sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan,” ujar Emil.

Ia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur sangat terbuka terhadap kolaborasi dengan mitra internasional, khususnya yang membawa teknologi dan pendekatan ramah lingkungan bagi sektor pertanian. Proyek ini dinilai sejalan dengan upaya Jawa Timur dalam menurunkan emisi regional serta meningkatkan kesejahteraan petani dan pelaku usaha kecil.

Sebelum menghadiri pertemuan resmi di Surabaya, delegasi Uni Eropa mengunjungi salah satu lokasi implementasi proyek di Kabupaten Madiun. Di sana, mereka berdialog langsung dengan para petani dan pengusaha penggilingan padi, serta meninjau penggunaan peralatan penggilingan listrik yang kini menggantikan mesin berbahan bakar diesel.

Dalam kunjungan tersebut, para diplomat Uni Eropa menyaksikan secara langsung bagaimana teknologi sederhana dapat menciptakan dampak yang signifikan terhadap pengurangan emisi sekaligus meningkatkan produktivitas dan mutu hasil pertanian.

Proyek SWITCH-Asia Low Carbon Rice di Jawa Timur dijalankan oleh organisasi internasional Preferred by Nature, bekerja sama dengan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) serta Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). Proyek ini merupakan bagian dari program SWITCH-Asia yang berada di bawah naungan Uni Eropa dan fokus pada penguatan produksi dan konsumsi berkelanjutan di Asia.

Dukungan finansial, teknis, dan strategis dari Uni Eropa dalam proyek ini menandai pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi krisis iklim secara inklusif dan adil, tanpa mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat di negara berkembang.

“Transformasi ini tidak bisa dilakukan sendiri. Diperlukan komitmen semua pihak – dari petani, sektor swasta, hingga pemerintah dan mitra internasional – untuk menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan tahan terhadap perubahan iklim,” tegas Denis Chaibi. (Rid)

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry