SURABAYA | duta.co – Yayasan Kajian Ekologi dan konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) mengancam mengugat PT Unicharm Indonesia (PT UI) yang memiliki pabrik di Ngoro, Mojokerto.

“Mengugat adalah langkah terakhir. Namun sebelumnya, kita akan menekan PT UI secara global karena dia ada ditiga benua. Dan anehnya di Jepang mereka biasa daur ulang popok bekasnya. Kenapa di sini tidak? Kemungkinan mereka bikin standar beda antara popok di Jepang dan Indonesia,” ujarnya Direktur Ecoton, Prigi Arisandi, Minggu (6/1).

Prigi lantas mengungkapkan, PT UI memproduksi lebih dari 9 Juta lembar popok per hari dengan 60 persen sharemarket penjualan popok bayi di Indonesia. Karenanya  PT UI ikut bertanggungjawab atas kondisi darurat sampah popok di Jatim.

“Ingat, sampah popok mengancam Kelestarian sungai dan menjadi penyumbang polusi lautan anorganik terbesar di laut Jawa (21 persen). Bahan Produk Popok PT UI lebih dari 50 persen merupakan plastik yang sulit didaur ulang, dalam kemasannya tidak mencantumkan imbauan untuk membuang sampah dengan cara yang benar sehingga jutaan sampah popok merek Mamypoko banyak ditemukan mengapung, terpendam dan terurai di Sungai. Di Sungai Brantas Sampah popok merrk Mamypoko paling sering ditemukan (80 persen) dibandingkan merk lain (Sweety, Merries, GooN dan Naughty Baby),” urai Prigi.

Sampah Popok akan terurai menjadi remah-remah plastik berukuran 4,8 mm (Mikroplastik). 80 persen ikan Hilir Sungai Brantas diketahui dalam lambungnya mengandung mikroplastik. Kontaminasi mikroplastik menjadi ancaman serius bagi manusia di Hilir Brantas karena ada 3 PDAM di Hilir Brantas yang memanfaatkan air Sungai Brantas menjadi bahan baku air minum yaitu PDAM Surabaya, PDAM Sidoarjo dan PDAM Gresik lebih dari 4 juta orang memanfaatkan air PDAM.

“Kontaminasi mikroplastik ini dikhawatirkan akan masuk kedalam bahan baku air minum. Sampah popok juga sering menyumbat intake (saluran pengambilan air bahan baku PDAM). Jika terlambat dalam penanganan akan membutuhkan ratusan milyar rupiah dana Negara untuk Pemulihan dampak kerusakan Ekosistem Sungai, keamanan pangan dan Pemulihan Kesehatan konsumen PDAM di DAS Brantas,” jelasnya.

Prihatin dengan kondisi di atas dan mengacu pada UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 20 dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 81/2012, yang isinya, “Produsen Popok Sekali pakai dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam”, Ecoton mengirimkan surat perihal  ‘Tuntutan Pengelolaan Sampah Popok Mamypoko Kepada PT UI’.

Di surat tertanggal 28 Desember 2018, dengan Nomor Surat : 101/SP-EC/XII/2018, EF menuntut PT UI untuk melakukan, pertama, pengurangan pemakaian hazardous chemical  atau Bahan-bahan berbahaya dan Beracun secara bertahap menghilangkannya dalam Produk Popok.

Kedua, design ulang produk Popok dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah di daur ulang, ketiga, penyediaan DROPPO , tempat sampah khusus Sampah Popok berupa Kontainer Dropping point sampah Popok di Desa/Kelurahan DAS  Brantas terutama di sisi jembatan yang jadi lokasi favorit buang sampah popok, keempat, penyediakan transportasi ke TPA, mengangkut sampah popok dari DROPPO ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan.

Selanjutnya, kelima, evakuasi popok, pengambilan sampah-sampah popok diekosistem Sungai Brantas. Dan terakhir, keenam, pemasangan label imbuan dikemasan untuk tidak membuang sampah popok ke sungai.

“Semoga tuntutan kita dipenuhi, karena jika tidak ada niat baik dengan terpaksa akan kita gugat ke pengadilan,” tandasnya. rum