JAKARTA | duta.co – Masih ingat Ferdy Sambo membacakan nota pembelaan atau pledoi (pleidoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 24 Januari 2023? Dia menyebut tuntas jasa-jasanya di Polri (Kepolisian Republik Indonesia). Katanya, ia telah mengabdi selama 28 tahun di nusa dan bangsa sebagai anggota Polri.
Bahkan ia menyebut berprestasi dalam menjalankan tugas. Karena itu ia mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia termasuk dari Polri. “Saya telah 28 tahun mengabdikan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepada nusa dan bangsa, sehingga atas kesetiaan dan Dharma Bakti tersebut saya telah dianugerahi Bintang Bhayangkara Pratama yang diberikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia,” demikian Ferdy Sambo dikutip pikiran-rakyat.com, OkeNTT dari PMJ News.
Sambo membeberkan prestasi yang diraihnya dengan mendapatkan penghargaan tertinggi dari Polri. Penghargaan tertinggi itu, kata Sambo, yakni 6 pin emas Kapolri atas keberhasilannya mengungkap sejumlah kasus. Antara lain kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram (kg) sabu. Pengungkapan kasus Djoko Chandra, pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelamatkan pekerja migran Indonesia di luar negeri, dan banyak pengungkapan kasus besar lainnya.
Alih-alih meringankan. Sambo dianggap memberikan keterangan yang berbelit-belit saat menyampaikan keterangan dalam persidangan. Serta Sambo dianggap telah mencoreng institusi Polri akibat perbuatannya. “Salut dengan Majelis Hakim, pangkatnya justru memperberat kelakuannya. Jasanya tak sebanding dengan dosanya,” demikian komentar warganet, Senin (13/2/23).
Pengungkapan kasus Ferdy Sambo ini memang membutuhkan proses. Semua bawahannya (awalnya) tidak berani bicara. Tetapi, ketika posisinya sebagai Kadiv Propam dicopot, berdasarkan Perintah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo melalui Telegram Nomor 1628/VIII/KEP./2022 tertanggal 4 Agustus 2022, maka, semua bawahan sudah berani bicara.
Ferdy Sambo saat itu, ditarik menjadi Pati Yanma, akronim dari Perwira Tinggi Pelayanan Markas. Pati Yanma ini merupakan jabatan baru Irjen Ferdy Sambo pasca posisinya sebagai Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri dicopot.
Bintang Dua masih menempel di pundak Ferdy Sambo, ketika digelar sidang kode etik. Tetapi, tidak lama, Ferdy Sambo harus melepasnya, karena putusan internal itu memecatnya atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Dari sini, semua bawahan mulai bebas bergerak.
Tak Ada yang Meringankan
Semua jasa Sambo tenggelam oleh dosanya. Majelis Hakim yakin, mantan Kadiv Propam Polri itu melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Tak ada hal meringankan dalam pertimbangan hakim. “Tidak ada hal meringankan dalam perkara ini,” kata Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Hakim justru menilai ada sejumlah hal memberatkan vonis mati Ferdy Sambo. Salah satunya, tindakan Sambo dilakukan kepada ajudan sendiri. “Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun. Perbuatan terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban,” jelas Wahyu dengan nada serius.
Majelis hakim juga menilai perbuatan Sambo membuat gaduh di masyarakat. Tindakannya itu dianggap tidak sepatutnya dilakukan Sambo dengan status pejabat tinggi di institusi Polri.
“Perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam. Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia,” jelas Wahyu.
Perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat. “Terdakwa berbelit-beli, tidak mengakui perbuatannya,” lanjutnya.
Hal lain, Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Lengkap sudah, Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dan, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, memutus hukuman mati.
Komentar warganet di kompas.com beragam. @zenkalila7290: Semoga sepasang monster menjijikkan FS dan PC segera mendapat hukuman yang sesuai dengan kejahatannya, yaitu hukuman mati. PC adalah pribadi manja yang terbiasa hidup dengan privilege luar biasa, segala keinginannya harus dituruti, sehingga akan sangat sulit baginya untuk menerima penolakan. FS adalah pribadi yang pengecut, labil, licik, dan begitu manipulatif. Suatu kesalahan besar bagi instansinya dulu memberi pangkat, jabatan, dan kekuasaan yang luar biasa kepada seorang dengan kepribadian seperti itu, sehingga akhirnya terbentuklah sepasang monster menjijikkan yang kita saksikan sekarang2 ini.
Lalu, @anggisetiawan5937 : Hakim adalah orang yang Terkoneksi Langsung dengan Tuhan. Dalam Putusan hakim nanti saya yakin bahwa hakim sendiri punya keputusan yang terbaik. Alangkah lebih baiknya bila Hukum Itu adalah Hukum Mati terhadap SampoCs. AMIIN
Sementara catatan @agusbento8659: Hakim hrs tegas. Apapun alasannya dan liciknya pembelaan para pengacara Sambo. Jelas ini pembunuhan berencana. Sambo dan PC wajib dihukum mati!! @shannenkosmetik6801 : Hakim pintar, dibiarkan sambo tampilkan semua saksi2 ahli, biar duit sambo terkuras puluhan milyar utk bayar saksi ahli bela dia padahal kata2 ahli yg membela sambo pc, bagi hakim masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. (mky)