Foto (atas) Nay Pyi Taw (Naypyidaw), ibu kota baru Myanmar pengganti Yangon (@faridgaban) dan foto (bawah) Ibu Kota Negara Nusantara. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Mulus! Anggota DPR RI dan pemerintah sepakat mengesahkan RUU (Rancangan Undang-Undang) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-undang, lewat sidang paripurna, Selasa (18/1/22).

Ketua DPR RI Puan Maharani yang memimpin rapat paripurna menanyakan kepada ratusan wakil rakyat. “Saya ingin menanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang Ibu Kota Negara dapat disahkan menjadi UU?,” begitu pertanyaan Puan Maharani di ruang rapat paripurna.

Jawaban wakil rakyat itu, seperti sudah terduga. “Setujuuuuu,” begitu jawaban bersamaan (koor) mirip paduan suara  wakil rakyat, yang kemudian berlanjut dengan suara ketukan palu dari pimpinan paripurna.

Setelah DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU, maka, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) pun sudah bisa pemerintah laksanakan.

Hadir perwakilan pemerintah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Berdasarkan laporan Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN, 8 fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan PKB menyetujui RUU IKN menjadi UU. Sementara hanya Fraksi PKS tidak setuju hasil pembahasan RUU IKN. “Interupsi nanti ya, karena dari 9 fraksi, 1 yang tidak setuju. Artinya bisa kita setujui,” jelas Puan.

Jangan Jadi Ibu Kota ‘Hantu’

Selain PKS, banyak masyarakat yang menolak keinginan pindah Ibu Kota Negara ini. Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, misalnya, sudah mendesak DPR RI untuk menolak pengesahan RUU IKN menjadi Undang Undang. Tetapi, apa daya kekuatan CBA.

Pun Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), juga menilai pembahasan RUU IKN terkesan tergesa-gesa dan mengabaikan partisipasi publik. Pengesahan RUU IKN itu juga dia anggap hanya untuk memuaskan keinginan pemerintah.

“Terlihat jelas sesungguhnya motivasi perpindahan ibu kota ini bukan untuk sebuah solusi atas persoalan yang terjadi. Tetapi lebih pada memenuhi ambisi pemerintah dan DPR terhadap ibukota negara baru,” begitu peneliti Formappi Lucius Karus.

Tak kalah catatan wartawan senior Farid Gaban. Ia memberikan warning serius dengan membandingkan kebijakan  pindah Ibu Kota Negara  seperti terjadi di Myanmar.

Farid kemudian membandingkan dengan Nay Pyi Taw (Naypyidaw), Ibu Kota Myanmar. Sebuah kota yang berdiri atas rezim militer pada bulan November 2005 untuk menggantikan ibu kota lama, Yangon.

Ingat Myanmar

Dalam cuitan singkat yang dengan penampakan Kota Nay Pyi Taw dari atas, ia menyebut IKN baru Myanmar sudah seperti ‘ibu kota hantu’. “IBU KOTA HANTU. Nay Pyi Taw (Naypyidaw), ibu kota baru Myanmar pengganti Yangon,” demikian Farid Gaban sebagaimana dikutip SeputarTangsel.Com dari akun Twitter @faridgaban, Selasa 18 Januari 2022.

Farid Gaban juga menceritakan, IKN Myanmar ini pembangunannya tanpa keterlibatan publik yang memadai. Akibatnya, sekarang, kota hampir tidak terhuni. “Akhirnya jadi ‘kota hantu’, karena hanya sedikit sekali yang mau pindah ke situ,” sambungnya.

Warning Farid dalam menyinggung IKN ini, sepertinya tepat sasaran. Netizen langsung teringat dengan rancangan bangunan IKN di Kalimantan Timur yang menurut mereka tidak berbeda jauh. “Wkwk .. Apalagi itu bentuk bangunan ‘ibu kota baru‘ kelihatan dari jauh ‘serem/horor’ banget. Kayak ‘istana hantu’, Mas FG,” kata kuwungkuwung1.

“Ibu kota baru nanti penduduknya ramai, tapi di bawah tanah alias gorong-gorong,” satire @GrimbleXGrumble.

Melihat cuitan Farid Gaban, ada pula yang membandingkan ibu kota negara baru lain. Salah satunya, menyebutkan Jepang yang menjadi lebih maju setelah ibu kotanya pindah ke Tokyo.

“Sama dengan Putera Jaya (Malaysia-red). Bermaksud supaya perekonomian di Putera Jaya berubah .. Eh, ternyata sama aja, padahal jaraknya dekat dengan Kuala Lumpur,” kata @2TGaJadiCair.

Presiden Jokowi harus mau mendengar masukan ini. “Ini masalah serius. Bukan sekedar pindah, layaknya memindah meja kerja. Kata orang Jawa hati-hati, getun tibo mburi. Menyesal kemudian. Jangan sampai Nusantara nanti, benar-benar menjadi ibu kota hantu, ngeri,” demikian Drs M Muhammad Said, Ketua YLPK Jawa Timur. (mky)