SAKSI: Tampak Rinto Harno memberikan kesaksian pada sidang perkara dugaan korupsi penjualan aset PT PWU yang melibatkan besannya, Dahlan Iskan sebagai terdakwa. (Duta.co/Henoch Kurniawan)

SURABAYA | duta.co – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya yang diketuai M Tahsin kembali menggelar lanjutan sidang dugaan korupsi pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PT PWU) Jatim yang melibatkan Dahlan Iskan sebagai terdakwa, Jumat (24/2). Sidang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Dari tujuh saksi yang dipanggil Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, hanya dua saksi yang hadir.

Kedua saksi tersebut adalah Sri Areni, seorang notaries dan Rinto Harno, mantan vice president Hotel Merdeka dan mantan kuasa PT Surya Duta Investama. Nama terakhir, juga merupakan besan dari Dahlan Iskan.

Dalam kesaksiannya, Rinto mengakui saat itu ia ikut melakukan penawaran atas tanah milik PT PWU di Tulungagung. Pada saat itu, ia mengaku menjabat sebagai vice president dari Hotel Merdeka, yang berlokasi tidak jauh dari tanah milik PWU.

“Saat itu hotel punya pemikiran untuk melakukan perluasan hotel. Dan kita mendengar, jika tanah milik PWU dijual. Kita pun melakukan penawaran pada tanah tersebut,” ujarnya.

Disinggung JPU Trimo terkait dengan harga yang ditawarkan, Rinto menjelaskan, saat itu dirinya  mengajukan penawaran sebesar Rp 300 ribu/m2. Estimasi harga yang ditawarkannya tersebut, diakuinya diambil dari harga tanah disekitar lokasi tanah milik PT PWU. “Memang harganya disekitaran ya  cuma segitu,” ungkapnya.

Penawaran tanah itu, diakuinya diserahkan langsung pada Wisnu Wardhana. Namun, hingga penawaran diberikan, tidak ada tanggapan maupun balasan dari PWU apakah penawarannya diterima atau ditolak. “Padahal, saya berharap diterima, karena ada calon besan (DI) waktu itu,” ujarnya sembari tertawa.

Hakim pun bertanya pada Rinto, sejak kapan ia berbesan dengan Dahlan. Rinto menjelaskan, saat melakukan penawaran tanah itu, dirinya masih belum berbesan. Namun ia sudah tahu, jika anaknya tengah berpacaran dengan anak dari Dahlan. “Januari 2005 saya baru berbesanan dengan beliau (dahlan, red),” jelasnya.

Sementara itu, dalam kesaksian Sri Areni, ia lebih banyak menjelaskan mengenai adminstrasi proses jual beli tanah milik PT PWU.

Untuk diketahui, kasus aset PWU diusut Kejati Jatim pada 2015 lalu. Diduga, terjadi pelepasan sebanyak 33 aset milik PWU yang bermasalah. Namun penyidik masih fokus terhadap penanganan hukum dugaan dua aset PWU di Kediri dan Tulungagung yang dilaksanakan secara curang. Akibatnya, negara dirugikan.

Penjualan terjadi pada tahun 2003, saat Dahlan menjadi Dirut PT PWU tahun 2000-2010. Penyidik menduga penjualan aset itu cacat hukum sejak proses awal. Penjualan dilakulan tanpa melalui prosedur yang ditentukan. Selain itu, penyidik menengarai aset dijual dengan harga di bawah harga pasaran kala transaksi terjadi.

Akhir Juni 2016, Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung, meneken surat perintah penyidikan (sprindik) kasus tersebut. Kejaksaan akhirnya menetapkan mantan Manajer Aset PWU, Wishnu Wardhana dan Dahlan Iskan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perkara ini. Mantan Ketua DPRD Surabaya dan mantan menteri BUMN itu akhirnya mendekam di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Selanjutnya, alasan kondisi kesehatan, akhirnya penyidik mengalihkan status penahanan Dahlan Iskan menjadi tahanan kota.

Dahlan sempat melakukan perlawanan hukum berupa permohonan praperadilan melalui PN Surabaya. Dahlan meminta hakim untuk menguji proses penyidikan yang dikukan Kejati Jatim atas kasusnya. Oleh hakim tunggal PN Surabaya Ferdinandus, praperadilan Dahlan ditolak. Hakim menilai tahapan penyidikan yang dilakukan tim Pidsus Kejati Jatim sudah sesuai ketentuan yang berlaku. eno

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry