IKON : Prosesi Ritual Larung Sesaji di Kawah Gunung Kelud (duta.co/M. Isnan)

KEDIRI  | duta.co – Dikisahkan, bahwa Ritual Larung Sesaji ini untuk menolak bala sumpah Lembu Suro atas kecerdikan Dewi Kilisuci akhirnya dibuat tak berdaya. Namun bagi umat Hindu sendiri, ritual suci ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi, selain wujud nyata rasa hormat kepada penguasa Gunung Kelud.

Beragam sesaji pun disiapakan warga tinggal di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri. Mulai dari nasi, sayuran, lauk pauk, dan buah-buahan. Dalam ritual larung sesaji, masyarakat juga membawa dua jenis tumpeng, yakni tumpeng nasi putih dan kuning.

Tumpeng itu dilengkapi dengan aneka lauk-pauk, seperti telor, tahu, tempe, urap, parutan sambal kelapa dan masih banyak lagi. Menariknya, semua sesaji itu dihias dan ditata sedemikian rupa sehingga tampak cantik.

Semua makanan yang dibawa oleh warga kemudian dikumpulkan di tengah. Mereka duduk mengelilinginya sembari mendengarkan pemangku adat membacakan doa. Setelah selesai didoakan, mereka akan berbondong-bondong memperebutkan sesaji berupa makanan tradisional, hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan.

Rangkaian acara di atas inilah, ternyata menjadi magnet bagi wisatawan bukan hanya dalam negeri saja, namun hingga manca negara. Sejumlah pengunjung pun, ada beberapa yang rela berenang untuk berebut sesaji ini, menyakini akan mendapatkan berkah.

Hal inilah yang sesungguhnya diharapkan Pemerintah Kabupaten Kediri melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk mengemas sejumlah kegiatan sebagai bentuk promosi wisata Gunung Kelud. Sebagai salah satu ikon Kabupaten Kediri, beragam bentuk publikasi juga dilakukan.

“Dengan begitu, bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Makanya kita sekarang gencar mempromosikan wisata-wisata yang ada di Kabupaten Kediri melalui media sosial, seperti youtube dan aplikasi instagram,” kata Adi Suwigyo, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kediri, ditemui usai ritual Minggu kemarin.

Meski demikian, dampak yang terjadi akses menuju lokasi lokasi wisata menjadi tersendat dan kini memang dalam tahap perbaikan oleh Dinas PUPR. Namun sejumlah wisatawan, mengaku kendala kepadatan ini terbayar dengan keindahan panorama alam, seperti disampaikan pengunjung asal Brunei Darussalam, Mohammed Zul Zein.

“Bagi saya di sini adalah pengalaman baru yang cukup menarik, karena saya belum pernah ke tempat wisata seperti ini. Berbeda dengan kondisi di kota negara saya. Meskipun ini kali kedua saya ke Indonesia, namun baru kali ini ke tempat wisata dan sangat berbeda dengan kondisi di kota,” katanya.

Senada diungkapkan oleh Amelia Dita (20), mahasiswa asal Kalimantan, kuliah di IAIN Tulungagung memanfaatkan hari liburnya untuk berwisata ke Gunung Kelud bersama teman-temannya. Selain itu dirinya beserta temannya sekaligus mengadakan riset terkait larung sesaji di kawah Gunung Kelud.

“Ya mumpung libur, kita mengadakan penelitian sederhana sekaligus jalan-jalan. Menurut kami ritual larung sesaji seperti ini harus tetap dilestaraikan, karena menjadi khas budaya lokal,” katanya. (ian/nng)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry