Dr Sholeh (kiri) dan Gus Ipul (FT/net)

SURABAYA | duta.co – Polemik soal nasab antara Ba’alawi dan Wali Songo, membawa korban. Adalah Doktor M Sholeh Basyari, Direktur Ekskutif CSIIS (Center for Strategic on Islamic and International Studies), dosen yang sudah 2,5 tahun tidak aktif di Kampus Insuri (Institut Sunan Giri) Nahdlatul Ulama (NU) Ponorogo, dilarang mengajar, bahkan di seluruh Kampus NU.

Mulai hari ini, PBNU melarang dia (Doktor M Sholeh red) mengajar di seluruh lembaga pendidikan milik Nahdlatul Ulama,” demikian Sekretaris Jenderal PBNU, Drs H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dalam keterangannya, Senin (3/6/2024) sebagaimana diunggah sindonews.com.

Menurut Gus Ipul, Dr Sholeh jauh dari akhlak seorang santri. “Dia mengaku dosen NU ternyata tidak memiliki akhlak sebagai seorang santri. Kalau dia santri, mestinya ngerti bagaimana berakhlak kepada Rais Aam,” tegasnya.

Berbagai media menulis, menukil sebuah kanal YouTube (Dr Sholeh red.) telah merendahkan Rais Aam, KH Miftachul Akhyar. Katanya, narasi dalam video tersebut terang-terangan menuding pemimpin tertinggi PBNU telah merusak Nahdlatul Ulama (NU) dan Indonesia.

Geger soal nasab Ba’alwi ini, memang, kelewat keras dan terbuka. Sampai Rais Aam PBNU KH Miftakhul Achyar, menengarai ada modus melemahkan NU sebagai organisasi para ulama. Rais Aam juga prihatin karena polemik tak berujung. Ini tidak menguntungkan bagi nahdliyin, selain menguras tenaga dan pikiran.

“Berbagai isu dan polemik yang bisa melemahkan organisasi. Ini harus diwaspadai dan disikapi dengan cara tertib dan taat pada jalur komando serta arahan sikap dari pimpinan tertinggi organisasi, dalam hal ini PBNU,” demikian Rais Aam dalam Haul Muassis NU di Gresik, Jawa Timur, Ahad (26/5/2024).

Kiai Miftah juga mensinyalir, gaduh soal nasab ini, cuma dihembuskan segelintir orang. Masalah ini sudah bukan soal dzurriyah Ba’alawi melawan dzurriyah Wali Songo, melainkan arahnya sudah ke jamaah NU.

“Gangguan sudah nyata, bukan dzon (prasangka) lagi, tapi jelas dialamatkan kepada NU dan bertubi-tubi. Hati-hati, itu pola Wahabi,” tegasnya sambil menegaskan, bahwa, NU itu memuliakan orang bukan karena nasab atau garis keturunan, suku, etnis. Tetapi keilmuan, kebaikan, dan ketaqwaan seseorang.

Inilah yang memicu reaksi, termasuk komentar Dr Sholeh Basyari. “Saya bersyukur karena Rais Aam PBNU KH Miftakhul Achyar memberikan perhatian yang luar biasa terhadap perdebatan masalah nasab ini. Kita harus menghormati, mentaati, apa pun isinya,” demikian Doktor M Sholeh Basyari, dosen di Universitas NU kepada host Padasuka TV Yusuf Mars terlihat duta.co, Rabu (29/5/24).

“Tetapi, ada yang membuat kita kurang nyaman. Meski begitu, polemik soal nasab ini, merupakan perjuangan teman-teman seperti Kiai Imaduddin selama 1,5 tahun, kini sudah memasuki level elit. Isu strategis,” tegasnya.

Dan, kami, lanjut Dr Sholeh, keberatan dengan sebutan Rais Aam, bahwa, itu masalah orang perorang. “Apalagi ada semacam framing ini pola Wahabi, anak-anak yang liar. Itu saya rasa sangat kejauhan,” tegasnya dalam kanal youtube sebagaimana diwartakan duta.co.

Wartawan duta.co tidak menemukan, bahwa, dia menuding Rais Aam, pemimpin tertinggi PBNU telah merusak Nahdlatul Ulama (NU) dan Indonesia. “Saya tidak ingin komentar soal itu, karena situasinya tidak bagus. Wartawan duta.co bisa simak kembali pernyataan saya di youtube,” terangnya sambil menegaskan sebagai santri, sangat tidak mungkin melecehkan kiai.

Hanya saja, Dr Sholeh, justru memberikan apresiasi kepada Sekretaris Jenderal PBNU, Drs H Saifullah Yusuf (Gus Ipul), yang telah mencari identitasnya di berbagai Perguruan Tinggi NU.

Pertama, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Sekjend PBNU, Drs H Saifullah Yusuf (Gus Ipul), yang telah mencari identitas saya di berbagai Perguruan Tinggi NU, dan ketemunya bukan di Perguruan Tinggi NU tetapi di Yayasan Batoro Katong, Insuri, Ponorogo,” tegasnya.

Kedua, saya juga berterimakasih, mau-maunya Gus Ipul sampai mencari ke Insuri, sebuah perguruan tinggi yang (mungkin saja) orang baru mengenalnya sekarang ini. Ya.., saya dosen di sana. Dan ijazah S3 saya digunakan sebagai syarat untuk memenuhi program pasca sarjana pada tahun 2017. Dan sejak 2,5 tahun terakhir tidak bisa memenuhi mengajar di Insuri karena kesibukan saya di Jakarta. Jadi, ada intervensi atau tidak dari Gus Ipul, saya sudah berhenti dari Insuri 2,5 tahun lalu. Terima kasih Gus Ipul, semoga semakin berkibar di kemudian hari,” katanya lewat video yang terkirim ke redaksi duta.co.(mky)