JAKARTA | duta.co – Ketua Kadin Jatim La Nyalla M. Mattalitti sekarang merapat ke kubu capres Jokowi-Ma’ruf. Ironisnya, La Nyalla justru membuat pengakuan dosa yang bisa membuat blunder dirinya sendiri maupun Jokowi. Pengakuan dosa itu sejatinya ditujukan untuk memojokkan capres Prabowo Subianto—rival Jokowi di Pilpres 2019. Namun justru ucapan La Nyalla bisa menjadi bumerang baginya maupun Jokowi yang didukungnya.

Pertama, La Nyalla jelas-jelas memberi pengakuan dosa atas apa yang dilakukannya menghina Presiden dengan menyebar berita bohong alias hoax. Ini jelas pidana. Sejumlah pelaku penyebar hoax sudah dihukum. Lalu apa La Nyalla akan lolos dari jerat hukum?

Inilah masalah kedua, yang bisa menampar Jokowi terkait penegakan hukum tebang pilih bila pendukungnya seperti La Nyalla aman dari jerat hukum kasus hoax. Lalu apakah benar Jokowi akan melindungi La Nyalla dalam kasus ini?
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan La Nyalla bisa dituntut pidana menggunakan pasal penyebaran berita bohong atau hoax atas pengakuannya menyebarkan isu Jokowi PKI lewat tabloid Obor Rakyat. Fickar mengatakan, La Nyalla bisa dituntut melanggar Pasal 14 Undang Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“La Nyalla bisa terancam pidana 10 tahun,” ujar Fickar saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Pasal 14 UU tersebut berbunyi, “barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun”.
Obor Rakyat terbit pertama kali pada Mei 2014 dengan judul ‘Capres Boneka’ dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai simpatisan PKI, keturunan Tionghoa, dan kaki tangan asing. Dalam waktu singkat tabloid ini menghebohkan masyarakat pada masa itu.
Pada 4 Juni 2014, tim pemenangan capres dan cawapres Jokowi-JK melaporkan tabloid itu ke Badan Pengawas Pemilu. Bawaslu menjadikan tabloid itu sebagai bukti, dan melimpahkannya ke Bareskrim Mabes Polri. Dalam prosesnya, Tim Tabur atau Tangkap Buron Kejaksaan berhasil menangkap pemimpin redaksi dan penulis tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan Darmawan Sepriyosa.
Tim Tabur menangkap Setiyardi dan Darmawan setelah perkara mereka diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta pada Selasa, 22 November 2017. Pengadilan menghukum Setiyardi dan Darmawan selama delapan bulan penjara.
Fickar menjelaskan, kasus Obor Rakyat merupakan kasus penyebaran berita bohong atau hoax yang merupakan delik umum dan bisa dilaporkan oleh siapa pun. “Jadi, Obor Rakyat yang berisi isu hoax Jokowi PKI termasuk delik biasa sebagai penyebaran berita bohong dan bisa diancam hukuman 10 tahun,” ujar dia.
Kubu Prabowo menanggapi santai nyanyian sumbang La Nyalla. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengatakan, seharusnya La Nyalla ditangkap atas pengakuannya itu. “Redaksi Obor Rakyat sudah divonis bersalah. Harusnya La Nyalla ditangkap,” ujar Arief saat dihubungi kemarin.
Arief mengatakan, gaya kampanye dengan Obor Rakyat sama sekali bukan gaya seorang Prabowo Subianto, justru Arief menilai sikap mantan ketua umum PSSI itu yang menyebabkan kekalahan Prabowo-Hatta di pilpres 2014. “Akibat La Nyalla yang membuat kampanye hoax, akhinya Jokowi-JK dapat simpati masyarakat dari Obor Rakyat itu,” ujar dia.
Senada dengan Arief, Politikus Gerindra Nizar Zahro mengatakan, jika La Nyalla mengakui berperan aktif dalam kasus Obor Rakyat, berarti La Nyalla juga harus bertanggung jawab secara hukum.
“Kalau dirinya menyerahkan diri ke pihak kepolisian, baru saya salut. Kalau hanya koar-koar di media, sungguh itu sikap kekanak-kanakan,” ujar Nizar. (tmp/hud)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry