Keterangan foto pojoksatu.id

“Jika ada orang berkumpul, berserikat, berunjuk rasa, berpendapat, atau mengadakan rapat untuk maksud-maksud damai, lalu diobrak, dibubarkan, maka pihak yang membubarkan itu melanggar konstitusi UUD 1945 dan UU HAM.”

Oleh: Choirul Anam*

SETELAH banyak kalangan menyorot manuver politik PDI-P mengusung RUU HIP, dan mengaitkannya dengan kerja sama latihan kader PDI-P-PKC di RRC yang mestinya tidak boleh terjadi. Karena kerjasama itu, selain melanggar TAP Nomor II/MPR/2003 tentang Mempertahankan TAP Nomor XXV/MPRS/1966, juga melecehkan UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP, terkait hukum pidana tindak kejahatan terhadap keamanan negara: Pasal 107 huruf a s/d f.

Lalu ketika rakyat mengintip rezim berkuasa seolah membangun terowongan “Jakarta-Beijing” dalam berbagai bentuk kerjasama, muncullah pertanyaan menggelitik: apa kira-kira yang akan terjadi di negeri ini? Ternyata, tak lama kemudian, datanglah TKA (Tenaga Kerja Asing) dari Cina membanjiri proyek-proyek yang, konon kabarnya, didanai RRC. Dibintangi Menko bidang Kemaritiman dan Investasi, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjatan, nama RRC pun semakin harum dan disanjung-sanjung seolah bukan lagi negara komunis.

Kemudian rakyat juga disuguhi tontonan menarik yang diperankan polisi dengan dalih kerja sama, mengirimkan puluhan perwira calon Jenderal Polisi ke Tiongkok. Kabarnya juga mengadakan seminar bersama dengan polisi RRC. Loh…itu ‘kan sesuai perintah: “carilah ilmu walau sampai ke negeri Cina” bro!

Betul sekali. Dan hasil belajarnya memang cukup memuaskan bagi penguasa. Diantaranya, seperti yang sering kita rasakan dan saksikan bersama dalam setiap penanganan unjuk rasa terhadap kebijakan pemerintah. Bahkan (viral) di media sosial, pada demo pekan lalu, ada kreasi baru,: seorang perwira polisi menyamar masuk barisan aksi mahasiswa. Lalu ditangkap polisi huru-hara,  dan dipiting keluar barisan aksi sambil di-kethaki kepalanya.

Melihat adegan menyimpang dari skenario, atasan korban tidak terima: “Itu perwiraku” bro! Loh…mana aku tau. Terjadilah baku pukul antara polisi preman dan polisi huru-hara yang menghadang. Bak pertunjukan kick boxing, polisi huru-hara pun dicekik dengan teknik clinch, lalu ditendang knee strike hingga tersungkur. Dan video viral itu ditonton ribuan mahasiswa dan rakyat pada umumnya.

Maka, jangan salahkan penonton jika kemudian bertanya-tanya: siapa sesungguhnya provokator kerusuhan? Siapa pula yang merusak properti dan bakar-bakar halte? Jika lihat video viral “baku pukul antar polisi”, kayaknya setiap kerusuhan by design. Padahal tupoksi polisi kita ‘kan menjaga ketertiban, mengayomi masyarakat dan bersahabat dengan rakyat. Jangan-jangan  TKA Cina menyamar jadi polisi bro!

“Saya sebagai mantan anggota Polri miris dan prihatin melhat perilaku/tindakan anggota Polri seperti tentara militer dalam perang menghadapi musuh. Masak menghadapi pendemo yang tidak bersenjata, menggunakan berbagai senjata otomatis dan kendaraan taktis. Itu sudah menyimpang dari visi-misi dan tugas pokok kepolisian,” tegas mantan anggota polisi ini sambil menambahkan: ”rakyat dan (mahasiswa serta buruh yang berdemo itu) bukan musuh negara. Bahkan (mereka) pemegang kedaulatan, harusnya dilindungi selama unjuk rasa damai.”

Bukan hanya dihadapi dengan senjata otomatis dan kendaraan taktis saja, bahkan usai demo menolak UU Ciptaker pekan lalu, juga dimunculkan narasi ancaman polisi kepada para pelajar yang ikut demo, akan dicatat sebagai tindakan atau perbuatan buruk. Sehingga, nanti akan mempersulit mereka untuk mendapatkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) atau dahulu disebut SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik) dari kepollsian, sebagai salah satu syarat untuk mencari pekerjaan.

Sungguh keterlaluan. Jika benar narasi ancaman itu dimunculkan kepolisian, berarti polisi kita tidak paham konstitusi dan UU HAM. “Demo atau unjuk rasa damai itu, dijamin konstitusi dan UU HAM. Lha kok malah dicatat/distigma sebagai perbuatan kriminal,” ujar Fadli Zon, politisi Gerindra, mananggapi ancaman persulit mendapatkan SKCK.

Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon, juga mempertanyakan surat Dirjen Dikti Nomor 1035/E/KM/2020 yang mengimbau pimpinan Perguruan Tinggi agar melarang mahasiswa ikut-serta dalam aksi menolak UU Ciptaker. “Mahasiswa unjuk rasa damai, berkumpul, berserikat dan mengemukakan pendapat, itu hak asasi yang dilindungi konstitusi,”tandas Fadli sambil menambahkan “justru yang melarang itu melanggar konstitusi”.

Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Retno Listyarti, juga mengemukakan hal yang sama. “Dalam UU Perlindungan Anak tidak ada larangan anak usia sekolah ikut demo atau unjuk rasa. Dan itu bukan perbuatan criminal,” tegas Retno sembari menyesalkan adanya narasi ancaman mempersulit mendapatkan SKCK.

Disebutkan dalam konstitusi UUD 1945, Pasal 28E, ayat (3):”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Dan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 24, ayat (1):”Setiap orang berhak berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”

Jadi, jika ada orang berkumpul, berserikat, berunjuk rasa dan berpendapat, atau mengadakan rapat untuk maksud-maksud damai, lalu diobrak atau dibubarkan, maka pihak yang mengobrak atau membubarkan itulah yang, justru, melanggar konstitusi UUD 1945 dan UU HAM.

Dalam dekade terakhir, suasana kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita memang tidak semakin baik. Pemerintah, terutama polisi, seolah berperan sebagai represor penguasa. Peraturan perundang-undangan dan bahkan konstitusi negara, seolah sengaja dilupakan. Apa kira-kira penyebab utamanya bro?

Ada opini menarik di FNN (Forum News Network) yang ditulis Dr. Margarito Kamis.SH., M.Hum. Dosen pada Universitas Khairun, Ternate ini, memberi judul tulisannya, “Indonesia Seperti Negara Bagian China”. Margarito mengupas Cina mulai dari track record Presiden Xi-Jinping yang intelektual dan manajerial top, berkelas dan mengagumkan sampai raja vaksin.

Betapa hebat Tiongkok mengontrol ketat warganya agar tidak membawa uang keluar Cina, tapi harus menabung dengan bunga murah di berbagai bank domestik. Lalu bank mengucurkan kredit murah kepada korporasi agar bisa merambah dunia.

Dicontohkan Margarito, dalam setahun (2005-2006) saja, Cina berhasil merambah Afrika (Etiopia, Tanzania dan Zambia) dengan sebanyak 900 unit proyek. Dan negara-negara itu “segera menemukan dirinya terlilit utang”. Hebatnya lagi, Cina telah menempatkan pasukan perdamian di Liberia. Lantas bagaimana dengan Indonesia bro?

“Indonesia bakal menemukan diri layaknya negara bagian atau provinsi kesekian dari Cina, atau konfederas Cina,” tulis Margarito. Ia memberikan ilustrasi kasus pandemi Corona. Cina melihat pandemi Covid-19 adalah pasar terbuka vaksin yang harus direbut. Cina tahu dalam penemuan vaksin harus bergerak selangkah mendahului negara manapun, terutama Amerika.

Temuan dini atas vaksin, akan membawa Cina menjadi penguasa pasar vaksin dunia. ”Setidaknya, Cina akan jadi raja vaksin untuk Indonesia, yang sejauh ini tak memiliki kebijakan terukur dalam penyediaan vaksin sendri,”tandas Margarito.

Apa pun itu, Cina telah menyediakan vaksin untuk diuji coba bukan kepada kelinci, tapi kepada manusia. Dan ”tragisnya lagi, manusia yang dijadikan kelinci percobaan untuk tahap ketiga itu, bukan orang Cina, tapi orang Indonesia. Indonesia terlalu payah dalam uusan seperti ini,” tulis Margarito.

Senada dengan Margarito. Gubes ekonomi UI, Prof. Sri Edi Swasono, menegaskan: Indonesia kembali ke masa penjajahan. Meski hampir 75 tahun merdeka, dengan banyaknya TKA Cina bebas masuk Indonesia di era pemeintahan Jokowi, berarti invasi terhadap Indonesia sudah berjalan,”tandas Prof. Sri kepada kantor berita RMOL (bersambung).

*Choirul Anam, adalah Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah). Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry