JAKARTA | duta.co – Nama Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi kembali jadi perbincangan di jagat politik nasional setelah bergabung ke Partai Golkar. Sebelumnya TGB hengkang dari Partai Demokrat untuk mendukung Jokowi sebagai capres petahana. Isu miring sempat menimpa TGB terkait dukungannya ke Jokowi.
Setidaknya ada dua isu. Pertama, TGB dinilai mencari perlindungan hukum atas kasus yang diduga melibatkannya.  Kedua, sempat ramai diberitakan, bahwa bencana gempa di Lombok merupakan “protes alam” terhadap keputusan TGB merapat ke Jokowi tersebut. Selain itu, banyak pula yang menilai, gempa itu merupakan “protes alam” yang menolak cara-cara TGB menjadikan Pulau Lombok menjadi seperti Bali, meski dibungkus dengan label wisata halal. Sejumlah lokasi wisata di Lombok disebut-sebut tidak ubahnya dengan Bali alias tidak halal sebab dipenuhi bule-bule bermaksiat ria. Cuitan Menteri Agama sempat heboh terkait “azab” Allah ini.
Paling mencolok di Gili Trawangan, Gili Mano, dan Gili Air, yang saat gempa, banyak turis terjebak di pulau itu. Para turis di sini disebut-sebut menerapkan gaya hidup nudis alias telanjang bulat. Padahal Pulau Lombok dikenal dengan julukan pulau seribu masjid. “Lantas yang mana yang halal itu? Ini hanya mengejar duit dari turis saja. Turis jenuh di Bali sekarang ke trio Gili,” kata Suparman, warga Lombok. Namun soal tuduhan ini masih pro-kontra.
Soal gempa Lombok, mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat itu meminta bencana gempa Lombok yang terjadi di daerahnya tidak dikaitkan dengan dukungannya kepada Joko Widodo atau Jokowi dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019. “Gempa itu kemanusiaan, enggak usah dipolitisasi,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 10 Agustus 2018.
Menurut TGB, jika ada pihak yang mengaitkan gempa dengan sikap politiknya, hal itu menandakan pelakunya memiliki keimanan yang cacat. Alasannya, segala yang terjadi di dunia ini adalah ketetapan Tuhan. “Itu menunjukkan kecacatan dalam keimanan karena semua takdir, baik atau buruk, itu ketetapan Allah. Jadi repot juga kalau mengukur bahwa suatu musibah itu tanda Allah marah,” tuturnya.
TGB menanggapi banyaknya tudingan di media sosial bahwa gempa Lombok berkaitan dengan pilihan politiknya, yang mendukung Jokowi dalam pilpres 2019. Menurut dia, semua fenomena alam yang terjadi bisa dijelaskan secara ilmiah. Sedangkan penjelasan dari kacamata agamanya adalah takdir dari Tuhan.
“Dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, ya, untuk menjadi pelajaran bagi kita semua, untuk memperbanyak syukur, memperbanyak sabar, dan semakin mendekat pada Allah,” ujarnya.
Gempa Lombok berkekuatan 7 skala Richter (SR) terjadi pada Minggu 5 Agustus 2018, disusul dengan ratusan gempa susulan hingga Kamis, 9 Agustus lalu. Gempa susulan itu berkekuatan cukup besar, yaitu 6,2 SR. Hingga saat ini, berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 321 orang meninggal akibat gempa Lombok. Adapun jumlah pengungsi 270.168 jiwa.
Kasus  Newmont
Selain itu, ada juga kasus dugaan korupsi. Isu semakin santer saat terungkap pernah ada pertemuan antara Deputi Penindakan KPK, Firli, dan TGB. Pertemuan itu diduga terjadi di tengah proses penyelidikan kasus korupsi dalam divestasi Newmont Nusa Tenggara yang diduga menyeret peran TGB.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan perlu melakukan penelaahan secara internal terkait pertemuan antara Deputi Penindakan KPK, Firli, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat.
“Kami perlu melakukan telaah secara internal dulu, jadi telaah yang baru bisa kami lakukan,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, di Jakarta, Senin, 17 September 2018.
Terkait pokok perkara pertemuan tersebut, Febri mengatakan hal itu tergantung pada kecukupan dua alat bukti dan harus diputuskan dalam forum gelar perkara. “Tapi prinsip dasarnya KPK tidak akan membeda-bedakan proses penanganan satu perkara dengan perkara yang lain,” kata dia.
Firli dilantik menjadi Deputi Penindakan KPK pada April 2018. Sebelumnya ia adalah Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Kendati TGB adalah orang yang disasar KPK, Firli, yang sudah berstatus deputi penindakan, masih sempat bertemu dengan Gubernur NTB periode 2008-2018 itu. Pada 13 Mei lalu, Firli dan Zainul bertemu dalam acara perpisahan Komandan Komando Resor Militer 162/ Wira Bhakti di Mataram. Firli datang lebih awal, disusul Zainul yang hadir bersama anaknya yang masih belia.
Kepala Penerangan Korem 162 Mayor Dahlan mengatakan institusinya menggelar pertandingan tenis lapangan dalam acara itu. Ia juga membenarkan kabar kehadiran Firli dan TGB. Ia menerangkan, Korem tidak menerbitkan undangan resmi buat mereka. “Mungkin Komandan yang mengundang sendiri karena kedekatan mereka selama menjabat di sini,” ujar Dahlan, Kamis pekan lalu.
Seorang pejabat di KPK menyebutkan pertemuan itu menjadi pembicaraan di lingkup internal karena beberapa foto Firli bersama Zainul beredar di media sosial. Tapi masalah ini belum sampai ke meja pengawasan internal KPK.
TGB mengaku bertemu dengan Firli, tapi ia menampik kabar bahwa pertemuan itu membincangkan divestasi Newmont. “Saya menghormati beliau. Bagian dari penghormatan saya adalah memastikan beliau bekerja secara profesional,” ucapnya. Adapun Firli tidak menanggapi permintaan konfirmasi mengenai hal ini.
Kasus ini yang membuat TGB terus menerus diterpa isu. Salah satunya dia meminta perlindungan hukum kepada Jokowi dan Ketum NasDem Surya Paloh. Namun isu perlindungan hukum TGB ke Partai Nasdem dibantah keras para pengurus DPW Nasdem provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pasalnya partai besutan Surya Paloh ini sangat konsen dan mendukung penegakan hukum.
“Isu – isu tidak memiliki dasar, itu bisa melecehkan institusi hukum kita sebab institusi hukum kita tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk presiden,” kata Pengurus DPW Partai Nasdem NTB, Raihan Anwar, Selasa (18/12/2018) kepada wartawan di DPRD NTB.
“Saya juga tidak melihat apa kasusnya. Ini kan tidak jelas. Jadi tidak ada hubungan dengan itu intinya,” tambahnya.
Ia mengatakan, tidak pihak atau pun figur di Nasdem yang bisa melindungi orang yang bermasalah dengan hukum. “Di negara ini tidak ada yang kebal hukum. Bahkan ketum kita sangat tidak suka dengan orang – orang yang memiliki kasus hukum dan terlibat hukum,” ucapnya.
Dicontohkan bahwa Sekjen Partai Nasdem yang tersangkut hukum tidak ada upaya perlindungan yang diberikan. “Intinya partai Nasdem bukan tempat berlindungnya orang – orang yang melanggar hukum,” tuturnya.
Raihan mengatakan, sampai saat ini TGB belum dikatakan sebagai orang yang melanggar hukum. Isu – isu yang beredar saat ini merupakan penyesatan serta opini yang sengaja digiring oleh orang yang berkepentingan sehingga harus diluruskan.
Lalu mengapa TGB memilih Golkar?
TGB akhirnya angkat suara terkait keputusannya bergabung dengan Partai Golkar. Dia memastikan keputusan ini diambil secara matang.
Mantan politikus Partai Demokrat itu mengaku bersyukur sudah resmi menjadi keluarga besar partai berlambang pohon beringin itu. Dia pun berjanji akan menjalankan tugasnya sebagai Koordinator Bidang Keumatan dan Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) dengan maksimal.
“Saya Alhamdulillah bersyukur dan berterimakasih atas keterimaan dan bagi saya dimanapun berada. Sebagai seorang muslim saya melaksanakan sebagai dakwah dan sebagai seorang anak bangsa dimana pun, berada nawaitunya bisa memberi kontribusi untuk Indonesia,” ujar TGB di Darmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (20/12) malam.
TGB menerangkan, komunikasinya dengan Golkar sudah berjalan cukup lama. Di matanya Golkar merupakan partai tengah sehingga memiliki nilai lebih baginya. Hal itu pula yang membuat dia mantap mengambil keputusan ini.
“Komunikasi memang sudah cukup lama dan partai Golkar partai tengah yang kokoh, ada nilai meritokrasi dan tentu kalau saya cermati misalnya beberapa yang saya sampaikan bahwa moderasi atau sikap pertengahan itu penting,” imbuhnya.
Sementara itu terkait jabatan barunya sebagai Wakil Ketua Bappilu, TGB menegaskan akan menjalankannya dengan maksimal. Bahkan dia percaya Golkar bisa masuk dua besar di Pileg 2019. (dt/tmp/jc)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry