PONTIANAK | duta.co – Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) FUAD IAIN Pontianak 2024 kembali menghadirkan pembahasan menarik dalam sesi panel kedua. Salah satu narasumber yang tampil secara luring adalah Patmawati, yang memaparkan “Internalisasi Nilai-Nilai Islam melalui Bimbingan Konseling Multikultural dalam Pantang Larang.”

Dengan gaya penyampaian yang lugas, ia mengupas bagaimana tradisi pantang larang dapat menjadi media efektif dalam menginternalisasi ajaran Islam di masyarakat multikultural.

Menurut Patmawati, tradisi pantang larang, yang diwariskan secara turun-temurun, sejatinya mencerminkan nilai-nilai Islam, baik dalam aspek akidah, syariat, maupun akhlak. Dalam materinya, ia menjelaskan bahwa internalisasi nilai akidah tampak pada aturan-aturan yang menjaga hubungan manusia dengan Sang Khalik.

Misalnya, larangan membakar sisa batang padi atau rapun serta pantang keluar rumah saat waktu Maghrib. “Larangan-larangan ini bukan sekadar adat, tetapi memiliki makna spiritual yang mendalam, mengingatkan kita untuk selalu menjaga hubungan dengan Allah,” ungkapnya.

Di sisi lain, nilai-nilai syariat juga tercermin dalam pantang larang yang membangun harmoni antara manusia, sesama makhluk, dan alam semesta. Sebagai contoh, larangan merusak kayu, membunuh binatang sembarangan, atau bagi calon ayah, larangan membunuh binatang menjadi wujud nyata bagaimana Islam mengajarkan penghormatan terhadap alam.

Tidak kalah menarik, internalisasi nilai akhlak turut menjadi sorotan. Pantang larang seperti tidak boleh makan sambil berbaring agar tidak menjadi pemalas, larangan makan berantakan karena “nasi akan menangis,” hingga larangan memukul dengan sapu menunjukkan bagaimana tradisi lokal mengajarkan perilaku sopan santun dan tanggung jawab. “Ini adalah bagian dari pendidikan karakter yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, sekaligus relevan dalam konteks bimbingan konseling multikultural,” ujar Patmawati.

Materi yang disampaikan juga memberikan perspektif baru tentang pentingnya memahami tradisi lokal sebagai sarana dakwah dan pendidikan. Dalam masyarakat multikultural seperti Kalimantan Barat, konselor perlu peka terhadap tradisi setempat untuk memberikan pendekatan yang lebih personal dan efektif.

Sesi panel kedua ini mendapat apresiasi besar dari peserta seminar. Banyak yang tertarik dengan bagaimana tradisi pantang larang dapat menjadi metode konseling yang mengintegrasikan nilai Islam secara kontekstual. Salah satu peserta, seorang mahasiswa BKI, mengungkapkan, “Materi ini membuka wawasan baru bagi kami bahwa adat istiadat dapat dijadikan pendekatan yang sangat Islami dalam bimbingan konseling.” (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry