Dari kiri, Mbak Yenny, Bu Khofifah dan Gus Ipul. (FT/SUUD)

SURABAYA | duta.co  – Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy paska ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam Operasi Tangkat Tangan (OTT) di Surabaya (Jumat,15/3), nampaknya sulit untuk dipertahankan.

Bahkan jika memaksa bertahan justru akan menjadi buah simalakama karena akan sulit menyelamatkan partai berlambang Ka’bah lolos Parliementary Treshold (PT) pada Pemilihan Umum 17 April 2019.

Tak ayal, hanya ada satu pilihan yakni secara elegan Romy sapaan akrabnya, mundur dengan ikhlas dan menyerahkan nahkoda PPP kepada tokoh baru yang bisa mengembalikan dan menjaga marwah PPP yang antikorupsi dan terpercaya.

“Tidak harus memaksakan kader aktif, bisa jadi kader  nonaktif tetapi punya rekam jejak yang positif dalam perjuangan keumatan. Karena situasi forcemajor jadi  harus hadir tokoh yang sudah punya nama dikenal luar sepak terjangnya oleh umat dan konstituen PPP,” ujar pengamat politik dari Universits Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdus Salam, Sabtu (16/3/2019).

Menurut Dekan FISIB UTM ini, tokoh yang bisa dilamar menggantikan Romy sebagai ketua umum  sekaligus paling bisa diandalkan menyelamatkan PPP, setidaknya ada tiga orang, yaitu Saifullah Yusuf (Gus Ipu), Khofifah Indar Parawansa, dan Mbak Yenny Wahid.

“Ketiganya mempunyai kapasitas baik dan track record jabatan publik juga positif. Tapi Khofifah punya nilai plus sebab dia mengawali kiprah politik melalui PPP, kader tulen NU yang punya basis kuat di akar rumput yang juga  memegang jabatan publik sebagai Gubernur Jatim serta relatif dekat dan memiliki hubungan baik dengan presiden Jokowi. Dan tak kalah penting Khofifah punya semangat antikorupsinya juga tinggi,” tegas Surokim.

Sayangnya, dalam situasi sekarang memang berat untuk meminta dan meminang Khofifah untuk menerima amanat menjadi Ketum PPP karena beliau masih fokus di kerja 99 hari sebagai gubernur baru.

“Tetapi masih ada peluang jika dititahkan para kiai sepuh dan juga ada permintaan dari Pak Jokowi mungkin Bu Khofifah sulit untuk menolak,” dalih peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) ini.

“Kalau Khofifah mau saya kira PPP masih bisa diselamatkan untuk meraih PT 4 persen. Mengingat, dukungan grassroot beliau relatif mapan dan kuat. Namun mantan Mensos itu bukan tipikal pemimpin yang kemaruk jabatan sehingga situasi ini jelas tidak mudah bagi PPP,” imbuhnya.

Dalam situasi normal saja, lanjut Surokim tetap sulit jika meminta Bu Khofifah menjadi Ketum PPP karena Gubernur perempuan pertama di Jatim itu akan menghadapi situasi yang dilematis. “Saat ini Bu Khofifah fokus pada program kerja 99 hari sebagai gubernur dan menyiapkan RPJMD Jatim. Kalau dipaksa untuk double  fokus sebagai Ketum PPP maka resiko dan harga yang harus ditanggung relatif besar,” beber Surokim

Alternatif yang memungkinkan justru pada Gus Ipul karena beliau sudah selesai menjadi Wagub Jatim dua periode sehingga sekarang relatif luang kesibukannya dan secara kultural maupun struktural, Gus Ipul punya kedekatan dengan para kiai. “Kelemahan Gus Ipul cuma  selama ini terlalu PKB banget sehingga diinternal PPP khawatir timbul penolakan dan friksi,” beber Surokim.

Begitu juga dengan Mbak Yenny Wahid, kata Surokim jika mengusung anak biologis Gus Dur di PPP juga kurang ideal karena bisa jadi akan memunculkan polarisasi di luar dua kelompok yang selama ini berseberangan (Gusdurian dan PKB Cak Imin).

“Situasinya yang paling mendesak ya mengembalikan trust (kepercayaan) umat pada partai ini dan itu hanya bisa dilakukan dengan pengantian ketum yang punya kriteria, dekat dengan kiai sepuh, dekat dengan Jokowi dan Punya citra positif antikorupsi. Tiga kriteria itu yang harus dicari untuk penganti Romy,” jelas Surokim.

Kalau ini Baru PPP akan Dahsyat

Di sisi lain, kata Surokim, daya terima para kader organik PPP terhadap tokoh yang belum pernah membesarkan PPP juga masih relatif rentan. “Mbak Yenny akan punya beban psikis yang paling rentan dibanding Khofifah dan Gus Ipul jika ke PPP menggantikan Romy,” tambahnya.

Jika PPP punya target mengusung kader untuk maju di Pilpres 2024, kata Surokim peluang itu jelas ada di Khofifah walaupun itu juga jalan terjal karena baru saja jadi gubernur dan fokus pada pembuktian janji-janji kampanyenya. “Kalau Khofifah berkeberatan, ya sebaiknya dikembalikan saja pada titah kiai sepuh. Situasi forcemajor maka jalan keluarnya juga tidak selalu normal sehingga bisa juga jalan forcemajor,” ungkapnya.

Menurut Surokim, yang mendesak bagi PPP adalah  menyelamatkan bisa lolos PT 4 persen supaya bisa bertahan di senayan dan itu jelas perlu tokoh pembaharu fresh serta bisa memulihkan citra PPP di udara. “PPP memang menemui jalan terjal karena kader di bawah Romy juga belum muncul di permukaan yang sudah disiapkan dan jika dari luar yang potensial hanya Khofifah yang paling mendekati kriteria ideal,” tegasnya.

Terpisah pakar komunikasi politik dari Unair Surabaya, Suko Widodo menyatakan bahwa PPP saat ini mengalami apa yang disebut dengan istilah krisis komunikasi paska ketua umum PPP Romahurmuzy kena OTT KPK. Karena itu jika tak cepat dan tepat mencari solusi, PPP bisa kehilangan jaringan kekuatan yang bisa berimbas negatif pada pemilihan umum yang kurang sebulan lagi digelar.

“Salah satu caranya dengan mengganti struktural dengan memilih pemimpin yang memiliki kredibilitas di mata publik,” terang Suko Widodo.

Lantas siapa saja yang punya peluang menggantikan Romy? Dengan lugas Suko mengatakan banyak tokoh NU yang layak memimpin PPP. Misalnya, Khofifah Indar Parawansa, Saifullah Yusuf atau bahkan Mbak Yenny Wahid sebab ketiga tokoh itu memiliki modal sosial dan kultural yang bisa menjadi magnet untuk menarik kekuatan massa PPP yang berserakan selama ini.

“Kalau ketiga tokoh itu bisa disatukan masuk ke PPP, saya rasa PPP akan dahsyat. Tapi itu pekerjaan yang tak mudah seperti membalikkan tangan,” pungkas Suko Widodo. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry