JAKARTA | duta.co – Media CNN Indonesia, Senin malam (31/12/2018) menggelar dialog bertema “Menengok ke Belakang dan Menatap ke Depan Tahun Politik.” Salah satu yang dikupas adalah isu Pilpres 2019. Dari isu itu, paling dominan terkait keinginan Jokowi tampil lagi sebagai presiden mendatang.

Di samping rapor Jokowi-JK masih ‘merah dan payah’, faktor cawapres KH Ma’ruf Amin juga disebut sebagai beban berat Jokowi untuk melangkah ke depan. Keputusan Jokowi memilih KH Ma’ruf sebagai calon wakil presiden diyakini tidak semata-mata karena kubu Jokowi hendak melawan narasi Jokowi anti-Islam.

Menurut Pemimpin Umum RMOL Network, Teguh Santosa, melihat ada faktor lain yang juga mendominasi keputusan itu. Terutama terkait dengan fragmentasi elit di kelompok pendukung Jokowi.

Dalam hal ini ada pertimbangan mengenai masa depan PDI Perjuangan bila yang diajukan adalah tokoh lain. Juga pertimbangan masa depan partai-partai pendukung lain. Di sini Jokowi tidak terasa jadi korban.

“Fragmentasi elit ada di mana-mana,” kata Teguh.

Menurut Teguh, ketika Jokowi memilih Ma’ruf Amin dan Prabowo memilih Sandiaga Uno, maka anggapan bahwa keputusan itu didasarkan pada politik identitas jadi kembali menebal.  Teguh mengingatkan bahwa media memiliki tanggung jawab untuk menawarkan frame yang lain, yang lebih positif.

“Saya tidak punya kekhawatiran pada hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Mereka teman lama. Mereka baik. Yang saya khawatirkan adalah kelompok pendukung, dan barangkali adalah kita-kita yang ikut membangun frame,” ujar Teguh.

Soal partai pendukung Jokowi lebih mementingkan dirinya, ketimbang masa depan bangsa, sudah banyak dibahas pengamat. Dipilihnya Kiai Ma’ruf, hanya untuk mengamankan kepentingan partai pada Pilpres 2024. Karena kiai Ma’ruf secara usia sudah udzur. Kalau sampai pilih Mahfud MD, maka, Pilpres 2024 justru Mahfud yang naik ke atas. Ini yang tidak diinginkan partai pendukung Jokowi.

Akibatnya? Jokowi dikorbankan, sudah rapornya jeblok, sekarang berat untuk janji kembali kepada rakyat. Jokowi hari ini (seakan) harus menjadi sasaran pengadilan rakyat.

Pendapat yang sama disampaikan Pemimpin Redaksi Tempo, Arif Zulkifli. Keputusan Jokowi memilih Kiai Ma’ruf didasarkan pada asumsi yang keliru. Jokowi termakan narasi yang dikembangkan bahwa dirinya tidak punya hubungan yang baik dengan kalangan pemilih Muslim.

Padahal, dalam berbagai survei terlihat jelas mayoritas pemilik suara yang akan memilih Jokowi adalah umat Muslim. “Saya harus katakan bahwa sisi kubu Pak Jokowi menjalankan politiknya dengan mengambil asumsi yang salah,” ujar Arif Zulkifli.

Lebih berat lagi, bagi Jokowi sulit jualan program ekonomi. Ini lantaran dalam kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia jeblok. Ini menjadi ‘bola muntah’ lawan politik. Karena itu, Calon wapres Sandiaga Uno lebih menekankan pentingnya ekonomi rakyat.

“Bagi saya yang menjadi isu utama adalah ekonomi. Dan apapun yang tidak berkaitan dengan isu tersebut merupakan satu hal yang tidak strategis,” jelasnya di Media Center Prabowo-Sandi di Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (31/12/2018).

Jadi? “Sebaiknya Jokowi cukup! Berhenti di sini. Demi masa depan bangsa, bairlah Indonesia dipimpin tokoh yang punya visi misi jelas, biar ada kaderisasi dengan tampilnya Bang Sandi, anak muda yang cemerlang,” demikian Gus Rozaq, nahdliyin pendukung Sandi, menimpali. (net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry