Sudah diajarkan sejak awal termasuk di lomba-lomba pidato. (FT/youtube)

JAMBI | duta.co – Ada kabar lucu di media online Sabtu (24/11/2018) sore ini. Kabarnya acara pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Majelis Nasional (MN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) I di ACC Jambi, Sabtu (24/11), oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, diwarnai keributan.

Keributan terjadi saat pembawa acara menutup acara pembukaan. Saat itu, pembawa acara mengucapkan Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq, sebuah salam khas warga NU.

Lebih lucu lagi, kalimat pembawa acara tersebut diprotes peserta Rakornas, karena identik dengan Ormas lain (NU red.). Sementara, HMI sudah biasa mengucapkan kalimat penutup Billahi Taufiq Wal Hidayah.

“Pembawa acara mengucapkan Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq yang digunakan organisasi lain,” sebut Firman, salah seorang peserta Rakornas seperti dikutip metrojambi.com.

Saat ini pihak MC diminta mengklarifikasi kalimat salah ucap tersebut, dan meminta maaf kepada peserta Rakornas KAHMI. “Kami minta agar MC meminta maaf secara terbuka, kami yakin ini sudah disusupi,” ujar pengurus KAHMI di depan mikrophon.

Billahi Taufiq Wal Hidayah Juga Punya NU

Kisah salam khas ini pernah menjadi guyonan dalam acara peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-46 . Sejumlah tokoh nasional, Angkatan ’66 dan ratusan kader PMII hadir dalam acara yang digelar di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Gus Dur, dalam sambutannya, menegaskan tentang komitmen keindonesiaan dan kebangsaan dengan cara mengawal terus Indonesia dengan Islam ala Indonesia.

Setelah berbicara panjang lebar, Gus Dur bermaksud menutup pidatonya dengan ucapan “wabillahi taufiq wal hidayah“, tetapi tiba-tiba Gus Dur diam sejenak. “Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU,” jelas cucu pendiri NU ini.

“Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah untuk ucapan penutup acara nahdlyiin (warga NU,red) wajib  mengikuti. Tapi setelah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu untuk  menutup setiap pidato kampanyenya,” ungkap Gus Dur.

Nah setelah itu, lanjut Gus Dur, para ulama NU sepakat menggantinya dengan yang lain. Muncul ide agar diganti dengan “wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq”  dari  seorang Kiai kharismatik asal Magelang lalu dipakailah hingga kini.

“Jadi Golkar minjem “wabillahi taufiq wal hidayah” dari NU dan sampai sekarang belum dikembalikan,” kata gusdur diiringi gelak tawa hadirin.

“Untuk itu saya akhiri dengan wallohul Muwafiq ila aqwamith Thariq,”  begitu Gus Dur menyudahi acara.

Kalimat khas itu juga menjadi penutup dalam surat-menyurat khas warga NU, sebelum salam penutupan. Arti harfiahnya: “Allah adalah Dzat yang memberi petunjuk ke jalan yang selurus-lurusnya.” Istilah ini diciptakan oleh KH Ahmad Abdul Hamid dari Kendal, Jawa Tengah.

Sebelum menciptakan kalimat Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq, Kiai Ahmad telah menciptakan istilah Billahit taufiq wal-hidayah. Namun karena Billahit taufiq wal hidayah kemudian digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam, maka ia merasa kekhasan untuk orang NU tidak ada lagi.

Untuk itu ia menciptakan istilah baru, Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq yang dirasakan cukup sulit ditirukan oleh orang non-NU. Jadi Billahi Taufiq Wal Hidayah itu juga karya kiai NU.

KH Ahmad Abdul Hamid adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah. Ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohannya, masyarakat Kendal menyebutnya sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.

Kiprah Kiai Ahmad, demikian panggilannya sehari-hari, di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU.

Ia juga tercatat sebagai distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen majalah NU seperti Buletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama).

Kiai Ahmad termasuk sangat produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Kitab-kitabnya umumnya ditulis dalam bahasa Jawa dengan tulisan Arab Pegon. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syech KH Hasyim Asy’ari yang ia terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof KH Saifudin Zuhri.

Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.  KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H. (Sumber: nuo, ensiklopedi NU)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry