SURABAYA | duta.co – Tuntutan tinggi yang diterima Antonius Aris Saputra, Direktur Utama (Dirut) A&C Trading Network (ACTN) ternyata disebabkan berbagai alasan.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim Didik Farkhan Alisyahdi SH, MH mengatakan salah satu alasannya adalah tidak adanya pengembalian kerugian negara atas perkara dugaan korupsi ini.

“Tidak adanya pengembalian kerugian negara menjadi salah satu sebab mengapa terdakwa dituntut tinggi. Tidak ada serupiah pun pengembalian. Mereka (terdakwa, red) hanya janji-janji saja, mau jual inilah mau jual itulah tapi janjinya tidak pernah direalisasikan,” terang Didik kepada wartawan, Jumat (2/8).

Sedangkan terkait  jumlah uang pengganti yang dibebankan seluruhnya oleh  jaksa kepada terdakwa, Didik mengatakan karena perusahaan milik terdakwa lah yang menerima uang yang saat ini menjadi kerugian negara tersebut.

“Seluruh uang yang menjadi diterima oleh perusahaan milik terdakwa, jadi jumlah keseluruhan kerugian negara atas kasus ini, terdakwalah yang berhak mengembalikan,” tambah Didik.

Terdakwa Antonius Aris Saputra dituntut 18 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia dianggap terbukti bersalah telah melakukan  korupsi pengadaan kapal floating dok 8.500 TLC pada 2015 dengan kerugian mencapai Rp 63 miliar, Rabu (31/7) lalu.

Terdakwa dijerat pasal 2 dan 3 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Tidak hanya hukuman pidana penjara, jaksa juga menuntut terdakwa agar membayar uang pengganti sebesar Rp 61 miliar. Apabila uang tersebut tidak dapat dibayarkan, maka harta bendanya akan disita sebagai pengganti.

“Namun, apabila masih tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama 9 tahun 3 bulan penjara,” ujar jaksa membacakan berkas tuntutannya.

Menanggapi tuntutan jaksa ini, kuasa hukum terdakwa Bobby Wijanarko menyatakan keberatannya. Salah satu alasannya adalah, kasus tersebut harusnya tidak masuk wilayah pidana namun lebih cenderung ke perdata.

“Perbuatannya (pidana) pak Aris dimana. Tidak ada pengembalian uang, ya karena itu uang DPS (PT Dok dan Perkapalan Surabaya) yang kemudian dibelikan oleh pak Aris. Karena ada musibah itu kemudian ada rencana mau diganti. Tapi ditengah proses itu sudah disidik,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kapal floating dock ini, selain menyeret terdakwa jaksa juga sudah menyeret mantan Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Riry Syeried Jetta (berkas terpisah).

Kapal yang dipesan itu adalah kapal ex Rusia yang dibuat tahun 1973. Usia kapal diperkirakan sudah 43 tahun lebih. Padahal sesuai peraturan menteri perdagangan Nomor 75 tahun 2013 pengadaan barang bekas maksimal usia 20 tahun.

Dalam pengadaan floating crane 8.500 TLC pada tahun 2015 itu, PT DPS telah mengeluarkan uang USD 4.500.000 atau senilai Rp63 miliar. Namun kapal yang dipesan itu tidak pernah diterima sampai sekarang. Dalam kasus ini, jaksa mendapati adanya kerugian negara senilai Rp 63 miliar. eno

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry