Syiddatul Budury, S.Kep.Ns., M.Kep – Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
INDONESIA menduduki peringkat 3 dunia sebagai fatherless country. Fatherless Country atau negara tanpa sosok ayah adalah situasi di mana terjadi kekurangan atau ketidakhadiran sosok ayah bagi seorang anak dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah kekurangan sosok ayah ini dapat timbul karena berbagai alasan dan memiliki dampak sosial, emosional, dan ekonomi yang signifikan.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kekurangan sosok ayah di Indonesia adalah tingkat perceraian yang tinggi.
Perceraian menyebabkan banyak anak tumbuh dalam keluarga dengan hanya satu orang tua, biasanya ibu. Selain itu, migrasi pekerjaan yang tinggi dan peningkatan angka kriminalitas juga dapat menyebabkan absennya ayah dalam kehidupan anak.
Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi
Faktor sosial dan budaya juga dapat berperan dalam menghasilkan ketidakhadiran sosok ayah. Beberapa daerah memiliki kurangnya figur ayah karena kurangnya model peran laki-laki yang positif atau norma budaya yang mengesampingkan peran ayah dalam pendidikan dan pengasuhan anak.
Selain itu aspek patriarki juga memiliki peranan, dalam masyarakat yang didominasi oleh nilai-nilai patriarki, peran ayah dianggap sangat penting dalam struktur keluarga.
Ayah dianggap sebagai sosok otoritatif, pemberi nafkah, dan pemimpin keluarga, sedangkan dalam ranah domestik peran perawatan dan pengasuhan anak jatuh lebih berat pada ibu (perempuan). Ketika ayah tidak hadir secara fisik atau emosional dalam kehidupan anak, dampaknya dapat menciptakan fenomena kekurangan ayah.
Negara tanpa bapak dapat memiliki dampak yang signifikan pada individu dan masyarakat. Hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan anak terutama pada proses pembentukan identitas diri, kepercayaan diri, dan pemahaman tentang peran gender.
Anak akan mengalami kesulitan dalam mengelola emosi, membangun hubungan interpersonal yang sehat, dan mengatasi masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi. Keterlibatan ayah yang terbatas atau tidak adanya ayah dalam keluarga dapat berdampak pada prestasi akademik anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran dan dukungan ayah dapat meningkatkan keberhasilan akademik, motivasi belajar yang lebih besar, dan tingkat kelulusan yang lebih tinggi.
Kekurangan sosok ayah juga berdampak pada perilaku dan kriminalitas anak. Tanpa figur ayah yang stabil dan pengaruh yang positif, anak-anak lebih rentan memiliki perilaku yang merusak seperti penggunaan narkoba, dan terlibat dalam tindakan kriminal.
Ayah yang hadir dapat berperan dalam memberikan batasan, disiplin yang konsisten, dan pengawasan yang diperlukan untuk mengarahkan anak-anak pada perilaku yang positif.
Selain itu, dalam keluarga tunggal yang dipimpin oleh ibu atau dalam situasi di mana ayah tidak terlibat secara aktif, dapat menyebabkan tekanan finansial, kelelahan, dan ketidakseimbangan dalam pengasuhan anak.
Hal ini dapat berdampak negatif pada hubungan antara anggota keluarga dan stabilitas keluarga secara keseluruhan. Kekurangan sosok ayah dalam keluarga juga dapat berkontribusi pada pemahaman dan pengalaman anak-anak tentang peran gender yang memperpetuasi stereotip gender yang merugikan dan menghambat perkembangan kesetaraan gender di masyarakat.
Untuk mengatasi ketidakhadiran sosok ayah dalam keluarga, penting untuk mempromosikan kesetaraan gender, melibatkan ayah secara aktif dalam peran pengasuhan dan pendidikan anak, serta mendorong keseimbangan peran dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Ini membutuhkan perubahan dalam konstruksi sosial dan norma budaya yang mengakui pentingnya peran aktif ayah dalam keluarga.
Penting untuk dicatat bahwa dampak kekurangan sosok ayah tidak hanya merujuk secara eksklusif pada keberadaan ayah biologis. Figur ayah atau ayah pengganti yang positif, seperti kakek, paman, atau anggota keluarga lainnya, juga dapat berperan penting dalam memberikan dukungan dan pengaruh positif pada anak.*