KH Ali Mustawa, pengasuh PP Syahlaniyah, Jrebeng, Krian, Sidoarjo. (FT/MKY)

SIDOARJO | duta.co – KH Ali Mustawa, pengasuh PP Syahlaniyah, Jrebeng, Krian, Sidoarjo, mengaku prihatin membaca pernyataan sejumlah orang yang mengomentari pertemuan KH Ma’ruf Amin, Ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Sukmawati Sukarnoputri. Apalagi kemudian disimpulkan Kiai Ma’ruf sebagai ulama Istana, ulama yang lemah, ulama yang tidak shiyanatuddin (menjaga agama).

“Saya yakin, mereka marah karena belum mampu membaca apa sesungguhnya yang sedang diperankan Kiai Ma’ruf Amin. Wa zada fi ilmikum manthiquhu, justru dengan peran Kiai Ma’ruf Amin, kita bisa menambah wawasan. Ulama itu tugasnya meredam, bukan membuat suasana gaduh,” jelasnya kepada duta.co, Selasa (10/4/2018).

Menurut Kiai Ali Mustawa, Indonesia saat ini sangat butuh tokoh seperti Kiai Ma’ruf Amin. Diakui atau tidak, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, terbukti mampu menjaga keseimbangan. “Ketika geger kasus Ahok, Kiai Ma’ruf berkenan menjadi saksi. Kita bisa membaca, betapa penting peran beliau menjaga keseimbangan Indonesia saat itu,” tegasnya.

Begitu juga ketika meledak puisi Sukmawati Sukarnoputri, lanjut Kiai Ali, sebagai Ketua MUI Kiai Ma’ruf tampil di depan untuk menjaga keseimbangan. Soal hukum, itu menjadi domain penegak hukum. Sebagai tokoh sentral, Kiai Ma’ruf mengajak umat Islam untuk tetap teduh. Soal dosa puisi, itu urusan dia (Sukma red.) dengan gusti Allah. Toh dia sudah minta maaf, syukur kemudian tobat, lalu belajar tentang syariat Islam.

“Kita tidak boleh memaksanya. Di sini posisi penting Kiai Ma’ruf. Dan tidak semua kiai mampu berperan seperti itu. Maka, kita harus bisa membaca ‘teks’ Kiai Ma’ruf ini dengan benar. Jangan kalau sedang sepaham lalu dipuji, begitu tidak cocok, dicaci maki. Jangan!” jelasnya. (mky)