SURABAYA | duta.co – Wacana calon tunggal dalam pilgub Jatim 2018 yang digulirkan PKB tampaknya sulit terwujud. Indikator Politik Indonesia yang merilis hasil survei terkait peta peluang para tokoh jelang Pilgub Jatim 2019 yang dilakukan pada 3-7 Mei dengan melibatkan 819 responden tersebesar secara proporsional di seluruh wilayah Jatim menyatakan ada tiga cagub dalam pilkada Jatim. Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error 3,5%.

Hasil survei itu ada tiga nama yang memiliki tingkat elektabilitas (keterpilihan) yang menonjol berdasarkan pertanyaan semi terbuka, yaitu Wagub Jatim Saifullah Yusuf (23,6%), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (19,2%) dan Mensos RI Khofifah Indar Parawansa (15,7%).

“Selisih antara ketiga nama itu masih dalam batas margin of error survei yaitu 3,5%, sehingga kalau Pilgub dilaksanakan saat ini selisih perolehan angka satu dengan yang lain juga tidak terlalu signifikan secara statistik,” ujar Hendro Prasetyo peneliti Indikator, Minggu (11/6).

Sementara ketika responden mendapat pertanyaan spontan, kata Hendro sebanyak 13,1% responden memilih Gus Ipul sapaan akrab Saifullah Yusuf. Disusul Tri Rismaharini 9,7% dan Khofifah 5,8%. “Yang menarik ada 61,4% responden yang belum memiliki pilihan. Itu artinya jika yang bersaing hanya tiga nama, maka Gus Ipul sedikit melebar selisihnya dengan dua pesaing utama,” ungkapnya.

Dijelaskan Hendro, popularitas merupakan alasan mendasar agar calon bisa dipilih. Tapi calon yang populer belum tentu dipilih jika ada calon lain yang lebih disukai.

“Gus Ipul popularitasnya 74%, Khofifah 72% dan Risma 56%. Sedangkan tingkat kesukaan responden 89% ke Gus Ipul, 88% ke Tri Rismaharini dan Khofifah 84%,” katanya.

Risma lebih positif dalam citra tegas/berwibawa, perhatian pada rakyat, bisa dipercaya dan bersih dari korupsi serta mampu memimpin Jatim. “Sementara citra religius (taat beragama) Tri Rismaharini sedikit dibawah Gus Ipul dan Khofifah,” tambah Hendro Prasetyo.

Dalam survei juga diperoleh data bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemprov Jatim mencapai 72%. Sedangkan untuk pemerintahan bersih, responden menilai baik hanya 48% dan 27% dinilai kurang bersih.

“Setelah kasus suap yang melibatkan anggota DPRD dan kepala dinas di lingkungan Pemprov Jatim diungkap KPK, saya yakin itu akan berpengaruh dan sedikit mengurangi dukungan terhadap petahana,” dalih Hendro.

Kendati money politik sulit dihindari dalam setiap kontentasi Pilkada, namun 59% masyarakat Jatim tidak bisa menerima. Sedangkan 41% bisa menerima karena dianggap sebagai hal yang wajar. Menanggapi prilaku pemilih Jatim yang seperti itu, ketua Bappilu DPW PKB Jatim, Thoriqul Haq menilai bahwa budaya masyarakat ikut membentuk perilaku pemilih.

“Money politik itu tidak selama menjadi penentu kemenangan calon. Sebab di sebagian daerah figur yang baik ternyata bisa mengalahkan money politik,” ungkap mantan sekretaris DPW PKB Jatim ini.

Senada sekretaris DPD Partai Gerindra Jatim Anwar Sadad mengatakan bahwa money politik yang masih tinggi itu menjadi pekerjaan rumah seluruh partai. Namun pihaknya tidak sepenuhnya menyalahkan masyarakat sebab sebagian masyarakat menilai transaksi politik itu sama dengan akad (perjanjian) sehingga membutuhkan mahar bisa berupa uang atau barang.

“Variabel money politik itu cukup banyak. Salah satunya ada revalitas tokoh di masyarakat yang beda pilihan di Pilkada sehingga terkadang ingin memenangkan calon pilihannya supaya ketokohannya diakui oleh masyarakat,” dalih Sadad.

Sementara Sekretaris DPD PDIP Jatim Sri Untari kurang setuju dengan istilah money politik karena lebih patut dikatakan cost politik. Dicontohkan, jumlah TPS ada sekitar 78 ribu kalau satu TPS satu sakti maka dibutuhkan relawan 78 orang. Kemudian jumlah Kecamatan di Jatim sebanyak 658 kecamatan.

“Untuk biaya saksi saja kalau masing-masing saksi diberi honor Rp 100 ribu maka dibutuhkan biaya tidak kurang Rp 8 miliar,” terangnya.

Cost politik itu sangat mahal, biaya Pilgub Jatim 2018 saja dialokasikan sekitar Rp.1,3 triliyun. Makanya DPRD Jatim pernah mengusulkan Pilgub cukup dipilih DPRD yang diperluas karena Gubernur itu sejatinya kepanjangan tangan pemerintah pusat. (ud) 
  

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry