ADIK SOEHARTO: Jenazah Probosutedjo tiba di kompleks pemakaman Somenggalan Dusun Kemusuk, Kec Sedayu, Kab Bantul, DIY, Senin petang (26/3). Jenazah disemayamkan untuk disalatkan dan didoakan kemudian dimakamkan. (ist)

JAKARTA | duta.co – Pengusaha nasionjal yang juga adik Presiden ke-2 RI Soeharto, Probosutedjo, meninggal dunia, Senin (26/3) pagi. Probo tutup usia 87 tahun. Meski berbeda ayah dengan Soeharto, Probosutedjo tak suka disebut sebagai saudara tiri. Dia mengklaim saudara kandung Soeharto.

Anak keempat pengusaha Probosutedjo, Rindang Sari Kurniawati, menuturkan, ayahnya sudah 20 tahun berperang dengan kanker thyroid. “Setelah sekian lama berjuang, akhirnya beliau berserah diri kepada Allah SWT,” ujar Wati di rumah duka, Jalan Diponegoro Nomor 20-22, Jakarta Pusat, Senin (26/3). Wati memohon doa untuk ayahnya.

Probosutedejo (ist)

Wati menuturkan adik dari Presiden Soeharto itu berpulang Senin (26/3), pukul 07.00 WIB di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo, Jakarta, setelah dirawat sejak Kamis, 22 Maret 2018, pekan lalu.

Probosutedjo adalah adik kedua, putera Sukirah. Dia lahir pada 1 Mei 1930 di Yogyakarta. Probo guru sejak muda. Dia mengawali karirnya sebagi guru SMP Perguruan Kita di Serbelawan, Pematangsiantar, pada 1951.

Probosutedjo mendirikan sejumlah perguruan tinggi seperti, Institut Pertanian Yogyakarta, Akademi Wiraswasta pada 1981, dan mendirikan Universitas Mertju Buana, Jakarta, pada 1985.

Dari dunia pendidikan, Probosutedjo “melompat” ke dunia usaha. Ia melepaskan profesi guru dan bekerja di PT Orici di Medan. Probo benar-benar menjadi pengusaha dengan mendirikan PT Setia Budi Murni, pada 1964. Ia lalu mendirikan PT Embun Emas. Ketika Soeharto menjadi Presiden RI, Probo pindah ke Jakarta. Ia mendirikan PT Mertju Buana pada 1968, yang dikenal sebagai pemegang monopoli cengkih.

Beberapa perusahaan yang didirikannya di antaranya adalah PT Garmak Motor, PT Cipendawa, dan PT Kedawung, pabrik gelas terbesar di Asia Tenggara.

Probosutedjo memimpin beberapa perusahaan, seperti, PT Mertju Buana, PT Setia Budi Murni, PT Tegus Sri Kurnia, PT Kompos, PT Merbacal, PT Cipendawa Farm Enterprises, PT Kedawung Indah Cans, PT Menara Tri Buana, PT Menara Bumi, PT Germak Motor, PT Sagitarius Sari, PT Putra Bangsa Sejati. Probo juga Komisaris Utama di PT Keramika Indah Perkasa sejak 1978, dan komisaris PT Bank Jakarta sejak 1972.

 

Bukan Saudara Tiri

Dalam buku memoarnya berjudul ‘Saya dan Mas Harto’ yang dirilis tahun 2010, secara tegas dia menulis dirinya bukan saudara tiri Soeharto. “Saya bukan saudara tiri Mas Harto,” kata dia dalam salah satu judul bab di buku itu. Probosutedjo menceritakan pertemuannya dengan Soeharto yang kala itu sudah menginjak remaja. Dia bertanya perihal sosok itu kepada kakaknya.

“Kenyataan Mas Harto adalah saudara satu perut, pada masa kecil hanya saya artikan sebagai kenyataan yang membuat saya riang. Pasalnya, dia memang seorang pemuda yang baik dan mengayomi anak-anak kecil,” tulis Probosutedjo.

Dalam tulisannya itu dia tak nyaman ketika banyak orang meragukan hubungan darahnya dengan Soeharto. Ada yang menyebutnya sebagai saudara tiri Soeharto atau bahkan ada yang menyebutnya bukan siapa-siapa penguasa Orde Baru tersebut.

“Mas Harto, atau Soeharto, Presiden RI ke-2, adalah saudara kandung saya. Anak yang terlahir dari rahim ibu yang juga mengandung saya,” kata Probosutedjo.

Cerita Asal-usul Soeharto

Probosutedjo juga bercerita tentang asal-usul Soeharto dalam bukunya itu. Probosutedjo dilahirkan di Desa Kemusuk, Yogyakarta, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Mei 1930. Dia lahir dari pasangan Rr Soekirah dengan Purnomo yang kemudian berganti nama menjadi R Atmoprawiro. Sedangkan Soeharto adalah hasil pernikahan Rr Soekirah dengan suami sebelumnya, Kertosudiro. Berikut ini penuturan Probostedjo soal Soeharto seperti dilansir hmsoeharto.com.

 

“Kita sebenarnya punya kakak satu lagi. Ya Mas Harto itu. Ibu bilang begitu. Itu kalimat kakak saya yang nomor tiga, Mbakyu Basirah, yang masih saya ingat betul hingga kini.  Kalimat itu terucap pada tahun 1936,saat usia saya 6 tahun. Ucapan mbakyu saya memancing kening berkerut. Setahu saya itu, kakak saya hanya tiga orang. Sukiyem yang sudah almarhum, Sucipto,dan Basirah sendiri. Mana ada seorang kakak lagi? Saya tidak pernah melihatnya ada di rumah.”

“Mas Harto?” saya mengulang pertanyaan dengan lugu. Pikiran kanak-kanak saya segera menjelajah. Berusaha mengetahui siapa pemilik nama itu.

“Yang kadang mampir ke rumah kita itu lho. Yang dari Wuryantoro,” kata Mbakyu Basirah lagi, mencoba mengingatkan saya.

Saya masih tidak bisa membayangkan wajah siapa pun. Waktu kemudian bergulir. Dan akhirnya sosok itu datang lagi ke rumah kami di Kemusuk.

Perlahan-lahan saya bisa mengingat bahwa dia memang pernah ke rumah kami, tapi jarang sekali.

 

Probosutedjo juga pernah meluncurkan buku berjudul ‘Dari Pak Harto untuk Indonesia’ tahun 2009. Buku itu bertujuan untuk memulihkan nama Soeharto.

“Apa betul Pak Harto korupsi seperti yang dituduhkan, padahal bukti-buktinya nggak ada. Itu hanya berita saja, namun sayangnya di berita itu tidak dikatakan bahwa itu tidak benar,” ungkap Probo dalam peluncuran buku itu, di Wisma Antara, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (21/1/2009).

 

Alasan Dimakamkan di Kemusuk

Jenazah Probosutedjo dimakamkan di Makam Somenggalan, Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Makam ini dahulu dibangun oleh Probosutedjo khusus untuk menghormati korban Class II tahun 1948-1949.

Tokoh Masyarakat Kemusuk, Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Widarta mengatakan, jenazah Probosutedjo akan disemayamkan dahulu di Makam Somenggalan. “Informasi terakhir, nanti dari Bandara Adisutjipto langsung ke sini (Makam Somenggalan). Lalu disemayamkan dulu dan diberikan kesempatan masyarakat untuk menshalatkan. Setelah itu baru dimakamkan,” ujar Widarta saat ditemui di Makam Somenggalan, Senin (26/3).

Widarta menjelaskan, Makam Somenggalan dipilih sesuai permintaan Probosutedjo. Selain itu, Probosutedjo juga merupakan putra terbaik Kemusuk selain Presiden kedua RI Soeharto. “Pak Probo itu kan salah satu putra terbaik Kemusuk selain Pak Harto. Beliau sangat berjasa terhadap masyarakat di sini. Permintaan beliau menurut keluarga dimakamkan di sini, dan ayahnya juga dimakamkan di sini,” ungkapnya.

Andil Probo Bangun Makam

Pembangunan Makam Somenggalan, lanjutnya, merupakan andil Probosutedjo. Makam ini dibangun Probosutedjo untuk menghormati pahlawan dan korban Class II Tahun 1948-1949. “Ini yang membangun Pak Probo dan warga, untuk menghormati korban Class II tahun 1948-1949. Dulu kan Pak Harto dikejar-kejar dan warga di Kemusuk tidak mau menunjukkan, lalu Belanda membabi-buta dan banyak korban jiwa,” ucapnya.

Menurut dia, korban Class II Tahun 1948-1949 terpencar mulai dari Kemusuk hingga Godean. Probosutedjo lantas berinisiatif mengumpulkan menjadi satu di Makam Somenggalan. “Oleh Pak Probo untuk menghormati lantas disatukan di sini. Ini dibangun tahun 1993,” ujarnya.

Jenazah Probosutedjo tiba di Makam Somenggalan, Dusun Kemusuk Kidul, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, pukul 19.40 WIB tadi malam. Tampak kerabat dari almarhum ikut dalam rombongan menggunakan puluhan mobil, seperti Titiek Soeharto, Mamiek Soeharto, dan sejumlah kerabat lainnya.

Peti jenazah dibalut bendera merah putih diturunkan oleh tentara. Jenazah langsung disemayamkan di aula Makam Somenggalan. Jenazah kemudian disalatkan masyarakat dan kerabat yang sejak petang duduk menanti di kompleks makam.  Warga setempat, pelayat tokoh lokal, hingga anggota veteran menunggu kedatangan jenazah meski sempat gerimis.

Almarhum rencanannya akan dimakamkan di tengah ayahnya Atmopawiro dan tokoh masyarakat setempat, Kyai Joyowigeno. Camat Sedayu Fauzan Mu’arifin mengatakan, Makam Somenggalan merupakan tempat peristirahatan terakhir para pejuang yang gugur masa pendudukan Belanda di Yogyakarta pada 19 Desember 1948 sampai 29 Juni 1949. hud, dit, emo, tri, kcm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry