
SIDOARJO | duta.co – Diliputi suasana haru, isak tangis sejumlah wali santri, suasana duka itu benar-benar menyelimuti area Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Betapa tidak, sudah terhitung empat (4) hari — sejak ambruknya bangunan mushalla asrama putra Senin (29/9/2025) — pencarian korban yang tertimbun reruntuhan, belum tuntas.
Kamis (2/10/2025), TIM Basarnas memaksimalkan fase golden triangle (72 jam), sebuah periode waktu paling krusial dan singkat dalam misi penyelamatan atau tiga hari setelah suatu kondisi darurat terjadi. Kini, memasuki babak baru reencana penggunaan alat berat seperti eskavator dan crane.
Kabar ini jelas membuat para keluarga korban menaruh harapan sekaligus kegelisahan. Selama tiga hari pencarian, petugas memilih menahan diri untuk tidak menggunakan alat berat. “Kami ikhlas, apa pun yang terjadi. Semua adalah milik Allah SWT dan pasti kembali kepadaNya. Innalillah,” demikian salah seorang keluarga korban dengan wajah tabah dan pasrah.
Tim Basarnas sendiri mempertimbangkan struktur reruntuhan yang dikhawatirkan makin rapuh dan berpotensi membahayakan korban yang mungkin masih hidup. Namun, hasil observasi terbaru memang sedikit menambah kegelisahan, yaitu kecilnya tanda-tanda kehidupan di balik puing tersebut.
Apalagi bau busuk kian menyengat di sekitar lokasi. Para wali santri, yang sejak awal setia menunggu kabar, pun ikut merasakan tanda-tanda tersebut. Seperti dikuitp beritajatim.com, Tutik, salah satu wali santri, mengaku tak bisa melupakan momen itu. Putranya, Ahmad Suaepi (15), santri asal Blega, Bangkalan, Madura, hingga hari belum ditemukan. “Kami merasakan di tempat kejadian itu, sudah (terasa) bau tidak enak,” ungkap Tutik lirih.
Dengan mata sembab, Tutik mengaku telah pasrah dengan segala kemungkinan. “Kita dari pihak keluarga sudah pasrah, ikhlas. Tiga hari menunggu tanpa kepastian. Kenapa ada alat berat tidak digunakan? Walaupun nanti keluarnya nggak selamat, nggak apa-apa. Intinya cepat dikeluarkan dari reruntuhan itu,” tuturnya dengan nada ikhlas.
Ya! Rencana penggunaan alat berat tak bisa serta-merta dilakukan. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, akan menggelar musyawarah bersama pimpinan instansi terkait, mulai dari kepolisian, BNPB Jawa Timur, TNI, hingga Basarnas.
Pertemuan itu (kabarnya) juga akan melibatkan keluarga korban agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan polemik. “Yakin seluruh keluarga berdoa yang terbaik. Kalau pun anak-anak mereka tidak bisa diselamatkan, mereka ikhlas. Ini takdir Allah SWT dan kami ikhlas menerimanya,” begitu komentar salah seorang keluarga korban.
Seorang petugas evakuasi yang enggan disebut namanya menuturkan, “Dari hasil penelusuran kami semalam, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di reruntuhan. Sehingga, rencananya hari keempat akan menggunakan alat berat. Tapi informasi terakhir masih dimusyawarahkan antara Gubernur, para pimpinan lembaga yang terlibat evakuasi dan keluarga korban,” katanya sebagaimana diunggah beritajatim.com.
Petugas itu menambahkan, bau busuk yang makin kuat memperkuat dugaan bahwa masih banyak korban yang tertimbun dalam kondisi tidak selamat. “Sehingga pencarian akan efektif jalan apabila menggunakan alat berat. Apalagi, ini sudah hari keempat,” jelasnya.
Hingga hari keempat, data sementara mencatat 108 santri menjadi korban dalam tragedi ini. Lima orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Sementara 103 santri berhasil selamat, meski banyak di antaranya masih memerlukan perawatan medis intensif. Jumlah korban diperkirakan bisa bertambah seiring ditemukannya santri yang masih tertimbun. Semoga keluarga korban senantiasa diberi kekuatan, ketabahan dan keikhlasan. Amien. (loe)





































