SOWAN: Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta diterima KH Mustofa Bisri (Gus Mus) di kediaman.|NUO

Menengok Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta

 

SOWAN: Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta diterima KH Mustofa Bisri (Gus Mus) di kediaman.|NUO

Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta mendapatkan ijazah dan pesan penting ketika sowan tokoh-tokoh penting NU. Seperti KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Maimoen Zubair (Mbah Maimoen) di Rembang, Jateng, dan Habib Luthfi bin Yahya di Pekalongan.

TIM mengunjungi Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Selasa (24/1) malam. Setelah menginap di tempat yang telah disediakan oleh para santri, Rabu (25/1) pagi rombongan berziarah ke makam KH Bisri Mustofa dan keluarga.

Selesai ziarah, rombongan langsung sowan ke ndalem Gus Mus. Tim diterima di ruang tamu sebuah rumah sederhana yang biasa digunakan Gus Mus untuk menerima tamu. Tidak ada yang dibedakan Gus Mus, baik tamu warga maupun tokoh-tokoh nasional diterima di tempat yang sama.Obrolan berlangsung dalam suasana santai dan gayeng sembari menyeruput kopi. Renungan Gus Mus selalu dinanti dalam berbagai persoalan bangsa. Hingga tibalah rombongan meminta ijazah sanad.  “Dari ijazah yang diberikan guru-guru saya intinya dua, yaitu istighfar dan salawat,” ujar Gus Mus.

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengungkapkan, guru-guru yang memberikan ijazah tersebut adalah KH Bisri Mustofa, KH Mahrus Ali, KH Ali Maksum, Syekh Abdul Hamid Mahmud, dan Syekh Yasin Al-Fadany.

Rais Aam PBNU 2014-2015 itu menerangkan, istighfar tentu tujuannya selalu meminta petunjuk dan ampunan kepada Allah dari perbuatan yang setiap hari dilakukan manusia.  “Sedangkan salawat tentu mengharapkan syafaat kepada Kanjeng Nabi Muhammad,” jelas kiai yang juga budayawan itu.

Di tengah obrolan, Gus Mus kedatangan tamu seorang ibu parobaya. Setelah diterima salah seorang putrinya, ia pun menemui ibu tersebut dengan penuh perhatian.  Ia berusaha mendengar problem-problem yang dikemukakan ibu itu. Akhirnya, dua ijazah tersebut diberikan kepada ibu tersebut dengan menyarankan sejumlah sekian bacaan.

Menelusuri ijazah dan sanad keilmuan memang menjadi fokus kegiatan Anjangsana Islam Nusantara yang dilakukan oleh para akademisi Pascasarjana STAINU Jakarta.  Selain itu, rombongan juga terus berusaha menelusuri kitab dan manuskrip karya para ulama pesantren selain melakukan ziarah ke petilasan dan makam ke sejumlah tokoh penyebar Islam di Nusantara.

Setelah sowan Gus Mus, Rabu (25/1) tim melanjutkan perjalanan sowan ke kediaman pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair. Mbah Maimoen menegaskan, keberadaan Islam Nusantara harus menjaga ukhuwah, baik ukhuwah Nahdliyah maupun ukhuwah Islamiyah.

“Islam Nusantara, ini benar-benar harus menjaga ukhuwah seperti Islam yang dibawa Nabi Muhammad,” tegas Mbah Maimoen sembari menerima kenang-kenangan berupa buku Ensiklopedi Islam Nusantara edisi Budaya dari rombongan Tim Anjangsana.

Pasti Ada Orang Munafik

Namun, Mustasyar PBNU ini berpesan, setiap kemenangan dan kejayaan mesti ada orang-orang-orang munafik. Mereka tidak akan pernah senang dengan Islam yang begitu ramah, menjaga identitas budaya, serta dapat bekerja sama memperkuat negara di tengah kemajemukan.

“Dulu Kanjeng Nabi Muhammad dan para sahabat juga sama. Di tengah kemenangan dan kekayaannya muncul tak sedikit orang-orang munafik di sekelilingnya,” tutur kiai kharismatik di kalangan nahdliyin dan para ulama tarekat ini.

Selain penegasan Islam Nusantara, Mbah Maimoen juga banyak membahas persoalan bangsa yang selama ini berkembang. Usianya yang sudah tergolong sepuh itu tak melewatkan sedikit pun apa yang sedang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.

Dalam menjelaskan dan menganalisis peristiwa dan fakta sejarah masa lalu, Mbah Maimoen juga terlihat masih sangat lancar, bahkan memberikan sejumlah perspektif dalam membaca sejarah kepada rombongan.

Menurut Mbah Maimoen, sejarah adalah masa lalu, sedangkan saat ini zaman sudah berbeda. Dia ingin menegaskan, sejarah harus dikontekstualisasikan.  “Misal khilafah, itu (khilafah) sudah tidak ada. Saat ini yang ada hanya nasionalisme,” terang Mbah Maimoen.

Dalam setiap kesempatan, Mbah Maimoen memang sering menegaskan bahwa sekarang ini yang ada adalah negara bangsa.  Dia mencontohkan ketika berbagai negara dari belahan dunia melaksanakan ibadah haji.

Dulu bendera yang digunakan sama, sekarang setiap jemaah haji menunjukkan bendera dari negara masing-masing. Itulah praktik negara bangsa berdasarkan nasionalisme masing-masing.

Dalam pertemuan tersebut, Mbah Maimoen terlihat begitu telaten melayani sejumlah pertanyaan dari KH Moqsith Ghazali, Zastrouw Ngatawi, Rumadi, dan beberapa akademisi lain yang memimpin kegiatan Anjangsana Islam Nusantara.

Agama untuk Nasionalisme

Sebelum ke Rembang, Tim Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta juga ke Pekalongan, Senin (23/1) malam, sowan Habib Luthfi bin Yahya di kediamannya. Bersama warga lain yang sedang sowan ke Habib Luhtfi, rombongan para akademisi Islam Nusantara itu secara bergiliran mencium tangan Habib Luthfi. Senyum tokoh Tarekat dunia itu mengembang.

Obrolan dibuka oleh Dr Zastrouw Ngatawi. Rombongan yang terdiri atas 17 orang ini menyimak nasihat dan wejangan Habib Luhtfi. Malam makin larut, tetapi tamu yang berkunjung tak berkurang. Sesekali obrolan diselingi sejumlah tamu yang membawa air untuk didoakan Habib Luhtfi.

Kepada Tim Anjangsana, Habib Luthfi memberikan beberapa keterangan terkait sanad keilmuan dan sejarah Islam di Nusantara yang selama ini berkembang dan menjadi kajian serius di Pascasarjana STAINU Jakarta.

Menurut Habib Luthfi, sejarah bangsa sendiri mempunyai peran penting dalam membangun dan memperkuat nasionalisme. Kelemahan bangsa Indonesia, mereka kurang memahami dan mempelajari sejarahnya sendiri secara tuntas.

“Solusi dari berbagai persoalan bangsa selama ini akan ampak luas jika memahami sejarah sehingga setiap masalah bisa diselesaikan dengan baik,” tutur Habib Luthfi sambil sesekali menyeruput tehnya. Ulama yang dekat dengan semua kalangan ini menegaskan, Islam Nusantara penting dipahami untuk membangkitkan nasionalisme. “Jadi bukan nasionalisme untuk agama, tetapi agama untuk nasionalisme,” jelas Habib Luthfi.

Habib Luthfi juga memberikan arahan kepada Tim Anjangsana untuk ziarah ke makam Habib Hasyim di sekitar kompleks Makam Sapuro Pekalongan. Karena Habib Hasyim adalah salah satu ulama yang memberikan petunjuk kepada KH Hasyim Asy’ari dalam pendirian NU selain Mbah Cholil Bangkalan.

Habib Luthfi juga memberikan ijazah salawat ukhuwah kepada rombongan. Ijazah salawat ini untuk menyatukan hati pemimpin dan umatnya serta pemerintah dan rakyatnya. Ijazah ini juga untuk menolak berbagai kemungkinan jahat di antara mereka sehingga bangsa dan negara akan tetap kuat dalam satu-kesatuan.

Anjangsana Islam Nusantara dilangsungkan selama enam hari mulai Senin (23/1) lalu hingga Sabtu (28/1) besok di 13 kota/kabupaten yang tersebar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketua pelaksana kegiatan Muhammad Ulinnuha menjelaskan, Anjangsana ini mempunyai peran penting untuk menggali kekayaan pemikiran, ritus, artefak, tradisi maupun karya manuskrip Islam.

Lewat Anjangsana ini, khazanah bisa digali dari ulama-ulama yang sudah meninggal dan keturunan-keturunan yang masih hidup.  Selain itu, kegiatan yang diikuti oleh para akademisi Islam Nusantara STAINU Jakarta itu memiliki tujuan mengokohkan sanad keilmuan sekaligus memperluas wawasan kebangsaan di tengah merebaknya aksi radikalisme.

Ke-13 kota/kabupaten yang menjadi tujuan Anjangsana ini adalah Jakarta, Purwakarta, Cirebon, Pekalongan, Kaliwungu Kendal, Semarang, Demak, Rembang, Sarang, Surabaya, Mojokerto, Jombang, dan Yogyakarta.

Sebelum berangkat Senin (23/1) lalu, Tim Anjangsana terlebih dahulu mengunjungi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj di Ciganjur Jakarta Selatan. Kemudian tim meluncur ke Kabupaten Purwakarta berziarah ke makam Syeh KH Muhammad Yusuf (guru Syekh Nawawi Banten) sekaligus menemui Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dedi memberi beasiswa Islam Nusantara kepada belasan santri di wilayahnya untuk menempuh S2 di STAINU Jakarta. hud, nuo

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry