Dr Rudi Umar Susanto, MPd – Dosen S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan
Fasilitator Sekolah Penggerak Kemdikbudristek

BERBAGAI kajian mengenai perilaku manusia, istilah “Homo Mechanicus” sering digunakan untuk menggambarkan manusia sebagai makhluk yang tingkah lakunya dibentuk melalui proses pembelajaran dari lingkungan.

Homo Mechanicus mengacu pada pandangan bahwa manusia bukan sekadar makhluk dengan insting atau naluri yang kaku, melainkan entitas yang mampu belajar, beradaptasi, dan merespons rangsangan dari lingkungan secara dinamis. Dalam konteks ini, manusia dipandang sebagai “mesin” yang terus beroperasi berdasarkan masukan yang diterima dari lingkungan sekitarnya.

Dalam konsep Homo Mechanicus, lingkungan memegang peran penting dalam pembentukan perilaku manusia. Sejak lahir, manusia berada dalam interaksi konstan dengan dunia sekitarnya, baik melalui pengalaman langsung maupun tidak langsung.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa 

Pembelajaran ini mencakup interaksi dengan keluarga, teman, masyarakat, hingga lingkungan yang lebih luas seperti institusi pendidikan, teknologi, dan media. Semua elemen ini membentuk pola-pola tingkah laku yang kemudian menjadi bagian dari identitas manusia.

John Locke, seorang filsuf Inggris, mengemukakan teori _tabula rasa_ atau “kertas kosong,” yang menyatakan bahwa manusia lahir tanpa ide-ide bawaan dan segala pengetahuan serta perilakunya dibentuk melalui pengalaman dari lingkungan. Dalam pandangan Locke, manusia bukan makhluk yang terbentuk dari insting semata, melainkan belajar dari pengalaman hidupnya. Dengan kata lain, setiap tindakan manusia adalah hasil interaksi yang dipelajari dari lingkungan sekitar.

Sejalan dengan pandangan Locke, Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan, juga menganggap bahwa proses kognitif manusia berkembang melalui interaksi dengan lingkungan. Piaget menekankan pentingnya adaptasi, di mana manusia secara konstan mengasimilasi informasi baru dari lingkungan dan mengakomodasi pola pikir mereka untuk menyesuaikan dengan pengalaman baru.

Ini menunjukkan bagaimana lingkungan berperan dalam membentuk tidak hanya perilaku, tetapi juga cara berpikir manusia. Piaget berargumen bahwa anak-anak membangun pemahaman mereka tentang dunia melalui pengalaman belajar, dan pengalaman tersebut diperoleh melalui interaksi aktif dengan lingkungan.

Teori Behaviorisme dan Kondisioning
Pandangan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan semakin diperkuat oleh teori behaviorisme yang dikemukakan oleh B.F. Skinner (1948). Dalam teori ini, Skinner menyatakan bahwa perilaku manusia adalah respons yang dipelajari melalui mekanisme pengondisian.

Pengondisian operan, salah satu teori utama dalam behaviorisme, menekankan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterimanya, baik itu berupa penghargaan (reward) maupun hukuman (punishment). Menurut Skinner, lingkungan menyediakan stimulus yang menghasilkan respons, dan respons tersebut dapat diperkuat atau dilemahkan tergantung pada hasil yang didapatkan dari tindakan tersebut.

Sebagai contoh, ketika seseorang menerima penghargaan karena melakukan tindakan tertentu, kemungkinan besar perilaku tersebut akan diulang. Sebaliknya, ketika seseorang menerima hukuman atau konsekuensi negatif, perilaku tersebut akan cenderung dihindari. Ini menunjukkan bahwa manusia, sebagai Homo Mechanicus, tidak hanya bertindak secara naluriah, tetapi perilakunya dibentuk oleh pengalaman yang diberikan oleh lingkungan.

Skinner menyebut manusia sebagai makhluk yang “dikendalikan oleh penguatan lingkungan,” di mana seluruh perilaku manusia dibentuk melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan. */bersambung

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry