SURABAYA | duta.co–Karut marut ruang publik digital (medsos, red) keprihatinan tersendiri bagi masyarakat penggunannya. Mereka sudah tidak bisa membedakan mana informasi yang benar dan informasi yang tidak benar. Inilah fenomena yang terjadi saat ini. Ruang publik digital menjadi sangat kacau atau telah terjadi turbulensi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya pergeseran pepatah mulutmu haraimaumu menjadi statusmu, cuitanmu adalah harimaumu.

“Keadaan memang sudah berubah dan ini harus disikapi. Kami sebagai lembaga akademis terus melakukan terobosan untuk membantu meredakan kekacauan informasi yang ter jadi di media sosial,” kata Ismail, S.Sos, M.Si, Dekan FISIP Ubhara, di sela-sela Seminar Nasional Ruang Kritis pada Ruang Publik Digital yang digelar Ubhara bekerja sama dengan Dinas Kominfo Jatim, Kamis, 25 April 2019 dengan narasumber Guru Besar FISIP Universitas Indonesia Prof.Dr.Ibnu Hamad, Drs. Iko Pamuji, M.Ikom GM Harian Duta Masyarakat dan Sekretaris PWI Jawa Timur serta Danu Ardiarsho, S.STP dari Kominfo Jatim. Acara dimoderatori M. Fadeli Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Ubhara Surabaya.

Menurut Ismail, para mahasiswa harus paham ini sehingga mereka tidak ikut serta mewarnai ruang publik digital dengan hal-hal yang buruk. Ruang publik digital ini, katanya, bisa dipakai untuk hal-hal baik. Misalnya, berbisnis, menghembangkan usaha, mempromosikan usaha, dan semacamnya. Sekretaris Kominfo Jatim  Ir. Dra. Aju Mustika Dewi, MM, mengatakan pihaknya sangat berkepentingan mengajak pihak-pihak lain kusunya perguruan tinggi untuk memerangi hoax yang sudah sangat memprihatinkan. Seminar diikuti 200 peserta, yaitu mahasiswa Ubhara, para dosen anggota Aspikom Jatim, anggota Perhumas Surabaya dan pegawai Kominfo Jatim.

Ksli pertama diberi kesempatan paparan, Prof Dr Ibnu Hamad yang pakar komunikasi forensik ini mengungkapkan tentang bagaimana metode pengungkapan kalimat tanda dan gambar di media sosial dengan penekatan forensik komunikasi. “Komunikasi di ruang digital meninggalkan jejak pesan dan melalui analisi wacana pesan-pesan digital itu dapat diungkap,” katanya.

Sedangkan Danu Ardiarsho dalam makalahnya menyampaikan kegaduhan di media sosial akibat informasi hoax yang pengirimnya memiliki motif yang berbeda misalnya motif ekonomi, kepentingan politik tertentu. Danu mengingatkan agar tidak termakan informasi hoak dengan mengenal ciri-ciri hoax diantaranya sumber tidak jelas, pesan sepihak dan menyerang serta judul provokatif.

Sebagai pembicara terakhir Eko Pamuji mengajak audien untuk kembali membaca koran. Karena koran sumber informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Media mainstream seperti koran dapat dijadikan rujukan verifikasi atas informasi-informasi yang berkembang di media sosial. Rendahnya literasi digital memperparah dampak negatif media sosial. Melalui baca koran publik akan mendapatkan berita yang berimbang. Karena koran selama ini relatif menjaga independensinya. Yang menarik, saat tanya jawab berlangsung, para penanya mendapatkan bonus produk kesehatan berbahan kelor. (ep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry