JAKARTA | duta.co – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ini jauh berbeda dengan komentar cawapresnya Jokowi, KH Ma’ruf Amin, soal pembangunan infrastruktur. Gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama memimpin pemerintahan Kabinet Kerja, kata Sri Mulyani, tidak lepas dari peran Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Itu artinya bukan murni ide Jokowi dan jajarannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintahan kabinet kerja gencar membangun infrastruktur karena sudah ada rancangannya semasa SBY masih menjadi presiden. Dengan kata lain, kata Sri Mulyani, pembangunan infrastruktur di era Jokowi merupakan langkah lanjutan dari pemerintahan sebelumnya.
“Di zaman SBY juga punya blue print konektivitas, di zaman Pak Jokowi itu melanjutkan sebetulnya,” kata Sri Mulyani dalam acara outlook perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta kemarin, yang ditulis Rabu (9/1/2019).
Ini berbeda dengan Calon Wakil Presiden Nomor urut 01 KH Ma’ruf Amin yang mengatakan bahwa selama lima tahun menjabat sebagai presiden, Jokowi telah meletakkan dasar pembangunan. “Selama 5 tahun ini Pak Jokowi dengan satu periode telah meletakkan dasar, telah membangun infrastruktur dan pendidikan. Ini kita jadikan sebagai milestone untuk melompat,” tutur Kiai Ma’ruf di acara Festival Charity and Declaration Relawan Milenial Jokowi Maruf Amin (Remaja) di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (25/11/2018) lalu.
Lebih jauh, Kiai Ma’ruf memaparkan, jika terpilih jadi presiden pada 2019-2024 sudah terdapat sebuah landasan dalam membangun bangsa Indonesia. “Nawacita kedua atau nawacita plus sifatnya adalah memaksimalkan manfaat yang dasarnya sudah diletakkan selama periode yang pertama. Jadi ada landasannya, tidak melompat begitu saja, tahapannya sudah ada kemudian baru melompat, itu yang saya sebut sebagai milestone,” tukasnya.
Oleh karena itu, dia menegaskan Jokowi akan memberikan warisan yang baik bagi bangsa Indonesia. “Insya Allah jika kami dan Pak Joko Widodo terpilih. Insyaallah maka akan kita wariskan Indonesia yang maju untuk semuanya,” pungkas dia.
Yang unik, yang dimaksud “warisan” ini sempat dikritik oleh Bank Dunia, khususnya soal pembangunan infrastruktur di era Jokowi. Dalam laporan yang dirilis Juni 2018 lalu, Bank Dunia menilai pembangunan infrastruktur di Indonesia buruk dalam banyak segi.
Seperti diberitakan duta.co sebelumnya, proyek infrastruktur yang dibanggakan sekaligus dinilai kerap sebagai ajang pencitraan Presiden Jokowi dikritik keras oleh lembaga keuangan internasional. Seperti terkena skakmat, tak terbantahkan proyek infrastruktur ternyata dikerjakan secara amburadul. Persis kritik yang sudah pernah disampaikan calon presiden Sandiaga Salahuddin Uno sebelumnya.
Tidak tanggung-tanggung, kali ini Bank Dunia yang memberi penilaian buruk terhadap proyek infrastruktur di Indonesia yang dicap berkualitas rendah, tidak memiliki kesiapan, dan tak terencana secara matang tersebut.
Hal tersebut menjadi kendala utama bagi Pemerintah Indonesia untuk memobilisasi lebih banyak modal swasta ke dalam berbagai proyek pembangunan infrastruktur.
Bank Dunia pun secara khusus menyoroti penugasan yang diberikan pemerintahan Jokowi terhadap BUMN dalam pembangunan infrastruktur.
Dalam laporan berjudul “Infrastructure Sector Assesment Program” edisi Juni 2018 yang kemudian dikonfirmasi lagi kebenarannya pada Senin 7 Januari 2019, Bank Dunia menyatakan untuk menjalankan penugasan yang diberikan, tak jarang pemerintah memberikan keistimewaan kepada perusahaan pelat merah.
Keistimewaan diberikan dalam beberapa bentuk. Pertama, pemberian suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Tercatat, pada 2015 lalu pemerintah memberikan suntikan modal Rp41,4 triliun untuk 36 BUMN, yang setengah di antaranya digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Pada 2016, suntikan modal dinaikkan menjadi Rp53,98 triliun yang 83 persen di antaranya untuk pembangunan infrastruktur. Selain suntikan modal, BUMN juga sering diberikan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman dari bank BUMN tanpa uji kelayakan yang jelas dengan suku bunga rendah.
Bank Dunia dalam laporan tersebut menyatakan pemberian penugasan dan insentif tersebut telah menimbulkan masalah. Masalah itu berkaitan dengan peningkatan jumlah utang BUMN. Sekarang BUMN dikabarkan kelimpungan membayar utang.
Untuk menjalankan penugasan dan membiayai pembangunan infrastruktur, BUMN yang tidak mempunyai dana operasional harus mencari pinjaman. Data Bank Dunia, tingkat utang tujuh BUMN infrastruktur yang ditugaskan pemerintah membangun infrastruktur, pada September 2017 lalu mencapai Rp200 triliun. (hud/wis/det)
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry