“Kemiskinan di desa tak bisa dilepaskan dari nasib petani. Mengangkat kesejahteraan mereka berarti membuka jalan bagi terwujudnya kedaulatan bangsa, khususnya Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional.”

Oleh: Irwan Setiawan*

JAWA TIMUR kerap disebut sebagai lumbung pangan nasional. Produksi beras, jagung, tebu, tembakau, hingga hortikultura menjadi penopang ketahanan pangan Indonesia. Namun, di balik capaian itu, petani Jatim masih berhadapan dengan kesejahteraan yang jauh dari ideal.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Jatim masih 3,6 juta jiwa, mayoritas tinggal di pedesaan dan bekerja sebagai petani. Nilai Tukar Petani (NTP) Jatim memang sempat menyentuh 114,45 pada Juli 2025, menandakan daya beli relatif membaik, namun margin keuntungan petani tetap tipis akibat tingginya biaya produksi dan fluktuasi harga. Momentum Hari Tani Nasional pada tanggal 24 September tahun 2025 ini bisa jadi momentum perenungan untuk ikhtiar mensejahterakan petani khususnya di Jawa Timur.

Amartya Sen dalam Development as Freedom (1999) menegaskan pembangunan bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga perluasan kebebasan manusia untuk hidup bermartabat. Petani sejahtera berarti memiliki akses terhadap lahan, teknologi, pasar, dan harga yang adil.

Senada, Chambers dan Conway (1992) melalui sustainable livelihood approach menekankan kemiskinan bukan hanya rendahnya pendapatan, tetapi juga kerentanan, keterbatasan aset, serta lemahnya kelembagaan. Maka strategi pembangunan petani Jatim harus komprehensif, tidak hanya produktivitas, tetapi juga keberlanjutan.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengalokasikan Rp 1.68 triliun pada APBD 2025 untuk sektor pangan yaitu pertanian, ketahanan pangan, dan perikanan. Anggaran ini diarahkan untuk menjaga ketersediaan pangan, mendorong produktivitas, dan menekan inflasi pangan.

Program unggulan Pemprov antara lain Petani Milenial, Jatim Agro, penguatan cadangan pangan pemerintah (CPP), subsidi pupuk, serta Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Program ini penting, namun harus diperkuat dengan orientasi nilai tambah agar kesejahteraan petani benar-benar meningkat.

Capaian Jatim disektor pertanian perlu mendapatkan apresiasi. Jatim adalah penyumbang utama produksi padi nasional, pemasok jagung terbesar lebih dari 6 juta ton per tahun, sekaligus daerah dengan ekspor hortikultura yang terus tumbuh. Jatim juga berulang kali mendapatkan penghargaan pengendalian inflasi pangan terbaik nasional. Namun capaian makro ini belum otomatis mengangkat kesejahteraan mikro petani. Maka dibutuhkan terobosan baru: hilirisasi.

Hilirisasi adalah kunci agar petani tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga memperoleh nilai tambah dari hasil panennya. Beras tidak berhenti di gabah, jagung tidak berhenti di pipilan, tebu tidak berhenti di gula mentah.

Pemprov Jatim perlu mendorong lahirnya industri pengolahan di tingkat lokal: beras kemasan premium, pakan ternak jagung, bioetanol tebu, kopi sangrai, hingga olahan hortikultura. Skema ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga membuka lapangan kerja baru di pedesaan, memperkuat koperasi, dan meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai pasok.

Hilirisasi sejalan dengan arah pembangunan ekonomi Jatim yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan dukungan anggaran, teknologi, penyuluhan modern, dan kemitraan dengan swasta, petani Jatim dapat naik kelas dari sekadar produsen bahan mentah menjadi pelaku ekonomi yang berdaya.

Kesejahteraan petani adalah prasyarat terwujudnya sila kelima Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tanpa petani yang sejahtera, mustahil ada kedaulatan pangan.

Di tengah ancaman krisis pangan global akibat perubahan iklim dan geopolitik, menempatkan petani sebagai garda terdepan adalah misi kebangsaan sekaligus ke-Jawa-Timuran.

Hilirisasi menjadi jalan nyata: menghubungkan sawah dengan industri, pasar, dan kesejahteraan. Petani sejahtera adalah pondasi Jawa Timur yang kuat dan Indonesia yang berdaulat. Semoga!

*H Irwan Setiawan adalah Pembina Aldebaran Institute, Anggota DPRD Jatim Periode 2009 – 2014 dan 2014 – 2019

 

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry