JOMBANG | duta.co — Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Diwek menggelar Lailatul Ijtima’ di Masjid Al-Firdaus Dusun Paritan Desa Keras, Senin (4/11) malam.

Kegiatan diawali dengan shalat Isya’ berjamaah, dilanjutkan shalat-shalat sunnah, istighosah dan kajian kitab At-Tibyan karya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Kajian tersebut disampaikan oleh Gus Variz Muhammad Mirza, cicit dari Mbah Hasyim Asy’ari.

Dalam kesempatan itu, Ketua Tanfidziyah MWCNU Diwek, KH Hamdi Sholeh, menegaskan pentingnya melestarikan ajaran pendiri Nahdlatul Ulama tersebut.

“Sampeyan harus bisa menghidupkan Mbah Hasyim Asy’ari kembali. Setelah At-Tibyan, semoga nanti bisa dilanjutkan ke Arba’ina Haditsan,” pesan KH Hamdi Sholeh kepada Gus Mirza.

Kiai Hamdi juga menuturkan bahwa kegiatan Lailatul Ijtima’ ini termasuk salah satu kiat menjaga dan melakukan amalan yang diajarkan oleh Mbah Hasyim dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan salat tasbih yang walaupun berat, minimal dilakukan sekali seumur hidup. “Minuman yang nikmat tetapi jika dituang ke cangkir yang kotor, maka semuanya enggan untuk meminumnya. Amalan-amalan itu merupakan wasilah kita untuk menyucikan diri,” tegasnya.

Selain itu, mengikuti Lailatul Ijtima’ juga menjadi jalan agar dapat diakui santri oleh Mbah Hasyim Asy’ari. “Mbah Hasyim memiliki beberapa gerbong besar menuju surga, salah satunya Tebuireng. Tetapi yang paling besar bernama Nahdlatul Ulama,” tambahnya.

Sementara itu, KH Fahmi Amrullah Hadzik dalam kajiannya menjelaskan bahwa Lailatul Ijtima’ merupakan tradisi warga NU yang sarat nilai silaturahmi dan penguatan keagamaan.

“Lailatul artinya malam, ijtima’ artinya berkumpul. Tetapi yang dimaksud Lailatul Ijtima’ bukan seperti kumpul-kumpul biasa, apalagi di tempat maksiat. Ini adalah wadah untuk memperkuat ukhuwah dan meneladani ajaran para ulama,” tegas pengasuh Pondok Tebuireng Putri tersebut.

Ketua PCNU Jombang itu juga menambahkan bahwa kebersamaan dalam tradisi NU selalu disertai nilai sosial dan rasa syukur. “Kalau Pak Presiden Prabowo punya program Makan Bergizi Gratis, NU sejak dulu sudah punya MBG—Makan Berkat Gratis. Setelah Lailatul Ijtima’, jamaah makan dan dapat berkat juga,” ujarnya yang disambut tawa jamaah.

“Makanya orang NU jarang kurus. Kalau kurus, mungkin karena jarang ikut lailatul ijtima’,” lanjutnya bergurau.

Lebih lanjut, Gus Mirza selaku pengkaji kitab Mbah Hasyim kali ini menegaskan bahwa warga NU perlu berpegang pada 40 prinsip yang termuat dalam kitab Arba’ina Haditsan karya Mbah Hasyim. Ia juga mengutip dawuh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berpesan agar NU tidak menjadi alat politik.

“Ciri khas orang NU itu lugu—artinya ikhlas—dan suka kumpul-kumpul. Ada makanan disyukuri, tidak ada juga tidak apa-apa,” ujarnya.

“NU bukanlah obor besar yang menyala di Jakarta, melainkan lilin-lilin kecil yang menerangi setiap desa,” pungkasnya.

Rangkaian kegiatan lailatul ijtima’ diakhiri dengan doa penutup. Sesi ini dipimpin oleh KH Nurul Fuad, wakil ketua PCNU Jombang. (har)

Kontributor: Hari Prasetia, Pengurus LTN MWCNU Diwek Jombang

Bagaimana reaksi anda?
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry