MEMASAK: Hariyanto bersama istrinya saat memperagakan kompor yang menggunakan bio gas dari kotoran sapi. (duta.co/abdul aziz)

PASURUAN | duta.co– Hampir semua desa di Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan warganya telah memanfaatkan bio gas dari kotoran sapi, sebagai pengganti elpiji atau kayu bakar. Bahkan dengan menggunkan cara yang sederhana itu, mampu menghemat biaya bagi kalangan ibu-ibu rumah tangga di kawasan lereng Gunung Bromo tersebut. Tak hanya itu, sistem ini, telah menjadi kebutuhan pokok dan andalan warga sekitar.

Penanggung Jawab Pengembangan Bio gas, di kawasan Tutur, Hariyanto mengatakan, di Tutur sendiri tercatat ada 1.500 unit reaktor bio gas yang tersebar di 12 desa, dimana seluruh reaktor itu bisa menampung ratusan kepala keluarga (KK).

“Saat ini hampir semua warga di Kecamatan Tutur sudah tidak lagi membeli elpiji atau pemakaian kayu bakar, ”ucapnya, ditemui di Dusun Krajan, Desa Gendro, Rabu (22/11/2017).

Menurut Hariyanto, reaktor bio gas memiliki berbagai ukuran antara 6-10 meter kubik. Untuk setiap KK maksimal dua reaktor memanfaatkan bio gas dari kotoran minimal tiga ekor sapi.

“Harga untuk pemasangan reaktor dengan ukuran 6 meter kubik sebesar Rp 7 juta, termasuk pembangunan instalasi bio gas dengan lahan minimal 3 x 5 untuk tempat berupa pipa paralon,” paparnya.

Masyarakat pengguna bio gas, lanjutnya, mayoritas peternak sapi perah, sehingga pembayaran biogas yang dinilai mahal itu bisa diatasi dengan setoran susu sapi tiap bulan selama kurang lebih lima tahun di koperasi terdekat. “Setiap kotoran sapi memiliki nilai yang luar biasa bagi warga, karena kalau dibiarkan maka akan menjadi sampah yang bau dan tidak berguna, ”beber Hariyanto.

Ia menambahkan, manfaat bio gas selain menghemat pengeluaran tiap bulan untuk membeli elpiji ataupun kayu bakar, juga lebih aman hingga 30 tahun ke depan. Diakuinya, sebelum pemakian bio gas, banyak timbulkan masalah di tiap dusun, lantaran banyak kotoran sapi yang terbuang sembarangan dan tentunya berdampak pada lingkungan dan pastinya mengganggu kesehatan.

Selain itu, dengan pemanfaatan kotoran sapi ini, sekaligus untuk menjaga kelestarian hutan. Kenapa kok demikian ? Sebelumnya warga kebanyakan menggunakan kayu bakar untuk kompor selama puluhan tahun. Tentunya banyak pohon yang ditebangi untuk kayu bakar.

“Sejak pakai bio gas kotoran sapi, tak ada lagi penebangan dan hutan lestari, sehingga sumber air tercukupi, “katanya.

Untuk menggerakkan reaktor bio gas dibutuhkan feses atau kotoran sapi. Kotoran sapi sebagai bahan baku di kawasan Tutur tercukupi. Bahkan untuk saat ini, jumlah ternak sapi mencapai 19.

000 ekor. Setiap ekornya menghasilkan 20-30 kg feses yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. “Dengan pemanfaatan kotoran sapi ini, mensejahterakan warga, “pungkasnya.

Sementara itu, warga telah memanfaatkan penggunaan bio gas di Desa Gendro, Endang, mengatakan penghematan dari penggunaan biogas setiap bulannya bisa mencapai Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. “Setiap bulan bisa membeli 4 hingga 5 tabung elpiji ukuran 3 kilogram dengan harga Rp 18.500 setiap tabungnya. Sekarang sudah mulai bisa menghemat dari pembelian tersebut, “tandas dia.

Penggunaan reaktor bio gas di Kecamatan Tutur ini makin diminati masyarakat. Tak hanya sebatas warga lokal saja, melainkan juga masyarakat internasional dari Asia dan Eropa. Seperti dilakukan beberapa pegiat lingkungan yang berasal dari Jepang, Korea, China, Taiwan, Papua Nugini, Amerika dan Uzbekistan beberapa waktu lalu, berkunjung ke lokasi pembuatan reaktor bio gas di Tutur. (dul)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry