Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) (FT/pks.id)

SURABAYA | duta.co –  Berbicara soal NKRI (Negara Kesantuan Republik Indonesia), lagi-lagi yang menyelamatkan Indonesia menjadi NKRI, adalah santri. Demikian disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam Webinar ‘Peran Ulama dan Santri dalam Menjaga Eksistensi NKRI dan Membangun Peradaban Bangsa’ yang digelar DPW PKS DKI Jakarta, Ahad, (18/10/2020) malam.

Menurut HNW, para santri harus mampu mengulang sejarah bangsa Indonesia, seperti yang telah ditunjukkan santri-santri zaman dahulu, berjuang dan berkorban demi bangsa dan negara.

Para santri harus meneladani, bagaimana gigihnya almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) menegakkan NKRI, begitu juga KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) yang berhasil menyuguhkan keragaman dalam harmoni.

“Fakta, bahwa, namanya santri, baik dari sisi historis maupun sosiologis, ternyata menghadirkan fakta tentang keragaman itu sendiri. Ada pesantren yang berafiliasi kepada NU, ada juga pesantren yang berafiliasi ke Muhammadiyah, ada juga yang seperti Pesantren Gontor (tidak tampak NU dan Muhammadiyahnya red.),” tegasnya.

Masih menurut HNW, kalau merujuk UU tentang Pesantren, pola pendidikannya pun beragam. Ada pesantren yang orientasinya kepada dirosah Islamiyah menggunakan  kitab kuning, ini jumlahnya bayak. Ada juga pesantren yang dirosah Islamiyah menggunakan  kuliyatul mualamin, ada juga yang mengintegrasikan ilmu umum dan agama, muadalah.

“Soal keberagaman, dalam konteks sejarah, kita bisa lihat bagaimana Clifford Geertz membagi masyarakat Jawa menjadi tiga tipologi. Ada kiai, santri dan abangan.  Kalau kita rujuk dengan semangat ‘jangan sekali-kali melupakan jasa ulamanya’, maka, komposisi Panitia Sembilan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, juga terlihat beragam, mana kiai, mana santri dan mana abangan,” tegasnya.

Dalam Pantia Sembilan, ada Kiai Haji Wahid Hasyim (NU) santri tulen. Ada pula Abdoel Kahar Moezakir (Muhammadiyah), kalau dirujuk ke pendidikannya, keduanya sama-sama santri. Satu dari NU, satu dari Muhammadiyah.

“Ada juga H Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso. Mereka itu juga kaum santri. Kalau Kiai Haji Wahid Hasyim dan Abdoel Kahar Moezakir dari Ormas, maka H Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso dari Partai Syarikat Islam. Jadi beragam latarbelakang,” tegasnya.

Indonesia, tegasnya, dalam sejarahnya, mengalami banyak dinamika. Dari pemberontakan PKI Madiun, DI/TII di Jawa Barat, bahkan, tahun 50-an ada RIS (Republik Indonesia Serikat). Pertanyaannya, bagaimana Indonesia bisa kokoh menjadi NKRI?

Nah, karena ada seorang Ketua Fraksi Partai Masyumi, partai yang didirikan bersama-sama oleh seluruh tokoh umat Islam — NU, Muhammadiyah dan lain-lain serta keterlibatan langsung KH Hasyim Asy’ari —  sehingga Ketua Fraksi Masyumi di DPR RI waktu itu (Mohammad Natsir)  dari Persatuan Islam, berhasil menyelamatkan dan mengembalikan cita-cita kemerdekaan, yaitu utuhnya bangunan NKRI.

“Jadi, di sini jelas sekali, bahwa, Parpol juga memperjuangkan kepentingan santri. Itulah yang dilakukan M Natsir (Masyumi)  saat kembali menjadikan Indonesia sebagai NKRI, bukan memilih PKI Musso, DI/TII maupun RIS,” tambah HNW.

Karena itu, terang HNW, dalam kegiatannya, PKS tidak pernah ragu sowan, minta nasehat dan masukan dari ormas Islam, termasuk ketika akan membahas RUU di DPR, ketika membahas penolakan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila). Semua itu karena amanat Ormas Islam, amanat NU dan Muhammadiyah,  dengan tegas menolak RUU tersebut.

“Sama dengan RUU  Cipta Kerja. Aspirasi MUI, Kongres Umat Islam, NU, Muhammadiyah kita perjuangkan. Soal hasil, kita semua paham, itu tergantung dinamika. Tetapi, dalam agama yang diperintahkan kepada kita adalah bekerja, hasilnya urusan berikut. Maka, PKS selalu siap mendengar, melaksanakan. Kini yang kita kerjakan, sebagian berhasil, sebagian masih dalam proses,” tegasnya.

Menjaga Indonesia, tegas HNW, adalah sama dengan menjaga NKRI. Berarti juga  menolak komunisme, liberalisme, sparatisme. Ini harus selalu kita gaungkan. Jangan sampai PKI dilupakan, maka, kita perjuangkan kehadiran kembali larangan paham PKI dalam RUU HIP.

“Ke depan tugas kita semakin berat, tidak mudah. Tetapi, kalau kita kembali ke ingatan kolektif sejarah kita, tentang santri yang beragam latarbelakangnya, maka, menjaga NKRI, Pancasila akan berhasil kalau kita (PKS) mau selalu siap silaturahim, mau ditimbali Ormas para kiai. Di sini PKS bisa melanjutkan perannya untuk menyelamatkan NKRI dalam konteks harmoni,” pungkas HNW.

Selain HNW, hadir dalam Webinar yang dipandu Gunadi, ST, M, Sekbid BPU DPW PKS DKI Jakarta ini adalah Prof Agus Suradika, MPd. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Provinsi DKI Jakarta. KH Agus Fahmi Amrullah Hadzik (Gus Fahmi), Pengasuh Pesantren Al-Masruriyyah,Tebuireng Jombang yang juga dikenal sebagai Cucu Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari,  Dr KH Miftahurrahim Syarkun, Wakil Rektor Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng, Penasehat Pusat Kajian KH M Hasyim Asy’ari serta Keynote Speaker Drs Taufan Bakri, M.Si, Kepala Badan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry