“Penikmat buku Covey pasti terkesan dengan istilah “Pohon Covey”, karena di dalamnya menjelaskan secara detail tentang metafora pohon.”

Oleh Syarif Thayib, Dosen UINSA Surabaya, Santri Abadi

SEBUAH kehormatan bagi penulis, menjadi narasumber Seminar Hari Santri Nasional kemarin (22 Oktober 2024) di Pondok Pesantren Al Mardliyah Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang.

Karena peserta Seminar adalah guru dan tenaga kependidikan di bawah naungan Yayasan Pesantren, maka, perlu penulis sampaikan juga bagaimana membangun budaya keluarga yang indah atau Beautiful Family Culture menurut Stephen R. Covey (pendidik, pembicara, dan penulis buku Manajemen paling terkenal).

Family di sini bisa diartikan keluarga beneran, bisa organisasi atau sekolah/ madrasah/ pesantren, juga komunitas, atau apapun yang kita anggap sebagai keluarga besar kita.

Penikmat buku Covey pasti terkesan dengan istilah “Pohon Covey”, karena di dalamnya menjelaskan secara detail tentang metafora pohon yang terdiri dari akar, batang, ranting, dan daun sebagai perumpamaan level membangun Beautiful Family Culture.

Ada tiga prinsip yang harus dipahami dari 4 level pohon (akar, batang, ranting, dan daun) di atas, yaitu harus urut, harus dikerjakan (dirawat) semuanya, dan diulang-ulang.

Harus urut, maksudnya kalau dibolak-balik, maka “beautiful family culture” yang diharapkan tidak akan jalan. Harus semuanya, karena hilang salah satu juga tidak akan jalan. Terakhir, harus diulang-ulang, karena (membangun budaya) tidak bisa dilakukan hanya sekali. Hal besar hanya bisa dikerjakan dengan berulang-ulang atau istiqamah.

Empat level Pohon Covey yang dimaksud adalah Modeling (akar), Mentoring (batang), Organizing (ranting), dan Teaching (daun). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, Modeling, yaitu memberi keteladanan atau contoh yang baik dari orang tua atau pimpinan organisasi, berupa karakter dan kompetensi. Karakter itu akar, sedangkan kompetensi adalah sayap.

Dua warisan yang paling penting diberikan kepada anak (termasuk staf) adalah akar dan sayap (root and wing). Akar itu akhlak mulia, kenangan-kenangan indah yang membuat anak selalu ingat dari mana dia berasal. Saya ini Bani Djamal misalnya, akan melakukan seperti yang telah Abah contohkan.

Sedangkan kompetensi (bekal keahlian) akan membuat anak bisa terbang tinggi menjemput impiannya. Makanya, memberi keteladanan akhlak dahulu sebelum anak diberi sayap.

Mereka disuruh pergi mondok atau kuliah ke luar negeri untuk menjemput impiannya, atau mengikuti pelatihan, seminar bagi guru atau tenaga kependidikan untuk meningkatkan mutu diri dan seterusnya. Itulah dua hal penting yang kita contohkan untuk anak, juga staf kita.

Kedua, Mentoring, yaitu orang tua atau pemimpin harus bisa menjadi sahabat yang baik. Harus piawai menjadi pendamping, bukan pengajar, bukan penceramah. Di level ini, yang paling penting adalah membangun tabungan emosi, karena orang akan percaya kepada kita kalau tabungan emosi kita banyak.

Tabungan emosi adalah hal-hal yang kalau kita lakukan, membuat orang makin percaya dan makin cinta kepada kita. Contohnya, memahami orangnya, tidak suka menghakimi. Kalau janji ditepati, kalau kita salah minta maaf, kalau orang lain salah, kita maafkan. Transparan atau terbuka, tidak ada sesuatu yang kita rahasiakan, dan seterusnya.

Intinya, lakukan sesuatu yang membuat orang makin percaya sama kita. Inilah yang disebut track record (hal-hal baik yang akan meninggalkan kenangan indah bagi orang lain) sebagai tujuan Mentoring.

Pada level Modeling, kita menjadi orang yang layak dipercaya oleh anak kita atau staf kita, karena kita punya karakter dan kompetensi. Kemudian di level mentoring, kita menjadi orang yang terpercaya.

Layak dipercaya dengan terpercaya itu beda. Layak dipercaya itu trust worthy. Kita layak dipercaya tetapi tidak otomatis bikin orang percaya pada kita, kalau belum ada tabungan emosi atau belum ada kenangannya.

Kalaupun karakter kita bagus (Trust worthy), tetapi orang lain belum kenal sama kita, tentu tidak secara otomatis mereka percaya kepada kita.

Jadi gelar terpercaya (Al Amin atau trusted) yang pernah diraih Muhammad sebelum menjadi Nabi, prosesnya seperti itu. Karektarnya baik atau akhlaknya baik dahulu, kemudian kompeten (mampu) menjaga amanah, dan semua orang tahu (well known) track recordnya.

Sekali lagi, dengan terpercaya (modeling), ditambah tabungan emosi pada saat mentoring itulah dua langkah pertama dari bagaimana membangun Beautiful Family Culture. Pada level modeling ada yang dilihat, sedangkan di level Mentoring ada yang dirasa, sehingga kita bisa “mengambil” hati anak atau anak buah.

Ketiga, Organizing atau menumbuhkan ranting pada (pohon) Beautiful Family Culture adalah membangun budaya yang indah pada keluarga atau organisasi.

Caranya dengan family time untuk membangun budaya yang indah. Usahakan seminggu sekali semuanya kumpul. Seperti wuquf di Arofah sebagai intinya Haji. Pokoknya asal bisa kumpul.

Pada saat kumpul di family time, lakukan play together, learn together, plan together, dan pray together. Play together dimaksud untuk menyenangkan semua anggota keluarga atau organisasi). Disini, tidak boleh jadi forum mengadili anak atau bawahan, sehingga membuat mereka takut untuk kumpul.

Learn together atau belajar bersama. Bisa dengan mengundang penceramah, saling sharing/ Kultum sesama anggota keluarga atau organisasi, dan seterusnya. Setelah itu, buatlah plan together atau perencanaan bersama. Sebelum kemudian pray together (berdoa bersama) bergantian, supaya yang lain bisa mengetahui suara hati masing-masing.

Untuk melengkapi Family Time, orang tua bisa melanjutkan dengan tahapan One on One Bonding Experience, yaitu pergi berdua saja dengan tiap anggota keluarga. Tujuannya untuk membangun kenangan indah (sweet memories) dan lebih memahami satu persatu. Selain ada kenangan bersama atau ramai-ramai, juga ada kenangan yang sifatnya private one on one.

Ajang One on One ini tidak untuk menasehati, atau siap-siap menjawab unek-unek anak, tetapi murni hanya karena ingin lebih memahami dan membangun kenangan indah. Jangan ada misi terselubung, alias ada udang dibalik batu.

Setelah Family Time dan one on one bonding experience berjalan sukses, barulah menyusun Mission Statements. Membuat “undang-undang” keluarga atau organisasi, supaya ada kesepakatan bersama, bahwa kita mengharapkan keluarga seperti apa. Maka lahirlah budaya keluarga yang indah (beautiful family culture).

Keempat, Teaching (mengajari). Jangan potong kompas..!! Mengajar itu setelah memberi contoh (modelling) terlebih dahulu, kemudian bangun hubungan (mentoring). Begitu terpercaya (Al Amin), baru lingkungannya dibentuk (organizing) supaya mendukung.

Kalau mau diperdalam lagi, teachingnya bisa diganti dengan coaching, yaitu menstimulasi anak menemukan solusi masalahnya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan. Karena pada dasarnya, setiap manusia itu bisa mandiri dan tahu solusi terhadap masalahnya, melalui pertanyaan yang tepat.

Empat tahap dalam membangun beautiful family culture melalui modeling, mentoring, organizing, teaching sebagaimana penjelasan di atas, hendaknya kita iringi dengan Praying (doa). Berdoalah di setiap level (pohon Covey) untuk membuka hati anak atau staf kita. Doa itu seperti matahari yang dibutuhkan setiap makhluk, termasuk pohon.

Sebagai orang beragama, kita meyakini bahwa campur tangan Tuhan itu sangat vital untuk membuat orang berubah. Wallahu a’lam bis-shawab.(*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry