
Dosen Fakultas Kedokteran (FK)
SETIAP 10 Mei, dunia memperingati Hari Lupus Sedunia. Ini momen penting untuk meningkatkan kesadaran global terhadap lupus, penyakit autoimun kronis yang kerap terlupakan namun berdampak besar terhadap jutaan orang di seluruh dunia.
Di 2025 menandai kelanjutan dari upaya global untuk mendukung para penyintas lupus, mendorong kemajuan penelitian medis, serta memperkuat jaringan dukungan bagi pasien dan keluarganya.
Lupus, atau secara medis dikenal sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan penyakit yang kompleks di mana sistem kekebalan tubuh justru menyerang jaringan dan organ sehat. Dampaknya bisa meluas ke berbagai bagian tubuh, termasuk kulit, persendian, ginjal, paru-paru, otak, hingga jantung.
Gejala yang dialami pun sangat bervariasi, mulai dari kelelahan ekstrem, nyeri sendi, ruam kulit, hingga komplikasi organ dalam yang serius. Sering kali disebut sebagai “the great imitator” atau “peniru ulung”, lupus memiliki gejalayang menyerupai banyak penyakit lain, sehingga menyulitkan proses diagnosis secara dini.
Hal ini membuat banyak pasien hidup bertahun-tahun tanpa kepastian, mengalami kesakitan tanpa penanganan yang tepat. Lupus di Indonesia: Data dan Fakta TerkiniDi Indonesia, lupus menjadi perhatian serius dengan prevalensi yang terus meningkat. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Prof. Handono Kalim dan tim di Malang, prevalensi lupus di Indonesia diperkirakan sebesar 0,5%, dengan jumlah penyandang lebih dari 1,3 juta orang.
Penyakit ini terutama menyerang perempuan usia reproduksi 15-45 tahun (2011). Namun, data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperkirakan bahwa saat ini, terdapat 1,7% penyandang lupus di Indonesia (2024). Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dan menegaskan perlunya perhatian lebih terhadap penyakit ini.
Mengapa Hari Lupus Sedunia Penting?
Meski menjangkiti jutaan orang di berbagai belahan dunia, lupus masih tergolong sebagai penyakit yang kurang dipahami dan minim pendanaan dalam penelitian. Peringatan Har iLupus Sedunia 2025 menjadi panggilan untuk mengubah kondisi ini. Lewat berbagaikegiatan kampanye, edukasi, dan advokasi, komunitas lupus dunia mengajak masyarakat untuk peduli dan turut serta menjadi bagian dari solusi.
.
Meningkatkan kesadaran publik sangat penting untuk mendorong pendanaan penelitian, mempercepat diagnosis, serta menyediakan pengobatan yang lebih efektif dan terjangkau.
Lebih dari itu, publikasi dari cerita-cerita pribadi para penyintas lupus juga membantu menumbuhkan empati serta mematahkan stigma yang kerap melekat pada penyakit ini.
Program SALURI untuk Deteksi Dini
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong deteksi dini lupus, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) akan meluncurkan program SALURI (Periksa Lupus Sendiri) pada 2025. Program ini menyasar calon pengantin wanita sebagai langkah awal pencegahan di kelompok usia berisiko.
SALURI bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang deteksi dini lupus,sehingga kasusnya dapat diidentifikasi dan ditangani dengan cepat dan tepat. Program ini mengajak masyarakat untuk mengenali sendiri tanda-tanda lupus dan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan jika mereka mencurigai terkena penyakit ini.
Menatap Masa Depan dengan Harapan
Hari Lupus Sedunia bukan sekadar momen seremonial, tetapi juga tonggak harapan akanmasa depan yang lebih baik bagi para pasien lupus. Harapan akan sistem layanan kesehatan yang lebih inklusif, tenaga medis yang lebih siap, dan masyarakat yang lebih peduli.
Dengan terus mengangkat suara mereka yang hidup dengan lupus, kita turut membuka jalan menuju perubahan nyata, sebuah dunia yang tidak hanya sadar akan lupus, tetapi juga siap memberikan dukungan sepenuhnya kepada mereka yang menjalaninya. *