PARIPURNA: Ketua DPRD Jatim Kusnadi didampingi wakil ketua DPRD Jatim Akhmad Iskandar dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa serta Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak dalam sidang paripurna pengesahan P-APBD Tahun Anggaran 2021 di Gedung DPRD Jatim. (DUTA/fathissuud)

SURABAYA – duta-co | Sudah belasan tahun berlalu, baru kali pertama terjadi di DPRD Jatim ada fraksi yang menolak memberikan persetujuan Raperda Perubahan APBD Jatim tahun anggaran 2021 disahkan menjadi Perda. Sebab, tata kelola Pemprov Jatim di bawah kepemimpinan Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Emil Elestianto Dardak sangat buruk alias amburadul.

Fakta itu terjadi pada rapat paripurna pendapat akhir fraksi dan pengambilan keputusan pengesahan Raperda P-APBD Jatim 2021 menjadi Perda P-APBD Jatim 2021 yang dipimpin langsung Ketua DPRD Jatim Kusnadi pada Jumat (30/9/2021) malam.

Juru bicara Pandangan Akhir Fraksi Keadilan Bintang Nurani (FKBN) DPRD Jatim terhadap Raperda P-APBD Jatim 2021, Mathur Husyairi mengatakan bahwa setelah mempertimbangkan kondisi obyektif proses pembahasan bahwa P-APBD Jatim 2021 selama ini dan catatan keras dari sejumlah komisi di DPRD Jatim.

“Fraksi PKS, Bulan Bintang, dan Hanura menyatakam P-APBD Tahun Anggaran 2021 tidak layak untuk disahkan,” tegas politikus asal Partai Bulan Bintang.

Alasan FKBN menolak disahkan, lanjut Mathur sedikitnya ada 6 hal. Pertama,  terkait dengan perencanaan dan penganggaran terkesan manajemen perencanaan pembahasan P-APBD Jatim 2021 ini tidak mengindahkan kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan penyusunan anggaran yang baik dan benar.

“Seharusnya penyusunan anggaran bisa memprediksi anggaran yang kemungkinan dibutuhkan untuk kepentingan masyarakat Jatim, tidak sesering mungkin melakukan perubahan anggaran di tengah jalan walaupun itu memiliki dasar hukum. Penyusunan dan perubahan anggaran tanpa perencanaan yang matang, berakibat pada kebijakan refocusing yang tidak terukur,” jelasnya.

Dampak Turunan

Dampak turunan dan lanjutannya, kata Mathur sangat merugikan program dan kegiatan sektor ekonomi yang bersentugan langsung dengan kepentingan masyarakat. Salah satu korban kebijakan refocusing yang tak terukur adalah sektor pertanian dan ketahanan pangan hanya dialokasikan sebesar Rp.215.300.670.500 atau turun 22,36% dibanding dengan APBD murni 2021. “Kondisi ini tentu akan mengancam nasib petani dan ketahanan pangan Jatm,” katanya.

Kedua, setelah membaca dan mencermati dokumen minimalis yang disediakan eksekutif, secara yuridis, Fraksi PKS, Bulan-Bintang dan Hanura berpendapat bahwa Pembahasan P-APBD tahun anggaran 2021 ini ada ketidaktaatan dan ketidakpatuhan eksekutif/saudara gubernur terhadap landasan hukum.

“Di antaranya,   Peraturan Pemerintah No. 12 thn 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Permendagri No. 77 tahun 2020, tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah; Permendagri 64 tahun 2020 tentang Pedoman teknis penyusunan APBD tahun 2021,” jelas pria asli Bangkalan ini.

Ketiga,  terkait perubahan mendahului mulai 1-6 atas Pergub Jatim tentang penjabaran APBD TA 2021, jika dicermati dan dikritisi isi Pergub yang dikeluarkan sebanyak enam kali, F-KBN berpendapat bahwa perubahan atau pergesesaran anggaran masuk dalam kategori sebagaimana diatur dalam Pasal 163 PP No. 12 Tahun 2019, dimana pergeseran anggaran yang masuk kategori antar organisasi, antar unit organisasi, antar program, antar kegiatan, antar jenis belanja, dan .atau antar rincian objek belanja, harus dilakukan dalam bentuk Perda.

Sementara yang dilakukan saudara gubernur dilakukan dalam bentuk Pergub. Jika Pergub dimaksud cantolan hukumnya Perpres Covid-19, khususnya yang terkait dengan refocusing, maka penggunaan Pergub dapat dibenarkan.

“F-KBN berkesimpulan ada kekeliruan yang dilakukan gubernur dalam menggunakan Pergub sebagai landasan hukum untuk kebijakan pergeseseran perubahan/anggaran tahun anggaran 2021. Sebab seharusnya payung hukumnya itu dalam bentuk Perda ” tegas Mathur Husyairi.

Keempat, setelah mengkaji secara seksama FKBN menilai ada aspek mekanisme dan prosedur formal yang terkesan diabaikan, mulai dari penyusunan RKPD, KUA-PPAS, dan P-APBD 2021. Pembahasan P-APBD tahun anggaran 2021 tanpa melibatkan secara intens (kelengkapan) DPRD sebagai mintra dan lembaga yang memiliki fungsi dan kewenangan budgeting.

Karenanya, kami menilai proses pembahasan Raperda P-APBD Jatim tahun anggaran  2021 ini terdapat Cacat Prosedur,” tegas Mathur Husyairi.

Kelima, terkait dengan besaran defisit. Belanja progresif, berakibat pada meningkat defisit anggaran yang cukup signifikan. Dalam perangkaan P-ABPD 2021 ini, defisit anggaran sangat besar, yakni mencapai Rp.3,651 triliun lebih.  Peningkatannya sangat besar sekali dari anggaran murni. Karena itu perlu dicermati, mengapa peningkatannya begitu besar?

“Fraksi PKS, Bulan Bintang dan Hanura berpendapat, besaran defisit ini perlu dilakukan “trecing, tracking, dan testing, mulai hulu sampai hilir (mulai perencanaan pendapatan dan belanja daerah). Meskipun diberi kelonggaran defisit, namun tidak lebih dari 6% dari perkiraan pendapatan daerah,” jelasnya.

Berdasarkan ketentuan PMK No. 121/2020, bahwa Daerah dengan Kapasitas Fiskal Daerah sangat tinggi diberi batas maksimal defisit sebesar 5,8% dari perkiraan pendapatan daerah tahun 2021. “Jawa Timur masuk kategori sangat tinggi. Dalam P-APBD 2021, defisit anggaran mencapai 11% lebih dari pendapatan itu juga bertentangan ketentuan dengan PMK,” tegas Mathur.

Terakhir atau keenam, dengan defisit yang menvapai Rp.3,651 triliun lebih. FKBN berpendapat, jika pengeluaran lebih besar dari pada penerimaan, maka bisa dipastikan bahwa kebjakan ini akan mencipatakan defisit anggaran. Bila dibiarkan defisit ini terus meningkat dalam waktu yang cukup panjang, hal ini akan menciptakan kerapuhan fiskal suatu perekonomian.

Bukti Pemprov Mampu

Kerapuhan fiskal sering menjadi sumber kekacauan perekonomian dalam skala yang besar seperti yang terjadi pada akhir-akhir pemerintahan Orde Lama. Sejak tahun 1960 pemerintah terus meningkatkan defisit anggarannya dan celakanya hal ini tidak ditopang oleh sumber pembiayaan yang sehat sehingga lima tahun kemudian ekonomi Indonesia hancur.

“Selain itu, besarnya Silpa P-APBD 2021 ini menunjukkan bahwa Pemprov Jatim tidak mampu menyusun perencanaan anggaran dengan cermat dan matang, terkait dengan proyeksi pendapatan dan belanja daerah yang direncanakan,” imbuhnya.

Kritik tajam juga disampaikan Fraksi Partai Gerindra DPRD Jatim melalui juru bicaranya Rohani Siswanto. Alasannya, tata kelola anggaran perlu dilakukan lebih baik berdasarkan ketentuan hukum yang ada. Khusus menyangkut pergeseran anggaran hendaknya memperhatikan betul ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.

“6 kali pergeseran anggaran APBD 2021 terkesan membabi buta tanpa melihat realitas ekonomi. Kami prihatin anggaran ekonomi dikurangi sepihak hingga Rp.237 miliar (15,71%) dari yang semula dialokasikan sebesar Rp.1,51 triliun lebih. Instrumen kebijakan fiskal itu bagian dari upaya untuk mewujudkan kesejahteraan,” tegas politikus asal Pasuruan.

Pertimbangan lainnya, angka kemiskinan di Jatim akibat Pandemi Covid-19 meningkat hingga 4,9 juta jiwa sehingga membutuhkan stimulus pertumbuhan ekonomi masyarakat. Salah satunya melalui belanja daerah khususnya belanja hibah dan bansos yang dalam P-APBD 2021 dialokasikan sebesar Rp.9.292 triliun setara 25,6% dari total belanja daerah.

“Fraksi Partai Gerindra mendorong hibah reguler dan pokir proporsinya disesuaikan dengan saran Mendagri yakni tak lebih dari 10% dari kekuatan PAD,” kata Rohani Siswanto.

“Dengan dasar catatan-catatan yang kami sampaikan tersebut, Fraksi Partai Gerindra menyatakan dapat menerima dengan catatan,” imbuhnya.

Tujuh fraksi lain di DPRD Jatim juga menyatakan dapat menerima dan menyetujui Raperda P-APBD Jatim tahun anggaran 2021 disahkan menjadi Perda. Namun fraksi-fraksi juga memberikan catatan kritis untuk perbaikan tata kelola Pemprov Jatim menjadi lebih baik.

Juru bicara F-PDIP DPRD Jatim Sri Untari Bisowarno mengatakan, hubungan eksekutif dan legislatif itu sangat penting untuk menciptakan strategis mutual.  Tata kelola Pemprov Jatim khususnya antara gubernur dengan kepala OPD perlu ditingkatkan untuk bisa mewujudkan visi dan misi gubernur.

“Kami yang ada di legislatif juga ingin ikut sistem mencari solusi bagi kesejahteraan masyarakat Jatim. Harusnya tak perlu ada dinamika yang tinggi dalam pembahasan P-APBD 2021 walaupun itu penting dan diperlukan untuk perbaikan tata kelola Pemprov Jatim kedepan,” harap ketua F-PDIP DPRD Jatim.

Sebelum proses pengambilan keputusan oleh pimpinan rapat, anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi juga melakukan interupsi meminta supaya pengambilan keputusan dilakukan melalui votting. Namun dengan bijak Kusnadi selaku pimpinan rapat paripurna bisa mengkondisikan dengan baik sehingga Raperda P-APBD 2021 bisa disahkan tanpa melalui votting.

Sambutan Gubernur

Usai penandatangan bersama antara gubernur dan pimpinan DPRD Jatim terhadap pengesahan Perda P-APBD Jatim 2021 sekitar pukul 23.30 Wib. Gubernur Jatim Khofifah juga diberikan kesempatan untuk memberikan kata sambutan.

“Dinamika politik, masukan pikiran, maupun rekomendasi dari anggota, komisi, fraksi maupun pimpinan DPRD Jatim ini sangat berharga untuk kebaikan Jawa Timur ke depan,” kata Khofifah Indar Parawansa.

Perencanaan dan penganggaran P-APBD Jatim 2021, lanjut Khofifah telah mempedomani peraturan perundang-undangan yang ada. Diantaranya, UU No.2/2020, PP No.12/2019, Permendagri No.64/2020, Permendagri No.90/2019 maupun keputusan Mendagri tentang verifikasi RKAD.

Dalam subtansi anggaran yang diusulkan kemudian dibahas Tim Anggaran dan Banggar DPRD Jatim, pendapatan daerah sebesar Rp.32.245.142.470.547,00 atau bertambah Rp.1.034.686.482.763 dibanding APBD murni 2021.

SeSedangkan belanja daerah diusulkan sebesar Rp.35.896.891.762.129,85 atau bertambah Rp.2.888.694.258.791,72 dibanding APBD Rp.3.651.749.291.582,85 atau bertambah Rp.1.854.007.776.028,72. Selanjutnya pembiayaan daerah untuk penerimaan sebesar Rp.3.732.917.926.819,85 atau bertambah Rp.1.899.076.411.265,72 dan pengeluaran pembiayaan daerah Rp.81.168.635.237,00 atau bertambah Rp.45.068.635.237.

Pe”Pembiayaan netto sebesar Rp.3.651.749.291.582,85. Kemudian Silpa tahun berkenaan sebesar nol rupiah. Setelah disahkan, tentu Perda P-APBD Jatim 2021 ini akan mendapat evaluasi dari Mendagri,” jelas gubernur perempuan pertama di Jatim.

SeSecara khusus, Khofifah juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh anggota DPRD Jatim yang telah bekerja dengan tanggungjawab dalam  pembangunan masyarakat Jawa Timur.

“Sebentar lagi kita masuk 1 Oktober Hari Lahir Pancasila. Mudah-mudahan keberagaman perbedaan yang muncul dan interaksi yang terbangun masih dalam kerangka harmoni Bhineka Tunggal Ika dan akan diikat dengan Pancasila. Kami mohon maaf jika dalam proses pembahasan ini ada hal-hal yang kurang berkenan tetap dalam keberseiringan kita mencari format terbaik menuju Jawa Timur lebih maju dan makin hebat,” pungkas Gubernur Jatim. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry